Pernyataan terbaru dari Bank Dunia menyatakan bahwa Indonesia mencatat rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 9,1% pada 2021---terburuk di antara negara-negara ASEAN. Bahkan Kamboja mencatat 18%. Ini bukan sekadar soal angka, tapi sinyal serius soal lemahnya fondasi fiskal negara kita.
Perlu diketahui bahwa negara yang kuat bukan diukur dari seberapa besar utangnya, melainkan dari seberapa mandiri ia membiayai dirinya sendiri. Dan apabila penerimaan negara bergantung pada sektor yang sempit dan kepatuhan yang rendah, maka sama saja halnya dengan kita sedang membangun istana di atas pasir.
Bank Dunia memperkirakan potensi kerugian Indonesia akibat celah pajak mencapai Rp944 triliun hanya dalam waktu lima tahun. Hal ini terjadi karena banyak masalah mendasar yang hingga saat ini tak kunjung dibenahi: sistem pelaporan yang belum efisien, ekonomi informal yang tidak terjangkau, dan kebijakan pajak yang tak cukup progresif. Kita terlalu lama mentoleransi status quo ini.
Ironisnya, saat belanja negara terus meningkat untuk infrastruktur dan bantuan sosial, penerimaan pajak justru tertinggal. Padahal, kemampuan fiskal adalah kunci dalam menjaga keberlanjutan pembangunan dan perlindungan sosial jangka panjang. Tanpa pembenahan serius, kita sedang mewariskan bom waktu fiskal kepada generasi berikutnya.
Langkah-langkah seperti Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan digitalisasi lewat program Coretax memang patut diapresiasi. Namun, efektivitasnya masih harus diuji dalam praktik. Apakah kebijakan ini benar-benar memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan, atau sekadar menambah beban bagi mereka yang sudah taat?
Pajak bukanlah sebatas urusan teknis, tetapi juga urusan kepercayaan. Masyarakat baru akan patuh jika merasa uang pajaknya dikelola dengan transparan dan adil. Maka, perbaikan penerimaan pajak juga harus dibarengi dengan reformasi anggaran dan tata kelola supaya negara benar-benar hadir, bukan hanya sekadar menagih.
Peringatan Bank Dunia seharusnya tak dianggap kritik biasa, tetapi ini merupakan panggilan untuk berbenah. apabila kita gagal dalam memperkuat fondasi fiskal hari ini, maka semua ambisi pembangunan dari Ibu Kota Nusantara hingga transformasi digital---akan runtuh sebelum terbangun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI