Mohon tunggu...
Garvin Goei
Garvin Goei Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Akademisi, Penyuka Budaya

Penulis buku Psikologi Positif yang diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2021. Pengelola akun instagram @cerdasmental.id. Selain psikologi, suka mempelajari budaya dan mencoba makanan baru.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengenal Overthinking dan Cara Mengatasinya

12 November 2022   12:42 Diperbarui: 12 November 2022   13:09 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar:  https://pixabay.com/photos/girl-woman-female-ginger-red-6920633/

Beberapa hari yang lalu, ada yang mengirim pesan ke akun Instagram saya, yang kurang lebih bunyinya sebagai berikut:

"Bagaimana cara mengatasi overthinking?"

Berhubung saya sedang sangat sibuk dengan pekerjaan beberapa hari itu, saya hanya membaca pesan tanpa membalasnya. Maksud saya, karena pertanyaan ini sulit dan tidak bisa dijawab secara singkat, saya mau menunggu saya agak santai dulu baru membalas. Tapi beberapa hari kemudian, setelah saya cari kembali, ternyata pesan tersebut sudah dihapus oleh pengirimnya.

Sebagai cara untuk memaafkan diri sendiri, saya akan menulis tentang overthinking dan cara mengatasinya.

Overthinking, sesuai dengan namanya, merupakan pemikiran yang berlebihan tentang suatu hal. Biasanya kita memikirkannya terus-menerus dan disertai dengan emosi yang negatif, seperti cemas atau menyesal. Overthinking membuat kita tidak produktif, dan lebih berfokus pada masalah daripada solusi; oleh sebab itu, overthinking tergolong merugikan dan tidak bermanfaat.

Overthinking sering dialami oleh sebagian besar orang, dan Anda tidak serta-merta mengalami gangguan mental bila sedang overthinking (banyak orang yang datang kepada saya dan bertanya, "Apakah saya mengalami gangguan jiwa? Sebab saya sering overthinking"). Tetapi overthinking yang sangat parah dapat menyebabkan gangguan kecemasan, bahkan depresi. Maka dari itulah kita perlu belajar untuk menanganinya.

Mengenali Overthinking

Kita bisa mengenali bahwa diri sedang overthinking jika kita telah menghabiskan terlalu banyak waktu untuk memikirkan kejadian di masa lalu, atau mengkhawatirkan masa depan, atau menimbang-nimbang pilihan yang harus diambil. Selain itu, jika kita terus-menerus membayangkan hal-hal buruk dari sebuah situasi, ini juga bisa menjadi indikasi bahwa kita sedang overthinking.

Overthinking berasal dari pemikiran atau pemaknaan yang tidak rasional dari sebuah situasi. Aaron Beck, penemu metode Cognitive Behavioral Therapy, menyebut pemikiran dan pemaknaan yang tidak rasional ini sebagai "cognitive distortions" (distorsi kognitif), dan distorsi ini yang membuat kita memandang situasi dengan cara yang buruk, tidak akurat, dan memicu permasalahan psikologis.

Ada beberapa jenis distorsi dalam pemikiran yang membuat kita overthinking, yaitu:

1. Berpikir hitam putih: yakni sebuah cara berpikir bahwa hanya ada dua kemungkinan di dunia ini, yakni berhasil-gagal, hitam-putih, atau bisa-tidak bisa. Contohnya, seorang wanita yang sedang diet menyantap segelas kecil es krim. Setelah itu ia merasa sangat bersalah dan terus-menerus berpikir bahwa ia sudah menggagalkan upaya dietnya yang telah ia jalani berminggu-minggu.

2. Membaca pikiran: menerka-nerka isi pikiran orang lain tanpa melakukan validasi. Misalnya ketika kita mengirimkan laporan kepada atasan di kantor dan atasan hanya mengucapkan terima kasih dengan nada yang datar. Setelah itu kita terus-menerus berpikir bahwa atasan merasa kecewa dengan laporan yang kita buat dan menyalahkan diri sendiri.

3. Berpikir bencana: yakni terus-menerus memikirkan sebuah kemungkinan terburuk dari kejadian. Misalnya, seorang mahasiswa yang besok akan mengikuti ujian akhir. Meskipun sudah belajar, ia terus-menerus berpikir bahwa ia bisa gagal bila tidak dapat menjawab pertanyaan penguji, dan pemikiran itu membuat ia tidak bisa tidur.

4. Generalisasi berlebih: memukul rata simpulan dari sebuah kejadian ke kejadian-kejadian lain tanpa melihat situasi dan konteks. Misalnya, seorang siswa pernah gagal dalam ujian matematika; ia kemudian menyimpulkan bahwa ia sangat buruk dalam pelajaran berhitung dan selalu ketakutan bila harus belajar matematika.

Keempat contoh di atas hanyalah beberapa jenis distorsi kognitif yang menyebabkan overthinking yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari, dan masih ada banyak lagi jenis lainnya. Perlu kita catat, dasar dari overthinking dan distorsi kognitif ini adalah penilaian atau pemikiran yang keliru / tidak rasional tentang sebuah situasi.

Lalu bagaimana solusinya?

Cara Mengatasi Overthinking

1. Sadari pemikiran tidak rasional yang muncul

Inilah alasannya saya menyebutkan jenis-jenis pemikiran tidak rasional (distorsi kognitif) di atas. Setelah kita mengenalinya, kita akan lebih mudah menyadari ketika pemikiran tidak rasional itu muncul dan membuat kita overthinking. Setiap kecemasan berlebih muncul, tanyakan kepada diri sendiri, "Pemikiran ini rasional atau tidak rasional? Apa buktinya?"

Kita akan lebih mudah menyadari pemikiran kita bila kita juga rutin berlatih mindfulness (berkesadaran penuh). Luangkan waktu untuk bermeditasi setiap hari. Cari ruangan tenang, duduk (boleh bersila atau di atas kursi, tetapi umumnya bersila), pejamkan mata, lalu sadari napas yang keluar dan masuk tanpa dibuat-buat.

Dalam bermeditasi, durasi bukan hal yang  terpenting, yang lebih penting adalah kualitasnya. Bagi pemula, silakan mulai dengan senyaman mungkin, 10-15 menit meditasi tidak masalah, toh setelah terbiasa bermeditasi, kita bisa meningkatkan durasinya secara perlahan.

Berlatih mindfulness akan membiasakan pikiran kita untuk menyadari gerak pikiran yang halus ini, dan kita juga akan lebih mudah untuk mengambil jeda setiap pikiran kita bereaksi dengan suatu kejadian.

2. Lakukan positive reframing

Reframing merupakan membingkai ulang suatu kejadian, atau kata lain yang lebih umum, menilai suatu kejadian dari perspektif lain.

Pertama-tama, mohon bedakan positive reframing dengan toxic positivity. Toxic positivity adalah memaksakan diri untuk berpikir positif tanpa memedulikan betapa sulit situasinya, dan positive reframing tidak mengajarkan itu.

Positive reframing dapat dilakukan dengan menyadari hal negatif yang sedang muncul, kemudian kita belajar untuk melihat sisi positif dari kejadian yang sebelumnya tidak kita perhitungkan.

Misalnya ketika atasan di kantor memberikan kita tugas yang lebih banyak dibanding rekan kerja yang lain. Kita punya pilihan untuk mengeluh, tetapi mengeluh tidak akan membuat pekerjaan kita berkurang. Kita bisa bingkai ulang kejadian ini dengan pemikiran, "Oh, mungkin bos percaya bahwa aku bisa mengerjakan lebih dibanding karyawan yang lain, ini artinya kesempatan bagiku untuk belajar lebih."

(Mungkin ada pembaca yang dalam hati bergumam, "Ah, itu lagi dimanfaatkan oleh kantor!" Bisa jadi. Tapi lagi-lagi, apakah dengan mengeluh, pekerjaan menjadi berkurang? Mungkin ada lagi yang bergumam, "Resign saja, jangan mau kerja di kantor seperti itu!" Boleh saja, tetapi resign sebelum mendapatkan pekerjaan baru juga bukan keputusan yang terbaik karena bisa mengganggu arus pendapatan kita. Silakan pelan-pelan mencari tempat kerja baru, sambil menyelesaikan tanggung jawab terakhir kita; dan lagi-lagi, kalau kita berhasil menyelesaikannya, pencapaian ini bisa kita cantumkan ke CV kita untuk mendapatkan peluang kerja yang lebih baik)

Positive reframing juga bisa dilakukan ketika kita menyerahkan laporan kepada atasan, tetapi atasan kita menerimanya dengan ekspresi datar. Mungkin kita overthinking, "Bos tidak mengucapkan terima kasih sama sekali, apakah pekerjaanku buruk? Apakah aku akan dinilai jelek?" Bila tidak ada bukti sama sekali bahwa pekerjaan kita buruk, mengapa tidak kita reframe dengan, "Mungkin beliau sedang ada pikiran karena urusan lain, tidak ada sangkut pautnya dengan hasil pekerjaanku."

Banyak cara untuk overthinking, tetapi banyak cara juga untuk tidak overthinking.

3. Cari pengalihan

Metode ini sederhana tetapi sangat efektif. Mengapa kita tidak coba cari pengalihan saja ketika sedang overthink?

Ketika pikiran kita sedang tidak karuan tentang pekerjaan, mengapa harus "dibawa pulang" ke rumah dan merusak suasana di rumah? Mengapa tidak alihkan perhatian dengan bermain bersama anak, atau memasak bersama dengan pasangan?

Ketika pikiran sedang tidak karuan tentang ujian besok pagi (padahal sudah belajar), mengapa tidak dialihkan saja? Jika besok pagi ada ujian dan saat ini sudah larut malam, yang lebih kita butuhkan adalah relaksasi dan beristirahat. Mungkin cari pengalihan dengan mendengarkan lagu sejenak, kemudian pergi tidur adalah solusi yang terbaik.

Overthinking terjadi karena kita berfokus kepada masalah terus-menerus sehingga kita stuck dan tidak mampu memikirkan solusinya. Cobalah untuk sedikit mencari pengalihan. Setelah sudah lebih rileks, otak kita akan lebih mampu mencari solusi.

Penutup

Ketiga cara di atas merupakan cara menghadapi overthinking yang sering saya gunakan. Cara-cara tersebut bisa jadi efektif bagi Anda, bisa jadi tidak. Mungkin ada yang lebih cocok menggunakan cara pada nomor 1 dan nomor 2, sedangkan orang lain lebih cocok menggunakan cara nomor 2 dan nomor 3. Tidak ada yang salah dan benar, eksplorasi saja teknik-teknik tersebut.

Ingatlah bahwa overthinking seringkali terjadi hanya karena penilaian kita yang keliru. Belajar rileks dan berpikir lebih jernih akan sangat membantu kita menghadapi overthinking.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun