Mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris
Para kandidat presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2024 nanti mesti bisa berkomunikasi dalam Bahasa Inggris secara aktif. Ini agar pergaulan dengan pemimpin bangsa lain dapat lebih efektif dan agar Indonesia lebih disegani oleh bangsa lain.
Kemampuan bahasa asing lain seperti Bahasa Perancis, Bahasa Arab atau Bahasa Mandarin adalah nilai plus. Akan tetapi kemampuan berbahasa Inggris menurut saya mandatory alias wajib.
Negara Indonesia saat ini punya sejumlah peran penting dan strategis di kancah internasional. Salah satunya menjadi anggota G20 atau Group of Twenty, sebuah forum kerjasama multilateral antar negara-negara dengan perekonomian besar di dunia. Atas peran pentingnya di G20, Indonesia didapuk menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 Â ke-17 yang berlangsung di Bali 15-16 November 2022 (sumber: Kompas.com)
Indonesia juga menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengemban misi memelihara perdamaian dunia. Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia baru saja menerima tongkat kepemimpinan menjadi Ketua ASEAN 2023 (sumber: Sekretariat Kabinet RI).
Begitu banyaknya peran Indonesia di level global dan semua peran yang diemban penting, pastinya terjadi dinamika geopolitik yang juga mesti diantisipasi dan disikapi secara cepat. Oleh karena itu kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris sangat penting buat para pemimpin negeri kita nanti.
Tidak mendukung politik identitas
Siapapun tidak akan berdusta tentang situasi politik tanah air di Pilpres 2019 yang kental nuansa politik identitas. Pada waktu itu terjadi polarisasi yang membuat masyarakat terbelah.
Suasana pada waktu itu sangat mengganggu keharmonisan dan ketenangan hidup sehari-hari. Terasa getir, tetapi menjadi lesson learned bahwa politik identitas tidak membawa kebaikan bersama bagi masyarakat Indonesia yang jamak ini.
Mungkin ada yang pernah mengalami perselisihan dengan teman sekolah, teman kampus, teman kantor, bahkan tetangga dan keluarga gegara perbedaan pandangan dan dukungan. Oleh karena taklid buta, yang dibumbui dengan hoax alias kabar dusta, cukup menstimulasi adanya perang kata-kata yang berujung pada kebencian antara sesama di dunia nyata.
Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja, dalam FGD Seminar Nasional Lemhannas RI tentang Tantangan Pemilu 2024 di Jakarta yang diadakan pada Juni 2022 lalu, memprediksi bahwa politik identitas akan dipakai sebagai serangan terhadap parpol atau kepentingan politik tertentu. Untuk mmenghadapinya, Bawaslu memiliki strategi tertentu antara lain, pendekatan kelompok masyarakat, menyiapkan buku ceramah enam agama yang berhubungan pemilu dan menolak politisasi SARA, intellegence media management, dan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). (sumber: Bawaslu)