Hatinya mulai gelisah, takut Tari sudah mulai mengantuk dan akhirnya tertidur.
Ia merogoh tas di balik jas hujannya dan mengambil handphone dari dalamnya, memeriksa apakah ada pesan yang dikirim, tapi ternyata tidak ada sama sekali. Akhirnya ia memutuskan mencari di daerah yang lebih jauh.
Hujan turun semakin deras sementara kilat sesekali memancar. Jalanan sudah mulai sepi dari arus lalu lintas.
Danang memutar ke daerah perumahan seberang tempat tinggalnya. Biasanya di sana banyak sekali orang berjualan, pikirnya.
Sesampainya di sana, ia hanya melihat deretan ruko yang tertutup rapat. Hanya ada satu tukang gorengan yang menjajakan makanannya di dekat salah satu ruko yang tutup. Tidak putus asa, Danang kembali menyusuri jalanan dan berbelok menjauhi daerah perumahan tersebut.
Kembali pikirannya menerawang jauh, mengingat masa masa pacaran dulu. Sate adalah makanan favorit Tari dan hampir setiap malam minggu ketika Danang menjemput Tari untuk pergi bersama, pasti akan berakhir di warung sate.
Saat itu adalah masa masa terindah dalam hidup Danang
Satu ketika, sesudah kurang lebih setahun mereka berpacaran, ia berkeinginan melamar Tari, dan ketika ia mengutarakan maksud hatinya tersebut , gadis itu sedikit terhenyak.
"Kamu serius mas?, " tanya Tari saat itu
"Seriuslah, masa aku bercanda", jawab Danang sedikit kesal
Tari terdiam sejenak, tampak memikirkan sesuatu sebelum akhirnya ia menerangkan bahwa ayahnya tidak suka ia berpacaran dengan Danang yang hanya lulusan SMA dan punya profesi sebagai sopir.