Di kampung kami, pada dasarnya  orang tua  memberlakukan beberapa aturan bagi seorang pria yang ingin menikahi gadis pilihannya. Aturan tersebut semacam screening sebelum orang tua datang melamar anak gadis orang untuk anak laki-lakinya.
Biasanya, syarat-syarat tersebut juga dijadikan oleh keluarga perempuan untuk dapat melepas anak gadis mereka menikah dengan pria pilihannya.
Itu jika mengikuti prosedur yang normal dan etis. Tidak ada kasus seperti MBA atau kawin lari yang kadang masih terjadi walaupun sifatnya kasuistik.
Barangkali hampir mirip dengan model di tempat lain yang masih melihat calon suami atau calon isteri dari bibit, bebet, dan bobot. Screeningnya lumayan ketat karena di sini akan bertemu dua orang dan keluarganya yang beda latar belakang.
Pada prinsipnya, orang tua menginginkan anaknya dapat membentuk kehidupan berumah tangga baru dengan baik. Â Dari berbagai aspek mulai dari relasi antara suami dengan isteri dan anak-anak yang lahir setelah itu.
Tak luput pula, calon menantu 'diteliti' dari berbagai aspek, termasuk bagaimana kondisi dan kebiasaan keluarga si calon. Termasuk  sosial budaya, agama, dan ekonominya.
Kalau dipikir-pikir, memang ribet juga sih. Namun jika mecoba mengambil hikmah positifnya, maka sebenarnya orang tua menginginkan hal terbaik bagi kehidupan anaknya.
Sebab setelah menikah, anak-anak akan lepas dari tanggung jawab orang tua, hidup dengan membentuk keluarga baru dengan pria atau gadis pilihannya.
Tak hanya andalkan ekonomi
Topik "menikah in this economy" menggelitik penulis untuk ikut menyampaikan beberapa poin yang mana mungkin ada yang setuju dan ada yang tidak setuju.
Memang  ekonomi itu sangat penting, namun tidak menjadi satu-satunya faktor penentu seseorang untuk memutuskan menikah atau menunda dahulu pernikahannya.
Banyak faktor menjadi penyebab, seseorang memutuskan untuk menikah atau menunda pernikahannya sekalipun secara biologis yang bersangkutan sudah mampu untuk menikah.
Kembali pada contoh orang tua di kampung kami dalam melakukan screening untuk mengabulkan permintaan anak laki-lakinya menikahi gadis pilihannya.
1. Umur
Umur seorang pemuda untuk bisa menikah, biasanya adalah 18 tahun ke atas. Namun apabila anaknya bersekolah, maka usia menikahnya bisa di atas 24 tahun jika sampai kuliah.
Sementara, pemuda yang tidak bersekolah seringkali menikah di bawah usia tersebut. Apalagi jika teman sepermaianan mulai menikah maka ia juga akan berpikir untuk bisa menikah.
2. Sudah mampu bekerja sendiri alias mandiri
Ukuran seorang pria muda di kampung kami dianggap pantas untuk menikah adalah sudah mampu bekerja sendiri. Â Dia memiliki kebun sendiri, tidak berkumpul bersama ayahnya lagi alias mandiri.
Bagi yang bekerja di ladang, si pemuda yang mulai mandiri akan membuka lahan sendiri untuk ditanami dengan padi, jagung, singkong, kacang-kacangan, dan tanaman pangan lainnya.
Biasanya pada saat tanam, Â si ibulah yang bertanggung jawab untuk menanamnya. Jika sudah ada calon isteri, maka si pemuda akan meminta calonnya untuk ikut menanam.
Di sinilah, si ibu akan menilai sikap dan perilaku calon menantu. Apakah calon isteri dari sang anak bisa diandalkan dalam melaksanakan pekerjaan atau belum siap.
Saat panen, Â pemuda mandiri ini akan membawa sebagian dari hasil panenannya ke keluarga calon isteri. Bukan sebagai upeti, tetapi ia merasa bertanggung jawab untuk memperhatikan calonnya.
Pihak orang tua perempuan juga akan menilai, seberapa besar tanggung jawab calon anak mantu mereka. Sebab orang tua gadis tidak mau anaknya menderita saat berumah tangga dengan pria yang mempersuntingnya.
Selain bekerja di ladang atau sawah, pria yang sudah serius untuk menikah juga akan memelihara sejumlah ternak atas namanya sendiri.
Ternak yang dipelihara berasal dari dua sumber, pemberian/warisan dari orang tua atau hasil dari membeli untuk dikembangkan lebih banyak lagi.Â
Biasanya yang dijual adalah ternak jantan saja untuk hewan yang nilai jualnya cukup tinggi seperti kambing, babi, dan sapi. Dari sinilah, uangnya dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain.
3. Â Bisa wakili keluarga untuk urusan tertentu
Pria muda yang sudah dianggap layak menikah, seringkali diminta untuk mewakili keluarga dalam urusan adat, kerja bakti, kerja gotong-royong, dan pekerjaan lainnya.
4. Punya keterampilan dasar
Poin penting yang harus dimiliki seorang pria yang dinilai sudah bisa menikah adalah memiliki keterampilan dasar selain bertani dan beternak.
Keterampilan dimaksud antara lain pandai membuat rumah, perabotan, tali untuk mengikat ternak, dan beberapa jenis keterampilan khusus untuk pria.
Itulah beberapa hal yang dipakai orang tua melakukan screening untuk anak lelakinya menuju ke jenjang pernikahan. Mungkin tidak sama di setiap daerah, namun pada prinsipnya menikah itu memerlukan persiapan dan kesiapan berbagai faktor.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI