Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017), Hipotimia (2021) dan Ruang Ambivalensi (2025). Aktif menulis artikel dan essai di berbagai platform digital dengan tema-tema psikologi, opini, politik dan kontemplasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Sebuah Pelajaran di Balik Kepergian Tanpa Perpisahan

8 Oktober 2025   05:47 Diperbarui: 8 Oktober 2025   20:27 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seorang Anak Kecil Sedang Duduk Sendirian. (Sumber Foto: pexels.com/JeswinThomas)

Ada beberapa jenis perasaan kehilangan. Ada rasa kehilangan yang keras kepala, yang menolak disembuhkan oleh waktu. Perasaan jenis ini, setiap kali diberikan trigger, seringkali masih akan membuat dada terasa sakit.

Namun ada juga kehilangan yang lembut, yang diam-diam berubah jadi kedewasaan.

Kita tidak lagi menangis karenanya, tapi mengangguk kecil saat mengingatnya, seolah berkata, “Ya, aku pernah memiliki sesuatu yang indah, dan kini ia sudah selesai.”

Pada titik itu, kita sudah berhenti mencari “mengapa”, tidak lagi mengulang-ulang tiap detik kronologi, dan berhenti berharap akan sebuah klarifikasi.

Sebab kita yang sudah di titik ini sadar bahwa sebagian dari kedamaian datang bukan dari jawaban yang gamblang, melainkan dari besarnya penerimaan. 

Bahwa tidak semua kehilangan harus dimengerti, cukup dirasakan, tapi tidak untuk selamanya. Dan tidak semua perpisahan harus diumumkan, tapi cukup disadari saja.

Dalam ilmu psikologi, ada sebuah konsep yang disebut closure. Konsep ini menjelaskan akan kebutuhan manusia untuk menutup sebuah ‘bab’ dalam hidupnya dengan tujuan agar ia bisa kembali melanjutkan hidup. Namun tentunya tidak semua pengalaman perpisahan memberi ruang untuk penutupan yang mudah semacam itu.

Tentunya ada kisah-kisah yang berhenti di tengah bab, meninggalkan kita menggantung di antara tanya dan ribuan kemungkinan.

Tapi tidak menutup kemungkinan jika kedewasaan sejati justru muncul ketika kita mampu melanjutkan hidup tanpa proses closure apa pun.

Belajarlah menerima bahwa tidak semua hal harus selesai dengan rapi. Kadang diam juga bisa menjadi penutup yang paling jujur dan paling bisa membuat semuanya terlihat seolah baik-baik saja.

Waktu, dengan caranya yang misterius, selalu tahu cara menyingkirkan orang yang tak lagi sejalan dengan perjalanan kita. Bukan karena mereka jahat, tapi karena kita sedang diarahkan untuk berjalan di jalan yang berbeda. Kadang, kehilangan bukanlah kutukan.

Sebenarnya ia hanya perubahan wujud dari kehadiran itu sendiri. Memang mereka tak lagi ada di depan mata, tapi bukankah kenangan dan jejak baiknya akan selalu menempel di hati kita? Jika memang orang itu baik untuk kita selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun