Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Apakah Kontes Indonesia's Top Model Berani Menerima Perbedaan Seperti di Jerman?

14 Februari 2021   05:41 Diperbarui: 14 Februari 2021   05:59 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Buk, malam ini anak-anak mau nonton Germany's Next Top Model" Suami mendekat.

"Nggak bisa! Besok sekolah online. Anak-anak harus bangun pagi. Aku yang repot banguninnya. Mana kalau pagi mukanya anak-anak pada serem karena ngantuk nggak mau dibangunin." Protes saya.

Program GNTM ini sudah dari dulu waktu anak-anak TK kami tonton bersama, tapi tidak pada hari Kamis, melainkan rekaman ulang hari Jumatnya di stasiun yang lain.

Idih, saya galak banget seperti Singa, tapi nggak tega melihat mata para gadis yang memelas minta diizinkan untuk menonton bersama kami. Ya, udah, luluh, alasan kuatnya nambah; salah satu kontestan adalah teman dari anak-anak kami. Hanya sekali saya bertemu dia berkunjung ke rumah kami. Kala itu, penampilannya berbeda dengan apa yang saya lihat di instagram, di mana ia memiliki 20.000 "follower." Sederhana tapi ramah sekali. Kata anak-anak, ia berteman baik dengan Toni, peserta GNTM berkulit gelap yang memenangkan episode terdahulu. Wah, seru, pandai bergaul. Bagus itu, teruskan!

Semampai, semeter tak sampai

Ya. Maria Sophie namanya.  Gadis umur 19 tahun yang baru saja menyelesaikan "Ausbildung" jurusan Wisata yang tinggal di Konstanz. Perempuan blaster Jerman-Italia itu hanya memiliki tinggi badan 1,55, tapi jangan tanya PD nya. Luar biasa! Tato dia punya, piercing dia ada, rambut ungu? Menyala! Pokoknya, palugada, deh. Apa lu mau, dia ada....

Mengapa Maria nyungsang di GNTM? Ia nekat ikut episode ke-16 GNTM karena merasa di negara Republik Jerman ini tidak ada diskriminasi terhadap orang yang ingin menunjukkan bakat minatnya. Menurutnya setiap orang tidak boleh merasa takut melakukan apa yang ia mau, kalau ia bisa.

Iapun diterima tim GNTM untuk ikut babak pertama. Nggak ada yang nglarang, kok. Kalau dilarang pasti ia tidak dipanggil waktu melamar online dan nggak bakal mejeng di depan kamera TV yang disaksikan orang se-Jerman bahkan sedunia.

Pada penyisihan ke babak kedua, ia baru "ditendang", meski tanpa alasan yang jelas dari Heidy Klum salah satu dari tiga juri  (termasuk desainer Manfred Thiery Mugler) yang hadir malam itu. Kita pasti bisa menebak. Lha, mana ada top model di bawah 1,7 m? Dengan memakai hak tinggipun, ia tidak akan bisa menyamai kandidat lain. Karena nggak mungkin ia pakai sepatu 30 cm seperti egrang lantaran model lain juga pakai sepatu tinggi minimal 15 cm.

Maria bukan satu-satunya yang disingkirkan dari GNTM babak pertama. Ada 5 orang lainnya yang pulang ke rumah. Padahal waktu komplit ada 31 peserta. Semua teman dekatnya memeluknya dengan mesra. Kecewa, pintu tertutup rapat untuk gadis pemberani ini.

Dari penampilan Maria yang menggetarkan hati ini, membuat saya menggelengkan kepala. Lah iya, di Indonesia mana ada peserta Indonesia's Top Model yang boleh masuk penyisihan babak pertama dengan penampilan semampai?

Semeter tak sampai, julukan orang yang bertubuh pendek di tanah air. Mengapa di Jerman bisa? Bukankah di Indonesia banyak gadis berbakat di bawah 1,7 m?

Ah, Indonesia ... saya jadi ingat, kisah saya ikut tes kapal SEAP di  mana menang di semua tes dan hanya gagal di ujian ketinggian karena saya hanya 1,5m.

"Coba sepatu haknya dilepas ..." Kata mas juri berkacamata itu.

"Mati, dah, nggak jadi naik kapal keliling 7 negara ASEAN." Saya ngakak dan berjanji bahwa saya harus keliling dunia meski badan semampai.

Tapi ya, sutralah, memang ketentuan dari Lembaga; 1,65 m. Kalaulah pintar otaknya, jikalah pandai berdiplomasi, andailah mahir di bidang seni, ketika cakap berbahasa asing, semua itu tidak berlaku! Ke laut aje ....

Apa hikmahnya? Dalam hidup ini, saya harus mencari kesempatan apapun, di mana urusan tinggi badan bukan menjadi prasyaratnya. Tuhan menciptakan segala kelebihan pada setiap manusia. Kalau ada kekurangannya, gunakan keuntungan yang didapat. Pasti bisa. Percayalah. Jemput bola! Eaaaa ...

Bisu pun boleh ikut kontes

Dari soal tinggi badan, kita beralih ke soal keterbatasan panca indera; mata, hidung, telinga, mulut dan kulit.

Di Jerman, mereka yang memiliki keterbatasan saat lahir akan mendapat sokongan dari pemerintah. Banyak fasilitas yang diberikan dan tentu masyarakat memberikan ruang bagi mereka. Ini bagus dan wajib ditiru negara RI.

Sepertihalnya GNTM. Lembaga itu tak hanya mengizinkan gadis "semeter tak sampai" kayak saya untuk ikut, yang bisu pun boleeeeeh. Kurang apa?

Adalah Maria dari Flensburg. Gadis cantik berambut pirang itu terlahir bisu dan tuli. Ayah dan ibunya juga begitu. Katanya ia adalah generasi ketiga yang bisu.

Untuk berkomunikasi, ia belajar bahasa isyarat sejak kecil. Kini, pacarnya pun juga belajar bahasa yang sama untuk membina hubungan cinta. Katanya, jika orang-orang di sekitarnya bicara pelan-pelan, ia bisa membaca bibir lawan bicaranya dan mengerti apa yang dimaksud.

Baru kali ini ada peserta bisu yang ikut serta dan didampingi "Dolmetscher" atau orang yang secara suka rela sebagai penerjemah. Kekuatan dari dalam yang membuat Maria percaya juga datang tak hanya dari dirinya tapi juga dari dukungan keluarga.

Bahkan dukungan teman-teman peserta GNTM semakin membuatnya percaya diri. Mereka banyak belajar tentang bahasa isyarat selama karantina, seperti cara bertepuk tangan bukan dengan menepukkan kedua tangan, melainkan mengangkat tangan dan menggerakkan jari-jari di samping kanan dan kiri. Mirip seperti salah satu gerakan tari kelinci.

Kesedihan menyelimuti penyisihan babak pertama. Beberapa peserta kecewa mengapa Maria tidak terjaring ke babak kedua.

Tidak, ia tidak sedih karena masih banyak cita-cita lain yang ingin ia raih. Tidak lolos GNTM bukan berarti runtuhnya langit.

Yang gemuk bisa lenggak-lenggok

Masih soal raga.

Jika ada di antara kalian yang tidak PD dengan berat badan berlebihan. Silakan menengok Dascha (20) dan Larissa (22) dari Dachim.  Mereka itu adalah dua peserta yang sangat optimis melaju babak demi babak dalam GNTM.

Dalam episode sebelumnya sudah ada gadis gemuk yang ikut. Orang Jerman menyebutnya "Kurve", ada lekuk-lekuk yang terlihat berlebih di sana-sini mulai dari dada, pinggang, pantat sampai betis. Ukurannya besar. Jadi bukan kerempeng atau langsing seperti kebanyakan model. Tidak.

Di Jerman sebenarnya sudah banyak toko yang menjual baju khusus untuk orang yang tubuhnya ekstra. Jadi tetap ada model yang dibutuhkan untuk promosi dalam brosur atau iklan mereka.

Maklum, Jerman memang berbeda dengan Indonesia. Dilihat dari penampakan, para perempuan Jerman, misalnya, rata-rata seperti Monalisa. Bisa saja karena makanannya beda, cara hidupnya beda, cara pandangnya lain dan tentu memang mereka melihat kecantikan itu dari segi yang tidak sama dengan kita; tidak harus langsing! Hore, makan coklat!

Wara-wiri mereka di catwalk juga lumayan. Artinya, mereka bisa lenggak-lenggok, kok!

Punya penyakit, boleh serta

Satu lagi soal keterbatasan kesempurnaan tubuh.

Kalau mendengar kata model, apalagi Germany Next Top Model, bayangan orang awam terhadao model adalah tinggi, cantik, kulit mulus, pokoknya yahut lah.

Pandangilah Chanel (20). Gadis yang seperti turun dari kahyangan itu memiliki penyakit Morbus Crohn. Penyakit yang menggerogoti kulitnya sampai ke tulang, hingga beberapa bagian dioperasi dan hilang. Ada banyak bekas luka operasi yang membuat kulitnya tak lagi mulus. Ada cekungan di sana-sini karena dagingnya harus dibuang selama operasi demi menghentikan penyakit menggerogoti bagian tubuh lainnya.

Jika baju yang dikenakan panjang, tidak masalah. Kekurangannya akan tertutup rapi. Sayangnya, dalam dunia mode, setiap model harus siap dengan desain baju yang aneh-aneh, terbuka atau antimainstream. Bayangkan kalau ia harus pakai baju renang pada salah satu babak penyisihan GNTM. Lukanya tak kan bisa sembunyi, lari atau ditaruh di meja dulu.

Apa kata si cantik? Ia tak peduli. Justru ini menyemangati dirinya dan orang-orang yang memiliki penyakit sama atau mirip, supaya tetap PD dalam hidup.

"Aku punya luka tapi Lukaku ini tak membuatku gentar menunjukkan apa yang kubisa."

Gender ketiga ikut juga

Alex /(20) dari Cologne dan Samantha (20) dari Hamburg adalah peserta yang terlahir di dunia dengan jenis kelamin laki-laki tapi merasa resah dan mengubah gender menjadi gender ketiga, D -- diverse.

Alex dan Samantha bukan peserta GNTM pertama yang dibolehkan Heidi untuk ikut kontes. Sebelumnya sudah ada Julia dan lainnya. Meskipun belum pernah ada satu pun dari mereka yang berhasil menang dan menggondol mobil dan kontrak ini-itu, tetap saja ada makna tersirat di sana, bahwa setiap orang boleh menerima kesempatan yang sama berkompetisi di ajang GNTM ini walaupun bukan berjenis kelamin asli perempuan.

Perlakuan di Jerman barangkali berbeda dengan di tanah air. Negara yang punya kanselir sekuat Angela Merkel ini memberikan tempat yang sama bagi mereka sepertihalnya kepada laki-laki dan perempuan, di sektor apapun dan di manapun ia berada.  

Nggak heran kalau ada koran atau majalah yang memuat lowongan kerja, disebutkan persyaratannya adalah M (Mnnlich = laki-laki), W (Weiblich = perempuan) atau D (Diverse, yang tidak termasuk dari keduanya).

Jerman memang mayoritas penduduknya memeluk Katolik Roma, kelompok yang sangat memegang tradisi dan agama dari nenek moyangnya. Namun dalam perkembangannya, negara sosis ini semakin terbuka dan menerima kehadiran mereka. Untuk saat ini masih mustahil di Indonesia karena negara kita berbeda dan berhak menentukan ciri khasnya.

Pengungsi, jangan dibully

Dari fisik, kita beralih ke masalah psikis.

Saya sudah sering cerita ya, bahwa demografi Jerman itu timpang. Lebih banyak lansia daripada generasi muda, sedangkan perkiraan jumlah kelahirannya tidak seperti yang diharapkan. Maka dari itu, Jerman memiliki keputusan politik yang menerima para pengungsi dari negara konflik seperti Suriah, Irak dan sejenisnya. Supaya kemudian hari, generasi  mereka mampu menyokong negara dengan bekerja dan membayar pajak supaya negara bisa membayar pensiun lansia yang jumlahnya banyak. Ingat tante suami saya yang kemarin baru ultah ke -99, ia bukan satu-satunya di Jerman yang mampu melewati usia langka di negara kita itu.

Makanya, nggak heran kalau di Jerman dari tahun ke tahun semakin banyak pengungsi yang berduyun-duyun antri masuk. Yang sudah bertahun-tahun berada di Jerman, mereka mencoba beradaptasi, mengadu nasib yang lebih baik daripada reruntuhan dan bombardir bom yang meluluhlantakkan negara dan menyisakan bangkai, darah dan tangis.

Soulin, 20 tahun dari Suriah menjadi peserta GNTM pertama yang memberanikan diri untuk mengikuti kompetisi bergengsi para gadis Jerman ini.

Ia cerita bahwa mengungsi ke Jerman di usia belasan tahun. Waktu itu adalah masa yang susah. Perjalanan panjanga dari Suriah ke Jerman dengan kapal, terombang-ambing oleh ombak besar yang bisa saja merenggut nyawa. Tinggal di camp penampungan seperti tenda bencana, sampai ke tempat penampungan yang lebih layak huni.

Penerimaan masyarakat waktu itu belum seperti sekarang. Cemoohan dan bully diterimanya.  Beruntung ia dan keluarganya berhasil melewati masa-masa sulit dan membuktikan bahwa mereka bisa mendapat kesempatan yang sama dan tidak menyia-nyiakannya.

Dengan penampilan tubuh yang menjulang dan wajah yang khas bukan Eropa, menjadi daya tarik tersendiri. Ditambahkannya, ia juga rajin olahraga. Itu barangkali yang membuat tubuhnya bagus dan fit. Kita lihat saja apakah ia mampu melewati babak berikutnya?

Dari keikutsertaannya, ini membuktikan bahwa pengungsi atau di Jerman disebut "Fluechtlinge", bukan kelas dua. Mereka punya hak dan kewajiban yang sama di negara yang memiliki 16 negara bagian itu.

***

Dari gambaran semua gadis tersebut di atas, saya menganggukkan kepala ketika Heidi Klum memang sengaja mengizinkan mereka ikut tampil. Misi "diversity" atau perbedaan yang indah ini memang bagus, positif tapi tetap saja ada kritik dari masyarakat. Misalnya saja, mereka menganggap bahwa ini menjadi bahan dagelan.

Kalau menurut saya, para gadis yang luar biasa itu yang mau, jadi biarkan mereka bebas berekspresi dan bereksperimen, ke mana arah jalan hidup mereka akan dibawa, sesuai bakat dan minatnya masing-masing. Jangan halangi mereka. Kecuali kalau keikutsertaan mereka karena paksaan atau intervensi dari seseorang karena tendensi tertentu, itu namanya tidak benar. Belajar dari kenyataan hidup bahwa hal-hal itu bisa saja menjadi gangguan meraih cita-cita akan lebih manjur daripada ceramah atau nasihat dari siapapun. Kuncinya, berikan mereka kesempatan.

Bagaimana pendapat kalian?

Saya baru tahu kalau Indonesia juga punya kontes yang mirip "Indonesia's Next Top Model", yang dimulai sejak 28 November 2020, di mana Luna Maya dan Dedy Cobuzier menjadi salah dua dari jurinya. Peserta berjumlah 16 itu saya taksir  nggak ada yang memiliki perbedaan seperti yang saya ungkap di atas dalam GNTM.

Pertanyaan saya adalah, sanggupkah Indonesia yang memiliki motto Bhinneka tunggal ika, berbeda tetapi tetap satu akan memberikan kesempatan yang sama? Jerman tak punya motto itu, tapi memang sudah dari alamnya dari masa ke masa, beragam penduduknya dan beraneka aturan yang dibuat untuk membuatnya harmonis. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun