Mohon tunggu...
Pramudya Arie
Pramudya Arie Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Indonesia

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kue Masubah: Warisan Budaya di Kampung Sungai Jingah, Banjarmasin

7 April 2024   10:57 Diperbarui: 7 April 2024   11:51 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kue Masubah, sebuah kuliner tradisional berupa kue lapis, telah menjadi bagian penting dari warisan budaya masyarakat Banjar, terutama di kampung Sungai Jingah, Banjarmasin. 

Dibuat dari bahan dasar tepung terigu dan susu, kue ini memiliki bentuk bulat seperti rebana dengan aroma harum dan tekstur lembut yang menggugah selera. 

Artikel ini akan menguraikan tentang sejarah, keunikan, serta peran kue Masubah dalam perayaan Idul Fitri, terutama di kampung Sungai Jingah.


Kue Masubah bukan sekadar hidangan, tetapi juga memiliki nilai historis yang mendalam dalam budaya Banjar. Sebagai bagian dari kuliner Melayu, kue Masubah juga dikenal di Palembang, Sumatera Selatan, dengan nama Maksuba. 

Namun, kue ini memiliki sentuhan unik ketika dibuat di Banjarmasin, terutama di kampung Sungai Jingah. Proses pembuatannya yang rumit dan cita rasanya yang khas membuatnya menjadi primadona di tengah masyarakat setempat.

Saat ini, hanya tersisa satu orang pembuat kue Masubah yang menjualnya di kawasan Sungai Jingah. Ini mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam menjaga warisan kuliner tradisional di tengah arus modernisasi. Namun, meskipun hanya ada satu pembuat, kue Masubah tetap menjadi primadona, terutama saat bulan Ramadan dan mendekati Idul Fitri.

Kue Masubah memiliki peran yang sangat penting dalam perayaan Idul Fitri di kampung Sungai Jingah. Dalam suasana bulan Ramadan yang penuh berkah, kue Masubah menjadi simbol kebersamaan dan kelezatan di tengah-tengah masyarakat Banjar. Permintaan akan kue ini meningkat secara signifikan menjelang Idul Fitri, dan bahkan dalam sehari bisa mencapai 50 porsi yang terjual.

Selain menjadi hidangan lezat, kue Masubah juga memiliki makna dan simbolisme yang mendalam dalam budaya Banjar. Bentuk bulat seperti rebana mencerminkan kesatuan dan kebersamaan, sementara aroma harum dan tekstur lembutnya menjadi lambang kehangatan dan kelembutan. Semua itu memperkuat rasa persaudaraan dan kedamaian dalam perayaan Idul Fitri.

Dalam menghadapi tantangan modernisasi, menjaga tradisi pembuatan kue Masubah menjadi sebuah tugas penting bagi masyarakat setempat. Melalui upaya kolektif, seperti program pelatihan dan promosi, kita dapat memastikan bahwa warisan budaya ini tetap hidup dan berkembang. Selain itu, mendukung para pembuat kue tradisional juga merupakan langkah penting dalam mempertahankan keberlangsungan tradisi ini.

Kue Masubah adalah simbol dari kebersamaan, keberkahan, dan kehangatan dalam perayaan Idul Fitri di kampung Sungai Jingah, Banjarmasin. 

Dalam konteks perayaan Idul Fitri, kue ini menghadirkan rasa nostalgia dan kebahagiaan bagi masyarakat Banjar, serta mengingatkan akan pentingnya mempertahankan tradisi dan warisan budaya kita. Dengan memahami makna dan simbolisme di balik kue Masubah, kita dapat memastikan bahwa tradisi ini tetap hidup dan berkembang, membawa kebahagiaan dan kebersamaan bagi semua yang menikmatinya dalam perayaan Idul Fitri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun