Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Berwarna Hitam (Part - 1)

30 Maret 2019   13:35 Diperbarui: 30 Maret 2019   13:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenapa baru pulang? Dari tadi aku menunggumu. Lelah, lapar," katanya dengan nada ketus.  

Sebentar kulirik waktu di tangan kiri kemudian menatapnya sambil senyum. "Sudah berapa lama kau menunggu?"

Masih dengan bibir yang manyun ia melihat ke arah jam tangannya dan seolah menghitung waktu. "Hemm, tiga jam ...," jawabnya menatapku dengan helaan napas.

"Kenapa tidak bilang kalau mau datang? Tadi, di kantor, ada kerja tambahan. Makanya baru bisa pulang sekarang."

Vanita menatapku salah tingkah. "Karena ingin memberi surprise padamu, jadi aku tidak bilang apa-apa."

"Ya sudah, ayo kita masuk."


Sekali lagi aku merasakan indahnya berada di dunia cinta. Suasana menyenangkan meski di luar sana sedang turun hujan. Tidak perlu menantikan hari berganti untuk mendapatkan sapaan manis dari seseorang yang sangat menyayangiku.

Sebagai laki-laki, aku bahagia. Vanita sangat perhatian, kasih sayangnya tak ragu untuk ditampakkan. Sikap lucunya dan kekanakan yang sesekali terlihat, membuatku selalu rindu.

Meski pertengkaran kadang menjadi warna-warni kelabu dalam hubungan, tapi itulah kewajaran dan jelas menandakan kami sama seperti pasangan-pasangan lain.

Kisah cintaku berjalan selama beberapa bulan. Kebahagiaan memang tetap berada pada koridornya, tapi rasa manis hubungan kami sedikit berubah. Entah mengapa, Vanita mulai possesif, cemburunya membesar, hingga terkadang ketika melihat wajahnya kengerian menyerang saraf keberanianku.

Kuakui banyak teman-teman perempuan di kantor yang dengan mudah kutebak memberikan sinyal-sinyal cinta. Mereka berpikir, laki-laki tampan sepertiku gampang bermain iseng, suka ngelaba dalam perihal cinta. Tentu saja, aku tidak gemar melakukan permainan itu, karena terlihat melelahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun