Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di SMP BBS Kota Bogor, lulusan Antropologi UNPAD, tinggal di Bogor. Belajar dan Berbagi untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

MBG Berbasis Masyarakat, Pendekatan Antropologis Sosiologis

30 September 2025   10:59 Diperbarui: 5 Oktober 2025   20:11 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sejumlah murid menyantap makanan bergizi gratis di SDN 15 Slipi, Jakarta, Senin (6/1/2025). Pada hari pertama program makan bergizi gratis (MBG), SPPG Palmerah mendistribusikan 2.987 porsi makanan bergizi ke 11 sekolah di wilayah Slipi, Jakarta Barat dengan menu ayam semur, tumis kacang panjang, tahu goreng tepung, nasi, dan jeruk. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga via kompas.com)

Kebijakan makan bergizi gratis (MBG) patut diberikan penghargaan.  Niat baik Prabowo mewujudkan janji kampanye harus didukung sepenuhnya. 

Ini aksi nyata untuk memperbaiki gizi masyarakat, sekaligus membebaskan masyarakat dari stunting.  Namun dalam pelaksanaan kebijakan yang menyangkut teknis, adalah kewajiban bersama untuk memperbaiki program ini agar lebih baik.  

Tulisan ini mencoba memberikan alternatif pemikiran, agar daya jangkau MBG meluas, dengan melibatkan masyarakat tempat tinggal atau berbasis masyarakat.

MBG yang saat ini berlangsung adalah berbasis masyarakat sekolah.  Secara teknis pendataan paling mudah memang berdasarkan pada data anak di tiap sekolah.  

Lalu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) juga bisa didirikan di sekolah yang memiliki lahan yang memungkinkan untuk pendirian SPPG.  Karena ingin segera terwujud, pendirian SPPG tidak memperhatikan kelayakan yang telah ditetapkan Kemenkes.  

Menteri Kesehatan dalam media massa nasional menyatakan banyak SPPG belum memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).  Bahkan Kompas.com menurunkan berita pada tanggal 29 September 2025, dengan judul "Tak Satu Pun SPPG di Bangkalan Miliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi."  Kasus keracunan MBG secara massal sangat berkaitan dengan SLHS ini. 

Sumber Kompas.com, 29 September 2025
Sumber Kompas.com, 29 September 2025

Memperhatikan program Prabowo, selalu  ada benang merah yaitu ingin memberdayakan masyarakat.  Pada MBG misalnya Prabowo ingin masyarakat di sekitar SPPG dapat dipekerjakan.  

Pemberdayaan ini selalu diungkapkan bahwa MBG mampu menggerakan ekonomi masyarakat.  Di beberapa tempat karena keterbatasan dana, masyarakat didorong untuk menjadi bagian yang secara sukarela mau membantu.  Mereka tidak disebut pekerja, tetapi relawan.    

Kritik tentu saja harus disampaikan, mulai dari bahan yang disajikan, MBG harus menyajikan produk lokal. Jangan ada burger di dalam penyajian MBG.  Korban keracunan jangan dianggap hanya sebagai angka statistik, misal hanya sekian persen.  

Ini menyangkut nyawa. Bukankah menghilangkan satu nyawa saja berarti menghilangkan seluruh kehidupan manusia. 

Memang sampai saat ini belum ada yang sampai meninggal karena MBG, tetapi beberapa pakar telah mengingatkan jangan sampai kejadian di India terjadi di sini.  Tahun 2013 di India, ada 22 anak yang meninggal setelah mengonsumsi makan siang gratis.

Pendekatan Antropologis- Sosiologis

Dalam program yang melibatkan masyarakat secara massal, di zaman orde baru, meskipun terkenal otoriter, pakar-pakar Antropologi dan Sosiologi dilibatkan untuk meminimalkan dampak dari suatu program.  

Misal dalam program Keluarga Berencana, para pakar Antropologi Sosiologi menyampaikan bagaimana pranata-pranata sosial yang bisa dijadikan sarana untuk sosialisasi program KB.

Pranata sosial adalah sistem yang telah hidup di masyarakat, berbeda dengan lembaga.  Lembaga bersifat nyata, sementara pranata bersifat abstrak. 

Misal,  kentongan di Jawa dijadikan pengingat untuk ibu-ibu di desa minum pil KB, ini hasil pemikiran para pakar Antropologi dan Sosiologi. Kentongan adalah suatu sistem pranata yang telah lama hidup.  Lembaganya ada pada ketahanan desa.

Demikian juga dengan MBG,  karena menyangkut pola asuh, kemiskinan, maka para pakar Antropologi dan Sosiologi perlu dilibatkan. 

Tidak hanya aspek teknis, ada juru masak, ada ahli gizi, tetapi bagaimana masyarakat bisa menerima program itu dengan sukarela. Tidak ada lagi pernyataan konyol, guru sebagai pencicip pertama atau ada juga yang menyatakan kepala sekolah sebagai pencicip pertama.  Dalam MBG ada unsur bisnis,  tetapi tiba-tiba tanggung jawabnya diserahkan pada sekolah.  

Lembaga yang sudah rapi dan melembaga di tengah-tengah masyarakat adalah Posyandu.  Posyandu dengan keterampilan ibu-ibu penggeraknya bisa dilibatkan untuk memasak makanan bergizi untuk anak-anak sekolah yang berada di lingkungan terdekatnya. 

Posyandu ini sudah tercatat di masing-masing desa.  Dengan ini maka geliat ekonomi akan lebih terasa menyebar di setiap Posyandu, sekaligus menghidupkan Koperasi Merah Putih sebagai penyedia pasokan bahan baku makanan.  Kedua akan terjadi penghematan karena tidak perlu menyediakan food tray,  cukup disediakan  di rumah masing-masing anak. 

Ketiga kejadian keracunan massal bisa lebih mudah dikontrol, menurut mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama penyebab keracunan massal salah satunya adalah bakteri bacillus cereus karena penyimpanan nasi yang tidak tepat. 

Dengan jarak dari masak nasi ke penyimpanan semakin pendek, maka akan semakin segar untuk disantap.  Ini bisa dilakukan jika tidak terlalu banyak yang mesti disiapkan.

Tulisan ini hanya sebagai alternatif pemikiran, sesuai dengan semangat Presiden Prabowo, memberdayakan masyarakat.  Semoga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun