Mohon tunggu...
Grant Gloria Kesuma
Grant Gloria Kesuma Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Mari menulis!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi] Friend Zonk

29 Mei 2020   11:01 Diperbarui: 29 Mei 2020   11:00 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan itu Keira namanya. Aku mengenalnya sekitar satu tahun yang lalu. Waktu itu, ia baru pindah ke sebelah rumahku. Aku memandang dari jendela rumahku saat mobil Keira tiba di rumah sebelah. Keluarga Keira terdiri dari empat orang, ayahnya, ibunya, Keira, dan adik laki-lakinya yang bernama Ken.

Akhirnya, aku punya tetangga. Begitulah yang aku pikirkan saat Keira dan keluarganya tiba di sebelah rumahku. Sudah lama rumah sebelah itu tak ditinggali. Jadi aku sangat senang ketika ada yang tinggal di sana.

Awalnya, aku hanya bisa memandangi aktivitas keluarga Keira, mengamati apa yang mereka lakukan. Aku ingin berteman dengan mereka, terutama dengan Keira. Namun aku takut untuk memulai pembicaraan. Keira itu anak yang manis. Kupikir, dia pasti anak yang populer di sekolahnya. Sedangkan aku.... Aku merasa biasa-biasa saja. Jadi, aku takut ia tidak mau berteman denganku.

Keira sangat suka membaca buku. Waktu pertama kali berkenalan dengannya, dia sedang membaca buku di taman kompleks rumah. Keira sendirian saja di taman. Sambil membaca, dia berbaring di rumput yang sudah diberinya alas kain sarung.

"Hai...," sapaku.

Keira diam saja.

"Hai...," sapaku lagi.

Dia tetap diam sampai aku menyapanya untuk yang kelima kalinya.

"Hai!" kataku agak keras.

"Oh! Ya ampun!" serunya. Bukunya sampai terjatuh. Aku jadi merasa bersalah.

"Maaf aku mengejutkanmu," kataku.

"Hmmm.... Iya, nggak apa-apa," katanya.

"Kamu tinggal di sebelah rumahku," kataku lagi.

"Hmmm... iya," katanya. Singkat sekali. Aku jadi merasa canggung.

"Aku Josh. Kamu?" tanyaku.

"Keira," jawabnya.

"Apakah kamu mau berteman denganku?" tanyaku.

"Hmmm...," gumamnya.

Suasana agak kaku saat pertama aku berkenalan dengannya. Keira hanya menjawab dengan 'iya', 'oh', dan 'hmmm'. Aku bercerita banyak tentang diriku padanya. Aku juga berusaha mencari informasi tentang dia. Tidak mudah untuk menjadi akrab dengannya. Butuh waktu sekitar tiga minggu. Namun, setelah mengenalnya, ternyata Keira orangnya asyik dan senang bercanda.

Keira mempunyai wajah yang manis. Tebakanku benar. Ia termasuk anak yang populer di sekolah. Banyak cowok yang berusaha mendapatkan hatinya.

"Lihat apa yang aku dapat, Josh!" seru Keira suatu sore.

Ia mengeluarkan sebuah bungkusan dari tas sekolahnya. Aku menebak isinya. Pasti coklat. Dan pasti dari cowok-cowok yang ngefans padanya.

"Tadaaa!!" serunya setelah membuka bungkusan itu. "Ini coklat kesukaanku!"

Tebakanku benar.

"Kenapa manyun begitu, Josh? Kamu kan nggak suka coklat!" kata Keira.

"Iya. Aku nggak suka. Kamu makan aja sendiri," jawabku.

"Ih, kok ketus gitu, sih?" protesnya.

Aku tak menggubris perkataannya. Ini sudah yang keberapa kalinya Keira mendapatkan barang dari cowok-cowok. Itu membuatku kesal.

"Hmmm.... Jadi cowok yang ngasih kamu coklat ini nembak kamu?" tanyaku.

"Iyeppsss!" jawabnya.

"Trus kamu mau jadian sama cowok itu?" tanyaku lagi. Aku berharap dia menjawab tidak.

"Iyeppsss!" tegas Keira.

What?? Keira jadian sama seorang cowok? Cowok manakah itu?? Darahku serasa mendidih. Selama ini, Keira selalu curhat padaku tentang teman-temannya, gurunya, keluarganya, termasuk tentang cowok-cowok yang berbaris rapi mengantri untuk menjadi pacarnya. Tak pernah sekalipun ia menyebutkan bahwa ia menyukai salah satu dari mereka. Tapi... kenapa tiba-tiba ia mau jadian dengan seorang cowok?? Why??

"Kamu kenapa, sih?" tanya Keira sambil mengunyah coklat yang baru ia dapatkan.

"Nggak kenapa-kenapa," jawabku.

"Kamu marah aku nggak kasih tahu kamu tentang cowok yang ngasih coklat ini?" tanyanya lagi.

"Iya. Kamu jahat, Kei. Kamu nggak pernah cerita sama aku tentang si Cowok Coklat ini. Tapi kamu tiba-tiba jadian dengan dia," cecarku.

"Maaf. Sebenarnya aku nggak yakin dengan perasaanku. Tapi, sepertinya dia baik. Kamu jangan khawatir, Josh! Aku bisa jaga diri, kok," kata Keira.

"Hmmm....," gumamku.

"Sudah... jangan gitu, ah! Kamu seharusnya kasih selamat dong buat aku!" pinta Keira.

Aku menuruti perkataannya walaupun hatiku terasa perih.

"Selamat ya, Kei! Semoga kamu bahagia sama si Cowok Coklat itu," kataku.

"Cowok Coklat? Lucu banget julukan kamu buat dia. Hahaha," tawa Keira.

Mau tak mau aku ikut tertawa. Aku ingin ikut berbahagia dan ingin Keira bahagia. Aku tak ingin hanya gara-gara cowok lain, persahabatanku dengan Keira jadi hancur.

"Namanya William. Jangan panggil Cowok Coklat lagi ya. Lucu banget, tau! Ini fotonya," kata Keira sambil menunjukkan foto pacar barunya yang ada di ponselnya.

"Iya, iya," kataku.

"Dia hobi berpetualang. Lihat ini foto-fotonya saat dia ikut mendaki gunung. Cakep kan?" pamer Keira.

"Hmmm.... Iya, cakep!" kataku.

Cowok Coklat itu memang cakep. Dia kakak kelas Keira. Kalau melihat dari wajahnya, sepertinya dia orang baik. Tapi, kita tidak bisa menilai orang hanya dari tampangnya, kan? Cakep belum tentu hatinya juga cakep, kan? Tapi, semoga saja Cowok Coklat itu baik.

Huft.... Keira jadian sama seseorang. Aku bisa apa? Aku memang diam-diam menyukai Keira. Tapi aku tidak seberani cowok itu untuk menyatakan perasaanku. Yang bisa aku lakukan hanyalah selalu berusaha ada untuk Keira. Saat dia butuh teman curhat, aku akan menyediakan telingaku untuk mendengarnya. Terkadang aku juga memberi beberapa saran bila diperlukan.

Dua minggu berlalu. Keira nampak sangat bahagia. Sejak jadian dengan Cowok Coklat itu ia selalu asyik dengan ponselnya. Chattingan. Aku merasa terabaikan. Aku cemburu dan iri saat melihatnya tertawa dan tersenyum sendiri sambil memegang ponselnya. Cemburu. Iri. Tanda aku tak mampu.

Kedekatan Keira dan si Cowok Coklat membuatku penasaran. Apa yang membuat Keira jatuh hati? Aku mencoba mencari tahu segala hal tentang pacar Keira itu. Siapa tahu aku menemukan celanya. Jika iya, habislah dia!

Dugaanku benar. Aku menemukan dosa si Cowok Coklat. Yes! Tamat riwayatnya! Aku mendengar pembicaraan si Cowok Coklat di sekolah.

"Beib, kamu lagi di mana?" tanya si Cowok Coklat entah pada siapa saat ia sedang menelepon.

"Sekarang aku masih kerja kelompok, nih! Kita ketemuan sebentar lagi ya. Kutunggu di depan perpustakaan," lanjutnya lagi.

"Oke, Beib. Sayang kamu...," kata si Cowok Coklat mengakhiri pembicaraannya di ponsel.

Dasar pembohong! Kerja kelompok apaan? Jelas-jelas dia lagi nongkrong di kantin! Siapa pula yang dipanggilnya Beib? Aku yakin bukan Keira karena aku tahu sahabatku itu sedang mengikuti ekstrakurikuler sains. Tidak mungkin dia bisa menggunakan ponselnya saat sedang belajar.

Aku memutuskan diam-diam mengikuti si Cowok Coklat yang sedang berjalan ke perpustakaan. Aku ingin tahu siapa yang dipanggilnya Beib.

"Hai, Will! Di sini!" seru seorang perempuan dari depan perpustakaan. Aku tidak tahu siapa dia. Anak itu lumayan cantik. Tapi tentu saja Keira lebih cantik.

"Beib! Sudah selesai belajarnya?" tanya si Cowok Coklat.

"Iya, nih! Kamu sudah selesai kerja kelompoknya?" tanya anak itu.

"Beres! Aman! Yuk kita ke luar. Aku antar kamu ya, Beib?" kata si Cowok Coklat sambil menggandeng lengan anak perempuan itu.

"Iya, Sayang...," jawab si anak perempuan itu sambil tersipu.

'Oi! Oi! Beraninya kamu gandengan sama perempuan lain! Pakai acara sayang-sayang segala! Astaga! Aku nggak akan membiarkanmu!' seruku dalam hati. Aku mengejar si Cowok Coklat namun...

"William?"

Seseorang memanggil si Cowok Coklat dari belakangku. Aku menoleh. Keira. Dia melihat apa yang dilakukan pacarnya!

Keira berlari ke arah William. Tatapan matanya begitu tajam. Ia marah.

"Siapa ini? Kenapa kalian bergandengan tangan?" tanya Keira dengan nada tinggi.

"Eh, ini....," si Cowok Coklat gelagapan. Ia gugup.

"Aku pacarnya William. Kenapa? Memangnya orang pacaran nggak boleh gandengan tangan?" tanya si anak perempuan.

"Pacar? Apa maksudnya ini, Will? Jelaskan padaku!" seru Keira.

"Kamu ini siapa? Kenapa tanya-tanya gitu?" tanya si anak perempuan itu lagi.

"Aku pacarnya William! Kami jadian sekitar dua minggu yang lalu!" jawab Keira, masih dengan nada tinggi.

"Apa?? Apa maksudnya ini, Will? Kamu punya pacar lagi? Nggak cukup kamu selingkuhi aku bulan lalu sekarang kamu selingkuh lagi??" cecar si anak perempuan. Ia mendorong si Cowok Coklat sekuat tenaga lalu berlari meninggalkan kami semua sambil menangis.

Keira terdiam. Si Cowok Coklat hanya bisa menundukkan kepalanya.

 "Kita putus!" seru Keira. Ia pun lalu berlari meninggalkan si Cowok Coklat. Dan aku.

Aku mengejar Keira. "Kei! Tunggu!" Tapi Keira sepertinya tidak mendengarku. Atau, ia memang sengaja tidak mau mendengar panggilanku. Ia terus berlari sampai ke taman dekat rumah.

Saat Keira berhenti berlari, bahunya berguncang. Ia menangis.

"Aku kesal, Josh! Aku kecewa. Sakit sekali rasanya....," tangis Keira.

"Iya, Kei. Pasti sakit sekali rasanya. Menangislah. Nggak apa-apa. Tapi besok kamu harus kembali ceria ya," hiburku.

Keira mengangguk-angguk sambil menangis. "Kenapa ada orang seperti itu, Josh? Dia kok tega banget?"

"Entahlah.... Terkadang kita tidak tahu apa yang ada di pikiran orang," kataku. Lalu aku teringat Keira pernah bilang hobi si Cowok Coklat adalah berpetualang. Apakah itu termasuk berpetualang ke hati perempuan-perempuan? Ah, nggak bagus itu!

Sore itu, Keira menangis sejadi-jadinya. Setelah puas menangis di taman, aku mengajak Keira pulang. Aku mengantarnya sampai di depan pintu rumahnya.

Keesokan harinya Keira sakit. Ia tidak masuk sekolah. Aku tahu ia pasti tidak bisa tidur semalaman. Ia tampak lelah.

 "Apa yang bisa aku lakukan untuk menghiburmu?" tanyaku pada Keira.

Keira diam saja.

"Bagaimana kalau main tebak-tebakan?" tanyaku lagi.

Dia tetap diam.

"Bulan apa yang bikin kamu ceria dan tersenyum terus?" tanyaku.

Keira tidak menjawab.

"Bulan muda. Karena saat itu orang yang kerja dapat duit gaji," kataku, menjawab sendiri pertanyaanku.  

Jangankan tertawa, tersenyum saja dia tidak. Tebak-tebakanku memang nggak lucu, sih. Aku jadi ikut sedih melihat Keira yang seperti ini. Akhirnya aku ikut diam.

Keira memain-mainkan rambutnya sementara aku kembali mencari akal untuk membuatnya kembali ceria. Apa? Beliin coklat? Tapi nanti dia teringat pada si Cowok Coklat. Menyanyikan sebuah lagu? Suaraku cukup untuk membuat seluruh kaca di rumah ini retak. Membuatkan gambar lucu? Nggak bisa. Gambarku bahkan setara dengan gambaran anak TK.

Tiba-tiba terlintas sebuah ide. Kupikir ini saatnya aku menyatakan perasaanku padanya. Aku yakin aku cukup kompeten untuk menggantikan posisi si Cowok Coklat. Bukankah selama ini aku yang selalu ada saat Keira butuh teman curhat? Bukankah aku yang selalu menghiburnya di saat ia sedang kesepian? Keira butuh pengalih perhatian supaya tidak lagi memikirkan mantannya yang tidak setia itu.

"Kei...," bisikku.

Seperti tadi, ia diam saja. Namun aku akan melanjutkan perjuanganku. Bukankah hidup adalah perjuangan yang tiada hentinya? Jadi, begitulah yang akan aku lakukan. Aku tidak akan pernah berhenti berjuang agar wanita yang aku cintai ini kembali ceria.

"Kei.... Aku tahu bagaimana supaya kamu bisa melupakan si Cowok Coklat itu. Aku pikir kamu perlu pengalih perhatian. Maksudku pengganti."

Keira masih diam.

"Jadi... Setelah aku pertimbangkan.... Kurasa ada seseorang yang bisa menggantikan si Cowok Coklat itu."

Keira menatapku. Aku merasa sedikit berhasil walaupun dia masih diam.

"Aku rasa... Aku bisa menggantikan posisi dia. Maksudku... aku bisa jadi pa...."

"Josh!" sela Keira. Matanya melotot. Sejenak aku menjadi ciut.

"Iya?" tanyaku, pura-pura bodoh.

"Kamu kan tahu kamu nggak bakal mungkin bisa jadi pacarku!" seru Keira.

"Eh?" kataku, masih pura-pura nggak mengerti.

"Kamu itu bukan manusia, Josh! Kamu cuma arwah gentayangan yang tinggal di rumah sebelah. Kita nggak mungkin bisa jadian. Kamu kan tahu itu."

"Ahaha... Iya, aku tahu, kok," kataku. Malu sekali rasanya. Aku ingin menghilang saja tanpa pamit. Tapi aku tahu itu tidak sopan. Walaupun aku hantu, aku harus punya tata karma. Tidak boleh sembarangan datang dan pergi sesukanya.

"Maaf ya, Josh. Tapi aku berterima kasih banget karena kamu mau jadi teman curhatku. Kita cukup berteman saja, ya," bisik Keira.

Ah, iya. Aku memang bukan manusia. Aku hanyalah satu di antara sekian banyak makhluk halus yang bisa dilihat oleh Keira. Aku cukup beruntung karena ada manusia yang bisa melihatku dan mau menjadi sahabatku.

Cukup jadi teman saja.

Iya, aku harus sadar diri.

* * *

img-20171123-wa0000-5ed0890bd541df1c0319de62.jpg
img-20171123-wa0000-5ed0890bd541df1c0319de62.jpg
Tulisan ini tadinya diikutkan di Kompetisi Menulis Cerpen yang diadakan oleh LINE. Tapi nggak masuk kategori. Karena sayang dibuang jadi diunggah di sini saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun