Kasus-kasus besar seperti dugaan keterlibatan aparat dalam jaringan narkoba atau korupsi bernilai miliaran rupiah sering kali berakhir tanpa kejelasan. Sebaliknya, seorang pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar bisa dengan cepat digusur tanpa belas kasihan.
Ini adalah gambaran nyata dari hukum yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Jika kondisi seperti ini terus dibiarkan, maka kepercayaan terhadap sistem hukum di negara ini akan semakin tergerus.
Mungkinkah Ada Perubahan?
Dengan berbagai permasalahan yang begitu kompleks, muncul pertanyaan: mungkinkah kepolisian bisa berubah?
Perubahan tentu tidak mudah, tetapi bukan berarti mustahil. Reformasi kepolisian harus dimulai dari perbaikan sistem secara menyeluruh, bukan sekadar mengganti pejabat atau memberikan hukuman kepada beberapa individu yang ketahuan berbuat salah.
Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah memperkuat sistem pengawasan independen terhadap kepolisian. Jika kepolisian hanya diawasi oleh institusi internal, maka objektivitas dalam menangani pelanggaran akan selalu diragukan.
Selain itu, transparansi dalam penegakan hukum harus diperketat. Setiap kasus yang melibatkan aparat harus bisa diakses oleh publik dan media agar tidak ada lagi praktik manipulasi di balik layar.
Tak kalah penting, sistem rekrutmen dan pelatihan harus dirombak total. Polisi yang direkrut harus benar-benar mereka yang memiliki dedikasi dan kompetensi, bukan sekadar mereka yang mampu membayar sejumlah uang untuk mendapatkan posisi.
Tanpa perubahan sistemik, problematika kepolisian akan terus berulang, dan masyarakat akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap aparat yang seharusnya melindungi mereka.
Kesimpulan
Kepolisian sebagai institusi seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum dan melindungi masyarakat. Namun, realitas yang terjadi sering kali justru bertolak belakang.