Mohon tunggu...
Frid gato Ma
Frid gato Ma Mohon Tunggu... Nelayan - KEA

ULTRAMEN _ VOLUNTARISME

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketahanan Budaya Lokal Masyarakat Diaspora Ngadha di Kampung Bhoakora

12 Juni 2018   18:19 Diperbarui: 12 Juni 2018   19:14 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik identitas berpusat pada politisasi identitas bersama atau perasaan 'kekitaan' yang menjadi basis utama perekat kolektivitas kelompok. Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. Puritanisme atau ajaran kemurnian atau ortodoksi juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide 'kebaikan' terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu. Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau primordialisme dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.[9]

Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas. Fitur dikotomi oposisional menjadi fondasi utama yang membedakan perasaan kolektivitas ke-kita-an terhadap yang lain. Tetapi kenyataannya, pada tataran individual di era modernisasi yang serba mekanik, muncul 'kegagapan' untuk memahami struktur masyakarat yang plural, maka intoleransi semakin meningkat. Pendeknya, terjadi ketidaksesuaian social imagination atau imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum.

Kendati politik identitas di Indonesia lebih bermuatan etnisitas, agama, dan ideologi politik.

[10] Tetapi tidak bisa disangkal bahwa politik identitas yang dihidupi oleh salah satu kelompok masyarakat, akan menjadi perekat dalam menjalin hubungan 'kekitaan' dalama masyarakat tertentu dan menjadi jaminan akan keutuhan budaya tradisional yang adalah produk bersama mereka. Keberadaan masyarakat diaspora pun menjadi terpola dalam penerapan politik identitas ini. Sehingga konotasi negatif yang biasanya disandangkan pada keberadaan politik identitas menjadi berdaya 'positif' sejauh itu diupayakan untuk mempertahankan keberadaan dan menjamin kelangsungan hidup kelompok bersangkutan. Kebudayaa yang dibawah sejak lahir dari kampung halaman akan terus lestari dan tak akan pudar atau menghilang oleh segalah macam alasan apapun.

Kebudayaan

 Pengertian Budaya 

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, sadar dan akal. Kebudayaan adalah hal-hal yang terkait dengan aktualisasi dari potensi, vokasi, profesi dan keterampilan umat manusia yaitu proses dan hasil dari perwujudan daya budi yang tertenun dengan daya rasa, kehendak dan karya manusia dalam  dunia kehidupan komunitasnya.[11] 

  Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

[12] Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kebudayaan Indonesia erat sekali hubungannya dengan agama, masyarakat, dan alam. Kebudayaan Indonesia memang sangat menekankan keseimbangan  dan keselarasan antara semua faktor kehidupan, tetapi dalam mewujudkan pandangan menyeluruh masing-masing daerah mempunyai cara dan corak yang berbeda-beda (Iman Katolik, KWI: 1996). Pernyataan ini merupakan salah satu bentuk kehidupan yang dihidupi oleh masyarakat diaspora dimanapun mereka berada. 

Kebudayaan dan masyarakat adalah dua kenyataan sosial yang berbeda namun mempunyai hubungan yang sangat erat. Tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan sebaliknya tidak ada kebudayaan yang tidak mempunyai masyarakat pendukung. Seorang menerima kebudayaan sebagai suatu yang diwariskan oleh generasi terdahulu dan akan mewariskan itu dengan segalah perubahan yang ada di dalamnya kepada generasi berikutnya. Dalam nada yang hampir sama, Jhon Macionis mengartikan kebudayaan sebagai kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, tingkahlaku atau obyek-obyek material yang dihasilkan oleh sekelompok orang tertentu[13]

 Wujud kebudayaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun