Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Apakah Kontes Indonesia's Top Model Berani Menerima Perbedaan Seperti di Jerman?

14 Februari 2021   05:41 Diperbarui: 14 Februari 2021   05:59 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nggak heran kalau ada koran atau majalah yang memuat lowongan kerja, disebutkan persyaratannya adalah M (Mnnlich = laki-laki), W (Weiblich = perempuan) atau D (Diverse, yang tidak termasuk dari keduanya).

Jerman memang mayoritas penduduknya memeluk Katolik Roma, kelompok yang sangat memegang tradisi dan agama dari nenek moyangnya. Namun dalam perkembangannya, negara sosis ini semakin terbuka dan menerima kehadiran mereka. Untuk saat ini masih mustahil di Indonesia karena negara kita berbeda dan berhak menentukan ciri khasnya.

Pengungsi, jangan dibully

Dari fisik, kita beralih ke masalah psikis.

Saya sudah sering cerita ya, bahwa demografi Jerman itu timpang. Lebih banyak lansia daripada generasi muda, sedangkan perkiraan jumlah kelahirannya tidak seperti yang diharapkan. Maka dari itu, Jerman memiliki keputusan politik yang menerima para pengungsi dari negara konflik seperti Suriah, Irak dan sejenisnya. Supaya kemudian hari, generasi  mereka mampu menyokong negara dengan bekerja dan membayar pajak supaya negara bisa membayar pensiun lansia yang jumlahnya banyak. Ingat tante suami saya yang kemarin baru ultah ke -99, ia bukan satu-satunya di Jerman yang mampu melewati usia langka di negara kita itu.

Makanya, nggak heran kalau di Jerman dari tahun ke tahun semakin banyak pengungsi yang berduyun-duyun antri masuk. Yang sudah bertahun-tahun berada di Jerman, mereka mencoba beradaptasi, mengadu nasib yang lebih baik daripada reruntuhan dan bombardir bom yang meluluhlantakkan negara dan menyisakan bangkai, darah dan tangis.

Soulin, 20 tahun dari Suriah menjadi peserta GNTM pertama yang memberanikan diri untuk mengikuti kompetisi bergengsi para gadis Jerman ini.

Ia cerita bahwa mengungsi ke Jerman di usia belasan tahun. Waktu itu adalah masa yang susah. Perjalanan panjanga dari Suriah ke Jerman dengan kapal, terombang-ambing oleh ombak besar yang bisa saja merenggut nyawa. Tinggal di camp penampungan seperti tenda bencana, sampai ke tempat penampungan yang lebih layak huni.

Penerimaan masyarakat waktu itu belum seperti sekarang. Cemoohan dan bully diterimanya.  Beruntung ia dan keluarganya berhasil melewati masa-masa sulit dan membuktikan bahwa mereka bisa mendapat kesempatan yang sama dan tidak menyia-nyiakannya.

Dengan penampilan tubuh yang menjulang dan wajah yang khas bukan Eropa, menjadi daya tarik tersendiri. Ditambahkannya, ia juga rajin olahraga. Itu barangkali yang membuat tubuhnya bagus dan fit. Kita lihat saja apakah ia mampu melewati babak berikutnya?

Dari keikutsertaannya, ini membuktikan bahwa pengungsi atau di Jerman disebut "Fluechtlinge", bukan kelas dua. Mereka punya hak dan kewajiban yang sama di negara yang memiliki 16 negara bagian itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun