Korea Utara bermain dengan staying-power yang ditunjukkan sejak kick-off hingga akhir laga. Staying-power merujuk pada stamina, daya tahan, dan konsentrasi pada strategi spesifik untuk diterapkan di sebuah laga. Sedikit ruang untuk kebebasan.
Tangan pemain Korea Utara terlihat menggenggam keras saat berlari, rahang mereka terkatup rapat, dan kepala mereka selalu tegak di setiap duel. Skill individu boleh saja dimenangi oleh lawan, tetapi staying-power mereka menjadi sumber keyakinan bahwa satu tim bisa menundukkan siapapun lawannya.
Aliran bola akhirnya menjadi nyaman dari lini belakang, kedua sisi lapangan, hingga striker bongsor Ri Kang-rim mampu "menjajah" pertahanan Indonesia seorang diri. Angin di pihak Korea Utara ini tidak terjadi begitu saja, karena mereka membangunnya sejak awal laga.
Ini cukup kontras jika kita melihat gestur beberapa pemain Indonesia yang terlihat lunglai usai kebobolan. Hal fisik memang nyata menjadi kelemahan sejak awal kompetisi, namun semangat untuk bangkit tidak terlalu terlihat di laga ini. Titik itulah yang bisa kita soroti tajam.
Maka dari itu, berkaca pada lawan sejenis Korea Utara yang bakal banyak dihadapi di Piala Dunia U-17 nanti, Indonesia harus berbenah dari segala aspek. Ucapan selamat sudah terucap untuk kelolosan, namun hasil semalam tetap  berarti sebuah kekalahan berkompetisi.
Terimakasih atas perjuanganmu, Garuda Asia! Segera berbenah dan terbang lebih tinggi di Piala Dunia U-17 nanti!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI