Mohon tunggu...
Frid gato Ma
Frid gato Ma Mohon Tunggu... Nelayan - KEA

ULTRAMEN _ VOLUNTARISME

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bukit Cinta-Penfui Timur

12 Juni 2018   22:32 Diperbarui: 12 Juni 2018   22:48 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sesi wawancara antara saya dan beberapa pengunjung, saya mendapat beberapa informasi berupa apresiasi dari mereka tentang eksistensi dari tempat wisata ini. Mereka menilai bahwa keberadaan tempat ini sangat membantu mereka perihal mencari informasi, menimba inspirasi, menjalin komunikasi serta efektifitas lainnya yang mereka peroleh. Selain menjemput sunrise dan memburu sunset , terdapat alasan lain yang lebih penting bagi mereka; seperti tempat untuk berdiskusi, melepas lelah setelah bekerja, tempat ideal untuk mencari inspirasi baru dan alasan yang bernilai lainnya. Walaupun diselah-selah apresiasi ini diwarnai beberapa keluhan.

Renung Sosiologis (imajinasi sosiologi)

Dari pengamatan tersebut saya memperoleh banyak hal. Selain fakta-fakta baru tentang aktifitas di balik bukit cinta, ada keprihatinan yang muncul dalam benak saya terhadap situasi di tempat wisata tersebut. Melihat sampah yang berserakan tak karuan dan lingkungan yang tidak terawat, memunculkan pemahaman bagi saya bahwa situasi demikian menjadi penunjang makin berkembangnya opini negatif dari masyarakat.

 Bungkusan makanan ringan, pecahan botol yang membahayakan, aroma-aroma kurang sedap dan kotoran hewan yang berserakan, serta bunker-bunker bersejarah yang seharusnya diwariskan sebagai sumber study sejarah malah dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. Situasi anomis tampak di sana.

Selanjutnya berkaitan dengan keamanan. Saya bisa mengamini bila banyak masyarakat menilai seram keberadaan bukit cinta ini. Layaknya sebuah padang belantara di pelosok perkampungan udik, pengamanan di bukit cinta bisa dikatakan TIDAK ADA. Banyak tulisan serta suara-suara msyarakat yang merindukan ketersediaan keamanan di tempat ini, namun nihil respon dari pihak yang bertanggung jawab. Menurut informasi yang saya dapat, perihal ini terjadi kerap kaitannya dengan persoalan kepemilikan tanah.

Sebagai mahasiswa yang belajar sosiologi, saya juga mempertanyakan di mana peran pemerintah dan lembaga yang terkait di dalamnya. Apakah sudah cukup dengan mempromosikan keberadaan bukit cinta? Jika demikian, melihat situasi yang ada saya dapat berasumsi bahwa pemerintah mengundang publik untuk melihat keburukan dan ketidakbecusan mereka sendiri. 

Melalui teori fungsionalisme-struktural saya dapat menganalisa bahwa ada kepincangan dalam sistem kemasyarakatan. Nampak bahwa tidak ada peran dari masyarakat melakukan pendekatan dengan sesama masyarakat maupun dengan pemerintah untuk menentukan kebijakan demi melakukan perawatan terhadap tempat wisata ini. Peran masyarakat sebagai penyuara inspirasi tidak bekerja, maka tentu pemerintah pun tidak bergerak.

Bila melihat letak keberadaan bukit cinta , bisa dikatakan adalah sangat strategis. Dengan pemandangan indah yang membentang di semua sudut pandang, maka pantaslah jika tempat ini tidak pernah sepih pengunjung. Saya pun sempat berimajinasi (imajinasi sosiologi), jikaulah pemerintah menyelasaikan persoalan terkait kepemilikan lahan dan menemukan jalan tengah, maka akan sangat menguntungkan pihak pemerintahan dan tentunya akan bermuara pula kepada masyarakat Kota Kupang. Bayangkan bila ditempat ideal seperti ini, ditata sedemikian rupa dengan serana dan praserana yang tidak merusak lingkungan aslinya, maka tentu akan menarik banyak pengunjung untuk datang dan di satu sisi akan ada pemasukan tambahan yang akan diterima.

Jika tempat wisata tersebut ditata sedemikian rupah, maka tidak menutup kemungkinan akan menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat setempat. Membuka usaha baru, menjual bakat maupun jasa demi kesejahteraan hidup. Perputaran uang hanya akan terjadi di dalam dan tidak akan ada kaum kapitalis yang merenggut keuntungan. 

Menentukan tarif untuk kunjungan dengan batasn waktu tertentu, mengupayakan diadakannya keamanan, maka saya yakin tempat ini akan semakin ramai dan tentunya menjadi suatu khazana tersendiri bagi masyarakat Kota Kupang dan NTT tentunya. Semua golongan masyarakat dapat menikmati keindahannya tanpa harus cemas dan yang terpenting opini negatif tentang bukit cinta hilang dan musnah.

Demikian beberapa point, mewakili permenungan saya sebagai seorang mahasiswa yang belajar sosiologi, terhadap esensi dari bukit cinta dan fakta sosial serta potensi yang termaktub di dalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun