Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Selembar Daun Sahang Mencari Serambut Akar*

14 Agustus 2017   23:45 Diperbarui: 15 Agustus 2017   01:26 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sahang (lada) jenis lampung di belakang rumahku

belasa kepampang ditebang jadi pepadun untuk saibatin raja-raja paksi pak beraksara had mengelupas kaganga para puyang berabad-abad terlipat-lipat syahdan banten mengendus semerbak harum sahang di pelabuhan sebagai jalan raya nusantara juga ziarah siar kalbu

semerbak harum sahang tidak luput dari kapal-kapal berhidung mancung putih arung laut samudera berkarung gulden beremah salju diganti hangat sahang menjadi panas cengkeraman kuku-kuku singa semakin sengit perebutan pertarungan

hangatnya sahang panasnya pertarungan menggelegarkan krakatau 10.000 kali bom atom hiroshima nagasaki menggetarkan lingkaran 4.600 kilometer menggelapkan wajah bumi menggampar wajah bulan --- putri bulan tidak lagi menggemaskan

luluh lantak berdandan ziarah kolonisten ke bagelen gedong tataan  sukadana kota agung mengayakan rupa-rupa pada wajah-wajah sang bumi ruwa jurai dengan ruang-ruang berporsi-porsi sampai terangkat tekhapang badik payan candung membegal kapal-kapal hidung mancung putih menancap tonggak merah putih bersayap garuda

baginda menghela sesak ziarah menarik kesegaran melanjutkan perziarahan dengan pancaran hijau coklat biru putih  kuning melalui serat urat selembar daun sahang di persilaanku terpampang wajah-wajah pesawaran metro pringsewu tanggamus batanghari tulangbawang dari semenanjung selatan bertunas-tunas beton pada 15 halamannya bertugu radin intan menara siger adipura pengantin beriring cangget dalam kalender-kalender meski setiap menara adalah gading dan tiada gading tiada retak

dengan serat urat selembar daun sahang syahdan baginda membentang wajah-wajah pukauan dari purawiwitan bawang bakung pugung raharjo tulang bawang wan abdul rahman karanganyar bumi kedaton gita persada tanjung bintang menara siger batu tegi terjun ke putri malu curup tujuh sinar tiga way lalaan lembah pelangi tujuh linggapura gangsa kota batu turun ke wana melinting batu brak enggal mengalir ke ranau way belerang way jepara menuju labuhan maringgai tanjung tuha pasir putih kilauan tanjung setia sari ringgung kalianda klara mutun gigi hiu mandiri walur duta wisata kuala kambas embe merak belantung wartawan menyeberang ke pahawang tanjung putus tegal maitem condong laguna dodo sebuku kubur balak lok lunik mengkudu sekepel tangkil batu naga krakatau berliuk pula riang bendana

sungguhlah pukau sangatlah silau
tiada halau seluruh jangkau pantau
demikian penuh dalam pandangku

di klutum jati aku terpaku suguhan kisah baginda meski masihlah tersimpan keelokan garis-garis samar peta baru sepenjuru mata angin dari sisa urat selembar daun sahang

*******
Panggung Renung Balikpapan, 2017

*) Puisi ini masuk nominasi (no.7 atau 10 besar) dalam Lomba Cipta Puisi Krakatau Award 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun