Terlahir sebagai manusia adalah kesempatan untuk melakukan perbuatan bajik dan jahat,
yang hasilnya akan dinikmati di akherat. Apapun yang diperbuat dalam kehidupan ini
hasilnya akan dinikmati di akherat; setelah menikmati pahala akherat, lahirlah lagi ke
bumi. Di akherat tidak ada perbuatan apapun yang berpahala. Sesungguhnya hanya
perbuatan di bumi inilah yang paling menentukan. Sarasamuscaya (I,7)
Sama halnya dengan hukum "Sebab-Akibat" ketika seseorang melakukan korupsi, ia sejatinya telah melakukan adharma (ketidakbenaran). Ia mengambil apa yang bukan haknya, menyakiti orang lain secara tidak langsung, dan merusak tatanan keadilan. Perbuatan seperti ini pasti menimbulkan karma buruk. Meskipun si pelaku mungkin terlihat hidup nyaman dan aman di dunia saat ini, hukum karma tidak bisa dihindari. Apa yang ditanam, itu pula yang akan dituai.Korupsi bukan hanya persoalan hukum duniawi, tapi juga pelanggaran terhadap hukum alam. Setiap uang yang dikorupsi adalah hak orang lain,hak rakyat, hak anak-anak yang seharusnya mendapat pendidikan, hak pasien yang membutuhkan pengobatan, bahkan hak generasi mendatang yang membutuhkan lingkungan dan sistem yang bersih.
Karma phala tidak mengenal waktu. Balasan dari perbuatan korupsi bisa datang dalam bentuk penderitaan batin, kehancuran nama baik, kehidupan keluarga yang tidak harmonis, atau bahkan kelahiran kembali dalam kondisi yang penuh kesengsaraan. Sebaliknya, mereka yang hidup jujur dan dharma, meskipun tidak selalu kaya secara materi, akan menerima buah kebaikan dalam bentuk ketenangan, kehormatan, dan kelahiran yang lebih mulia. Oleh karena itu, dalam konteks kehidupan saat ini yang penuh godaan kekuasaan dan uang, penting bagi setiap individu khususnya pemegang kekuasaan untuk selalu sadar akan konsekuensi spiritual dari setiap tindakannya. Hukum manusia bisa dihindari, tapi hukum karma tidak bisa ditipu. Â
Dalam ajaran Hindu, terdapat sebuah prinsip moral yang dapat dijadikan pedoman untuk menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti korupsi, yaitu Tri Kaya Parisudha. Istilah ini terdiri dari tiga kata: Tri berarti tiga, Kaya berarti perilaku atau tindakan, dan Parisudha berarti disucikan. Jadi, Tri Kaya Parisudha dimaknai sebagai tiga bentuk perilaku yang disucikan dan idealnya dijalankan oleh setiap umat Hindu.
Dalam kerangka ajaran ini, korupsi termasuk tindakan yang bertentangan dengan kebenaran dan keadilan karena melanggar norma hukum dan nilai moral. Untuk menghindari perbuatan seperti ini, umat Hindu dianjurkan untuk menerapkan Tri Kaya Parisudha yang mencakup tiga aspek utama:
Manacika (pikiran yang suci): Berpikir dengan niat yang baik dan positif akan melahirkan kejujuran dalam hati dan pikiran, yang disebut Satya Hridaya.
Wacika (ucapan yang benar): Mengucapkan hal-hal yang benar dan tidak menyakiti akan membentuk kejujuran dalam bertutur kata, yang dikenal dengan Satya Wacana.