Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Alasan

1 Agustus 2018   09:12 Diperbarui: 1 Agustus 2018   10:48 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak pertanyaan yang harus segera terjawab agar teka teki kandasnya hubungannya dengan Andy bisa membuatnya menerima kalau cinta itu memang harus segera diakhiri.  Perempuan itu hanya menginginkan sebuah alasan. Dan itu harus alasan yang tepat.

"Mungkin kalian sudah tidak cocok satu sama lain?"

"Aku tidak yakin kalau itu alasannya. Tiap pasangan pasti tidak akan selalu menemukan kecocokan, karena yang dicari adalah saling pengertian," jawab Maya sambil kembali menghela napas dan seolah enggan terus menatap dinding ruang tamunya, perempuan itu terlihat memejamkan mata untuk menghilangkan kegusaran.

Seperti dihantui rasa penasaran yang gelap. Maya berusaha mencari tahu mengapa Andy memutuskan untuk berpisah. Ia tak ingin pasrah begitu saja menuruti keputusan kekasihnya yang dengan gampang melepaskan genggaman tangannya.

Perempuan itu yakin kalau masalah di antara mereka masih bisa dibicarakan. Bahkan dalam segala kemungkinan, kata putus tidak akan mengambil peran dari eksekusi sebuah cinta. Harapannya begitu besar menginginkan hubungan mereka baik-baik saja.

Maya berusaha menghubungi Andy melalui ponsel. Ia tahu laki-laki itu tak akan sudi menemuinya langsung, karena ultimatum terakhirnya adalah tidak ingin pertemuan terjadi lagi di antara mereka. Dan ia seharusnya sudah bisa menebak kalau jalan apa pun tidak bisa membuat laki-laki itu bicara walaupun hanya lewat jaringan telepon.

Siang itu di ruang tengah, Dela menatap gemas ke arah Maya yang beberapa hari belakangan terus memandangi layar ponselnya dan berulang kali memeriksa apa ada pesan masuk di sana. Bahkan saat makan, perempuan itu siaga dengan ponsel di tangan kiri dan sondok makan di tangan kanan.

"Sudahlah, Maya. Kau tak perlu menanyakan alasan apa pun padanya. Saat ini yang harus kau sadari, kalian sudah putus," katanya sambil mengarahkan remote ke arah televisi dan merubah chanel.

Maya yang sedari tadi berjalan pelan ke sana ke mari di samping Dela tampak tak peduli, sesekali matanya melirik ponsel yang dipegangnya.  "Aku hanya ingin tahu ada apa dengan hubungan kami. Dari kemarin dia tidak membalas pesanku, padahal sudah lebih dari 20 atau 50 kali aku mengiriminya pesan," ujarnya menampik ucapan sepupunya dengan keras kepala. Ia hanya menjawab tanpa menatap ke arah Dela.

Kekesalan Dela memuncak, karena ia terganggu melihat Maya yang terus mondar-mandir. "Tapi benda itu tidak bisa memberikanmu jawaban. Kau harus langsung bertemu dengan Andy." Kali ini jempolnya menekan-nekan kuat tombol remote seolah benda itu bisa melampiaskan rasa marah.

Maya menggeleng keras, ia lalu berhenti berjalan dan menatap sepupunya. "Tidak bisa, dia sudah melarangku, walaupun sekarang aku berdiri depan pintu rumahnya, dia tetap tidak akan muncul."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun