Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Fiksi Horor | Basement Angker Nomor 4

6 September 2019   17:30 Diperbarui: 6 September 2019   17:39 1280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by wallpaperplay.com

Laki-laki berkacamata yang beberapa jam lalu membeli sepatu di toko kini tergeletak tidak berdaya di tempat yang gelap itu. Ada sedikit luka pada wajah dan beberapa bagian tubuhnya. Akhirnya kami bertiga membawanya masuk ke lift, satu-satunya tempat bercahaya di Basement nomor 4 ini.

***

Ada sesuatu yang lebih buruk terjadi. Lift sama sekali tidak bisa digunakan. Pintunya terbuka tanpa mau tertutup meski aku sudah menekan tombol berkali-kali. Untungnya lampu menyala, tapi tetap saja memberikan suasana mencekam ketika melihat ke sekeliling yang gelap gulita.

Danar, laki-laki berkacamata yang sekarang sudah bisa diajak bicara itu kini mulai bercerita. Ia menyimpan kendaraannya di Basement nomor 3, namun lift justru bergerak ke Basement nomor 4. Sama seperti aku, semua tombol sudah ditekan, tapi hasilnya nihil.

"Aku memutuskan keluar dari lift. Suasana sangat gelap sampai akhirnya aku pake flash hp sebagai penerangan. Gak lama setelah itu seperti ada sesuatu menabrak. Hp jatuh. Pas mau ngambil, jutsru aku terhempas bahkan sampai berkali-kali."

"Dan kamu pingsan?" tanya Sintia.

"Begitulah. Aku nggak begitu ingat sampai akhirnya ada kalian di sini."

Kami berempat duduk di tempat yang tidak luas itu sambil memikirkan bagaimana cara keluar dari sini. Satu-satunya tangga darurat yang bisa digunakan pun ada di ujung. Bisa saja kami ke sana dengan waktu tidak lebih dari satu menit. Tapi kejadian Danar barusan serta keadaan gelap gulita ini membuat semuanya sama-sama takut.

"Fil, coba cek sinyal hp kamu deh. Masih kosong?" tanya Bayu yang sudah mengatakan hal ini tiga kali.

"Kalau bisa, dari tadi udah dicoba lah," jawabku ketus.

"Sama sekali nggak ada sinyal di sini. Di B2 aja jaringannya 3G," kata Sintia masih memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis. Aku berusaha menenangkan, tapi ia hanya tersenyum paksa. "Kita teriak pun nggak akan ada gunanya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun