Mohon tunggu...
WidyaDewantari
WidyaDewantari Mohon Tunggu... Mahasiswi Jurusan Kimia

INTJ | Suka ngedit

Selanjutnya

Tutup

Seni

Kain Batik Ulamsari Mas Vs. Kain Tenun Endek: Analisis Etnomatematika dan Sains Aspek Wastra

6 Juni 2025   08:25 Diperbarui: 6 Juni 2025   14:29 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dikenal dengan kain batiknya. Selain kain batik, ternyata Indonesia memiliki kain yang tidak kalah cantiknya yaitu kain tenun endek. Kain endek? Apa itu? Emangnya beda ya sama kain batik? Padahal sama sama kain...

Kain batik adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai seni tinggi dan telah diakui oleh UNESCO. Selain sebagai busana, kain batik juga sering digunakan dalam upacara adat atau sebagai simbol status sosial. Asal-usul batik berasal sekitar ribuan tahun yang lalu dan ditemukan dalam berbagai budaya di seluruh nusantara. Artinya, tiap daerah memiliki motif batik uniknya sendiri yang mencerminkan kekayaan budaya dan filosofi lokal. Untuk menghasilkan motif yang unik tersebut, batik dibuat melalui proses pewarnaan kain dengan menggunakan malam (lilin) sebagai perintang warna. Ada banyak sekali contoh batik, diantaranya batik dari Yogyakarta dimana kainnya memiliki warna yang khas yaitu warna dasaran atau latarnya yang berwarna putih atau hitam (biru kehitaman). Contoh lainnya yaitu batik dari Pekalongan, yang memiliki sejumlah ciri khas yang membedakan yaitu warnanya didominasi oleh warna-warna pesisir seperti merah, hijau, biru, dan jingga. Terdapat banyak sekali contoh-contoh batik di Indonesia yang belum disebutkan dan semuanya memiliki motif yang khas dan cantik-cantik, namun yang akan dibahas di artikel ini yaitu kain batik Ulamsari Mas.

Kain batik Ulamsari Mas merupakan motif batik khas Bali yang menggambarkan kekayaan budaya dari pulau tersebut, yaitu menampilkan gambar hasil tangkapan di laut yang dimana melambangkan mata pencaharian utama masyarakat pesisir Bali sebagai nelayan serta simbol kesejahteraan dan kemakmuran yang diperoleh dari laut. Yang membedakan batik ini dengan batik lainnya yaitu pada motifnya menampilkan perpaduan antara gambar ikan dan udang dimana itu adalah dua unsur laut yang dikenal sebagai "ulam" dalam bahasa Bali, yang berarti lauk pauk atau sumber makanan. Sementara itu, kata "mas" berarti emas, simbol dari kemakmuran dan keberuntungan. Sehingga secara keseluruhan, motif batik Ulamsari Mas bermakna tentang harapan akan kehidupan yang sejahtera, harmonis, dan penuh berkah. Batik  ini sering digunakan dalam berbagai upacara adat maupun kegiatan spiritual masyarakat Bali. Pemakaiannya tidak hanya bersifat estetis, tetapi juga mengandung nilai-nilai sakral dan penghormatan terhadap leluhur dan alam. Dalam konteks modern, motif ini juga banyak dikembangkan menjadi busana kontemporer, kerajinan tangan, dan suvenir khas Bali yang bertujuan untuk menarik wisatawan sekaligus melestarikan identitas budaya Bali.

Lalu, bagaimana dengan kain endek?

Kain tenun endek adalah kain yang berasal dari Bali yang telah dikenal sejak abad ke-16. Nama "endek" berasal dari kata "gendekan" atau "ngendek," yang berarti diam atau tetap, merujuk pada teknik ikat yang membuat warna pada bagian tertentu benang tetap tidak berubah saat proses pewarnaan. Awalnya, kain endek digunakan dalam upacara keagamaan dan hanya dikenakan oleh kalangan bangsawan. Namun seiring berjalannya waktu, penggunaannya meluas ke berbagai lapisan masyarakat dan acara. Pembuatan kain endek yaitu menggunakan teknik tenun ikat, dimana benang pakan atau lungsi diikat sesuai pola motif kemudian dicelupkan ke dalam pewarna. Proses ini dapat melibatkan teknik ikat tunggal atau ikat ganda, yang memerlukan ketelitian tinggi. Setelah pewarnaan, benang dikeringkan dan ditenun menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Kain endek memiliki beragam motif yang meliputi motif flora, fauna, dan bentuk geometris. Motif-motif ini tidak hanya memperindah kain tetapi juga mengandung makna filosofis, seperti simbol keseimbangan, keharmonisan, dan penghormatan terhadap alam dan leluhur. Kain endek sangat fleksibel, artinya digunakan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali baik dalam konteks sakral maupun profan. Dalam upacara keagamaan, kain ini dikenakan sebagai simbol kesucian dan penghormatan. Selain itu, dalam kegiatan sehari-hari digunakan sebagai seragam sekolah, pakaian kerja, dan busana formal. Kain endek juga telah diakui di dunia internasional. Pengakuan ini tidak hanya meningkatkan apresiasi terhadap kain endek tetapi juga membuka peluang bagi perajin lokal untuk memasarkan produk mereka secara lebih luas.

Kain batik dan kain endek adalah dua jenis kain tradisional Indonesia yang sama-sama memiliki nilai budaya tinggi, namun keduanya berbeda. Batik dibuat melalui proses pewarnaan menggunakan malam (lilin) yang berfungsi sebagai perintang warna. Proses ini dikenal sebagai teknik "batik tulis" atau "batik cap" tergantung pada metode pembuatannya. Motif batik biasanya digambar atau dicap di atas kain polos, kemudian melalui beberapa tahap pewarnaan dan perebusan hingga motifnya muncul dengan jelas. Sedangkan, kain endek dibuat melalui teknik tenun ikat dimana proses pembuatannya tidak digambar di atas kain, melainkan dibentuk terlebih dahulu di atas benang sebelum proses menenun dimulai. Benang-benang tersebut diikat pada bagian tertentu dan kemudian dicelup ke dalam pewarna, sehingga motif yang diinginkan akan terbentuk saat benang ditenun. Teknik ini membuat motif kain endek bersifat simetris dan lebih geometris, berbeda dengan garis-garis motif batik yang sering kali bersifat melengkung dan lebih bebas. Perbedaan lain juga terlihat dari karakteristik visualnya. Batik cenderung memiliki warna dan motif yang lebih beragam, karena teknik pewarnaannya menyebabkan eksplorasi lebih bebas terhadap warna dan desain. Sedangkan kain endek dengan keterbatasan teknik ikatnya, lebih identik dengan motif yang berulang dan warna-warna tertentu, meskipun perkembangan modern telah memungkinkan eksplorasi motif dan warna yang lebih luas.

Dari perspektif etnomatematika, batik dan endek terdapat konsep matematika dasar. Dalam batik, pola-pola geometris seperti simetri, transformasi, rotasi, dan pengulangan (fraktal) sangat umum ditemukan. Motif seperti parang, kawung, dan ceplok menggambarkan keteraturan dan keseimbangan bentuk yang mencerminkan pemahaman mendalam masyarakat akan pola matematika. Proses perencanaan dan penggambaran motif batik menunjukkan adanya struktur berpikir matematis, termasuk dalam pengukuran, pembagian ruang kain, dan kombinasi motif. Sedangkan, dalam kain endek, konsep matematika terlihat jelas dalam proses penentuan pola ikat. Perajin harus menghitung secara presisi berapa panjang dan lebar benang yang akan diikat dan diberi warna agar saat ditenun, motifnya terbentuk dengan simetris. Ini mencerminkan penerapan konsep koordinat, matriks, dan logika spasial. Karena endek menggunakan teknik tenun ikat, perajin harus memiliki keterampilan estimasi dan perhitungan yang akurat agar motif tidak meleset dari rencana, menunjukkan praktik matematika intuitif yang tinggi.

Dari sisi etno-sains, proses pembuatan batik dan endek melibatkan pemahaman dasar dalam kimia dan fisika. Dalam batik, penggunaan malam (lilin) sebagai perintang warna melibatkan prinsip sifat termal dimana lilin mencair saat dipanaskan dan mengeras saat dingin. Proses pencelupan dan pewarnaan juga menunjukkan pemahaman tentang reaksi kimia, terutama interaksi antara pewarna alami atau sintetis dengan serat kain, serta bagaimana suhu dan waktu pencelupan memengaruhi intensitas warna. Dalam batik tradisional, pewarna alami seperti nila dan soga digunakan, dan proses fermentasi bahan pewarna ini pun merupakan bentuk pengetahuan biokimia tradisional. Pada kain endek, proses pewarnaan benang sebelum ditenun menunjukkan prinsip absorbsi, reaksi kimia, dan ketahanan warna. Perajin harus tahu jenis benang yang cocok dengan jenis pewarna agar warna tidak mudah luntur saat ditenun. Selain itu, teknik mengikat benang untuk membuat motif melibatkan gaya tarik-menarik yang juga berkaitan dengan prinsip dasar fisika. Bahkan proses menenun secara keseluruhan mencerminkan pengetahuan mekanika sederhana, seperti penggunaan tuas dan pedal dalam alat tenun bukan mesin (ATBM).

Demikianlah penjelasan mengenai perbedaan antara kain batik dan kain tenun endek. Keduanya memiliki keunikan tersendiri yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia. Sangat membanggakan bahwa warisan budaya ini tidak hanya dihargai di dalam negeri, tetapi juga telah dikenal hingga ke kancah internasional. Kain-kain tradisional seperti batik dan endek bukan sekadar busana, melainkan cerminan identitas, sejarah, dan kecerdasan lokal yang patut dijaga. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus bangsa, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan mempromosikan warisan budaya ini agar tidak punah dan tetap hidup di tengah perkembangan zaman. Jika Anda tertarik mempelajari lebih lanjut tentang contoh etnomatematika dan sains dalam budaya Indonesia, silakan kunjungi profil saya dan tekan tombol "follow" untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.

Jika anda masih bingung tentang konsep etnomatematika dan sains, silahkan berkunjung ke artikel berikut ini: https://www.kompasiana.com/gustiayuwidyadewantari4540/67ce2f3c34777c59310adeb2/etnomatematika-dan-sains-budaya-nusantara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun