Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demo dan Kerusuhan adalah Suara Rakyat atau Permainan di Balik Layar?

31 Agustus 2025   12:21 Diperbarui: 31 Agustus 2025   12:21 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demo KOMPAS.com/Lidia

Maka bisa dikatakan, demo dan kerusuhan selalu punya dua sisi. Satu sisi adalah ekspresi tulus rakyat yang marah, sisi lain adalah arena perebutan kendali narasi oleh mereka yang berkepentingan. Dan sering kali, kedua sisi itu berjalan beriringan.

Mendengar Sebelum Api Membakar

Jika ditarik benang merah, demo dan kerusuhan tidak bisa dilihat secara hitam putih. Menyebut semua demo sebagai rekayasa jelas salah, tapi menutup mata bahwa ada kepentingan yang ikut bermain juga naif. Realitasnya, keduanya sering hadir dalam ruang yang sama.

Yang paling penting sebetulnya bukan mencari kambing hitam, melainkan berani mendengar suara rakyat sejak awal. Jika keresahan ditanggapi dengan serius, mungkin mereka tidak perlu berteriak di jalan. Jika kritik direspons dengan kebijakan yang adil, mungkin kerusuhan tidak perlu meledak.

Bahaya terbesar bukan pada kerusuhan yang meledak, melainkan pada kebiasaan membungkam suara rakyat dengan dalih ditunggangi. Sikap seperti itu hanya akan menambah jarak antara rakyat dan negara. Dan semakin jauh jarak itu, semakin besar risiko bahwa demo akan terus berulang dengan wajah kerusuhan.

Demo dan kerusuhan, pada akhirnya, adalah refleksi tentang bagaimana negara memperlakukan rakyatnya. Selama suara rakyat hanya dianggap sebagai kebisingan, mereka akan terus mencari cara agar didengar, bahkan dengan bahasa yang paling keras sekalipun.

Kesimpulan
Demo dan kerusuhan tidak bisa disederhanakan menjadi sekadar permainan dalang atau murni suara rakyat. Ia adalah pertemuan kompleks antara keresahan nyata dan peluang kepentingan yang ikut menunggangi. Rakyat bisa marah tanpa provokator, tapi kemarahan yang besar sering jadi arena empuk bagi mereka yang ingin mengail di air keruh.

Yang perlu dilakukan adalah belajar mendengar sejak dini. Jika negara berani membuka telinga pada jeritan rakyat sebelum api menyala, demo bisa tetap menjadi ruang demokrasi yang sehat, bukan sekadar catatan luka baru dalam perjalanan bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun