Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di SMP BBS Kota Bogor, lulusan Antropologi UNPAD, tinggal di Bogor. Belajar dan Berbagi untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

MBG Berbasis Masyarakat, Pendekatan Antropologis Sosiologis

30 September 2025   10:59 Diperbarui: 5 Oktober 2025   20:11 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sejumlah murid menyantap makanan bergizi gratis di SDN 15 Slipi, Jakarta, Senin (6/1/2025). Pada hari pertama program makan bergizi gratis (MBG), SPPG Palmerah mendistribusikan 2.987 porsi makanan bergizi ke 11 sekolah di wilayah Slipi, Jakarta Barat dengan menu ayam semur, tumis kacang panjang, tahu goreng tepung, nasi, dan jeruk. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga via kompas.com)

Ini menyangkut nyawa. Bukankah menghilangkan satu nyawa saja berarti menghilangkan seluruh kehidupan manusia. 

Memang sampai saat ini belum ada yang sampai meninggal karena MBG, tetapi beberapa pakar telah mengingatkan jangan sampai kejadian di India terjadi di sini.  Tahun 2013 di India, ada 22 anak yang meninggal setelah mengonsumsi makan siang gratis.

Pendekatan Antropologis- Sosiologis

Dalam program yang melibatkan masyarakat secara massal, di zaman orde baru, meskipun terkenal otoriter, pakar-pakar Antropologi dan Sosiologi dilibatkan untuk meminimalkan dampak dari suatu program.  

Misal dalam program Keluarga Berencana, para pakar Antropologi Sosiologi menyampaikan bagaimana pranata-pranata sosial yang bisa dijadikan sarana untuk sosialisasi program KB.

Pranata sosial adalah sistem yang telah hidup di masyarakat, berbeda dengan lembaga.  Lembaga bersifat nyata, sementara pranata bersifat abstrak. 

Misal,  kentongan di Jawa dijadikan pengingat untuk ibu-ibu di desa minum pil KB, ini hasil pemikiran para pakar Antropologi dan Sosiologi. Kentongan adalah suatu sistem pranata yang telah lama hidup.  Lembaganya ada pada ketahanan desa.

Demikian juga dengan MBG,  karena menyangkut pola asuh, kemiskinan, maka para pakar Antropologi dan Sosiologi perlu dilibatkan. 

Tidak hanya aspek teknis, ada juru masak, ada ahli gizi, tetapi bagaimana masyarakat bisa menerima program itu dengan sukarela. Tidak ada lagi pernyataan konyol, guru sebagai pencicip pertama atau ada juga yang menyatakan kepala sekolah sebagai pencicip pertama.  Dalam MBG ada unsur bisnis,  tetapi tiba-tiba tanggung jawabnya diserahkan pada sekolah.  

Lembaga yang sudah rapi dan melembaga di tengah-tengah masyarakat adalah Posyandu.  Posyandu dengan keterampilan ibu-ibu penggeraknya bisa dilibatkan untuk memasak makanan bergizi untuk anak-anak sekolah yang berada di lingkungan terdekatnya. 

Posyandu ini sudah tercatat di masing-masing desa.  Dengan ini maka geliat ekonomi akan lebih terasa menyebar di setiap Posyandu, sekaligus menghidupkan Koperasi Merah Putih sebagai penyedia pasokan bahan baku makanan.  Kedua akan terjadi penghematan karena tidak perlu menyediakan food tray,  cukup disediakan  di rumah masing-masing anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun