Tenun ikat tidak tergantung trade merk
Gawai dan mobil sekadar kosmetika zaman
Pantun melantun menuruti alunan siapa
Biar kubacakan seturut tradisi
Bulan bersinar bintang pun berseri
Sepanjang malam langit terhindar pekat
Bukan sebab gelar siapakah diri
Setiap siapa dibekali bakat
Beginilah aku menziarahi kata-kata
Menenun aksara bukan menenun benang
Hanya sebait pantun bukan sekain tenun ikat
Entahlah kamu mengapa lalu bagaimana
Melempar pantun tanpa peduli tradisi
Seisi ruang mendadak gaduh tersambar gusar
Aku keluar dari jangkauan pantunmu
Karena sebatas gulungan benang
Kamu belum pernah tekun menenunnya
Sampai benar-benar menjadi selembar kain tenun ikat
Di tepi gulungan benang aku meratapi almanak
Satu per satu angkanya jatuh percuma
Siapa siap menerima timpaan serapah
Kecuali aku sejak sebidang lahan sebentang cahaya
Ratapan paling syahdu kulantunkan merdu
Seperti rindu anak rantau kepada udik
Seperti hasrat peziarah pada setiap persinggahan
Biar kubacakan seturut tradisi
Panjang dan lebar batas tanah perdikan
Raja-raja membebaskan upeti
Janganlah semakin tinggi pendidikan
Semakin pula meninggikan hati
Beginilah aku menziarahi kata-kata
Pantun melantun dalam pelukan leluhur
Seperti tenun ikat terselempang di badan
*******
Kupang, 2 Juni 2019