Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kalau Tidak Mau Jadi Uka-Uka, Ikuti Ritual Ini Saat Bermedsos

12 September 2016   23:21 Diperbarui: 17 Januari 2024   18:15 2479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://twitter.com/estiningsihdwi/media

Ternyata, kata 'juga' pada kalimat terakhir dihilangkan. Dengan demikian, isinya menjadi, “Warung-warung tidak perlu dipaksa tutup. Kita harus hormati hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang puasa.”

Hanya satu kata yang dihilangkan, tetapi maknanya menjadi jauh berbeda. Sebab tanpa kata 'juga', kicauan Lukman itu berarti menyuruh umat Islam yang berpuasa untuk menghormati mereka yang tidak berpuasa. Tetapi, dengan kata 'juga' yang dalam KBBI bermakna 'saling', maka kicauan Lukman itu berarti mengingatkan umat Islam yang berpuasa dan pemeluk agama lain untuk saling menghormati.

Dan, sekalipun Lukman telah meluruskannya lewat tagar #ubahtwit pada 8 Juni 2015 dan sejumlah media seperti KOMPAS.com pun telah mempublikasinya, tetapi kecaman dan hujatan yang dialamatkan kepadanya tidak juga menyurut. Bahkan, seminggu setelah #ubahtwit dicicitcuitkan, Mahfudz Siddiq yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR RI masih saja mendesak Menag untuk meminta maaf.

“Seperti pernyataan menteri agama yang meminta umat Islam yang akan berpuasa untuk bertoleransi kepada masyarakat lain yang tidak berpuasa. Ini menurut saya di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini, di mana masyarakat akan mudah marah, kurang bijak dan oleh karena itu ke depan hal-hal seperti ini sebaiknya dihindari,” ujar Mahfudz di Jakarta, Minggu (14/6).

“Kalau mencermati reaksi umat, mestinya Menag segera minta maaf, agar memasuki ramadan, umat menjadi lapang dan tidak merasa marah. Mudah-mudahan itu hanya kesalahan lidah saja,” tandasnya seperti yang dikutip oleh Tribunnews.com.

Apakah Mahfudz tidak melihat langsung twitt asli Lukman? Apakah saat mendesak Menag meminta maaf Mahfudz belum mengetahui penjelasan Lukman lewat tagar #ubahtwit? Ataukah Mahfudz dengan sengaja dan kesadaran penuh ingin terus memanasi situasi untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah, Lukman secara pribadi, dan non-muslim?

Enam bulan sebelumnya, sebuah foto yang pertama kali diunggah oleh akun Twitter @estiningsihdwidan akun Facebook Dwi Estiningsih menghebohkan lini masa. Menurut pengunggahnya, selembar kertas yang ada dalam foto itu berisikan persyaratan penerimaan calon pegawai di sebuah BUMN pada tahun 2014. “Tato boleh. Kutek boleh. Rambut disemir juga boleh. Jilbab syar’i lewat...” begitu cecuit @estiningsihdwi yang menyertai unggahan fotonya.

Kehebohan di medsos itu pun kemudian merembet ke media arus utama. Sejumlah situs berita online memberitakannya lengkap dengan komentar sejumlah tokoh penting, termasuk politisi Senayan Hidayat Nur Wahid (HNW). Wakil Ketua MPR itu mendesak Menteri BUMN Rini Soemarno mengklarifikasinya.

“Harus diklarifikasi, apa benar ada pelarangan seperti itu?” kata HNW di Komplek Parlemen, Senayan pada 17 Desember 2014. “Apa relevasi larangan jilbab, janggut, dan celana dalam bekerja,” pungkasnya seperti yang dikutip Republika.co.id.

Beruntung Indonesia memiliki Kompasiana. Lewat blog keroyokan ini, ditayangkan sebuah artikel yang menunjukkan banyaknya kejanggalan pada foto yang menghebohkan tersebut. Di antaranya, ”Tidak janggut (khusus laki-laki”, “Kumis Rapi (laki-laki”, dan ini yang paling konyol “Jerawat tidak menetap dan tidak bany...”.

Sumber: https://twitter.com/estiningsihdwi/media
Sumber: https://twitter.com/estiningsihdwi/media
Melihat dari banyaknya kekonyolan pada persyaratan penerimaan calon pegawai di sebuah BUMN itu, kertas yang difoto itu hanyalah parodi belaka. Dan sepertinya kedua akun pengunggah foto tersebut pun bukan yang memotretnya. Ini bisa terlihat dari tidak adanya foto lain yang diunggahnya. Fotonya hanya itu-itu saja. Sudut pengambilan (angle) fotonya pun hanya itu-itu juga. Artinya, patut diduga kalau pemilik kedua akun itu hanya menerima kiriman foto 'parodi persyaratan penerimaan calon pegawai BUMN', lantas dengan motif tertentu ia men-share-kannya di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun