Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis

Penulis buku Pejuang Kenangan (2017), Hipotimia (2021) dan Ruang Ambivalensi (2025). Pemimpin Redaksi CV. TataKata Grafika. Aktif menulis artikel dan essai di berbagai platform digital.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sebuah Pelajaran di Balik Kepergian Tanpa Perpisahan

8 Oktober 2025   05:47 Diperbarui: 8 Oktober 2025   20:27 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seorang Anak Kecil Sedang Duduk Sendirian. (Sumber Foto: pexels.com/JeswinThomas)

Kalau kita mau jujur, sebenarnya dari sudut pandang orang lain, mungkin kita kita juga sering menjadi “orang yang pergi tanpa perpisahan” itu.

Mungkin itu terjadi tanpa kita sadari, saat kita meninggalkan tempat tinggal kita di masa kecil untuk ikut orang tua, resign dari tempat kerja yang lama, dan mungkin tiba-tiba harus mendadak pergi dari sebuah kota tempat dinas kita yang lama.

Tanpa sadar, kita pergi begitu saja, tanpa sempat menengok ke belakang dan memperhatikan apa atau siapa yang sudah kita tinggalkan tanpa berpamitan.

Bahkan di zaman serba digital seperti sekarang, menghilang tanpa jejak itu jauh lebih mudah lagi.

Cukup dengan kita mengganti nomor ponsel, mematikan semua akun sosmed, berhenti membalas pesan, atau sekadar mematikan fitur last seen di pengaturan sosmed kita.

Sampai pada titik ini kita harusnya sadar, bahwa kepergian tidak selalu didasari oleh kebencian, tapi karena kita tahu bahwa tidak semua hal harus diperjuangkan selamanya.

Ada masa di mana kepergian adalah bentuk pernyataan yang paling jujur, bahwa kita tak lagi bisa bertemu atau bersama-sama.

Menurut psikolog John Bowlby, manusia sejak kecil telah belajar membentuk sebuah attachment. Attachment ini biasanya berupa ikatan emosional yang membuat kita merasa nyaman dan aman jika kita dekat pada sesuatu atau seseorang.

Karena itu, setiap kali kita harus menghadapi kepergian tanpa perpisahan, itu akan terasa sangat mengguncang. Bukan hanya kita akan kehilangan kehadiran seseorang, tapi juga kehilangan ‘rasa aman’ yang sudah terlanjur kita lekatkan padanya.

Itu sebabnya, sebenarnya banyak dari kita tidak benar-benar berduka karena orangnya, tapi karena sensasi hilang pegangan yang ditinggalkan.

Kita tidak tahu harus menaruh perasaan aman itu di mana lagi. Dan di situlah yang sering kita sebut sebagai ‘perasaan yang kosong’ itu tumbuh. Sunyi, tapi begitu nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun