Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghapus Stigma Lelaki Tidak Boleh Menangis

4 Februari 2025   16:20 Diperbarui: 4 Februari 2025   16:20 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pria Menangis.Pixabay.com/StockSnap 

Menangis Bukan Sekadar Air Mata, Tapi Terapi Alamiah

Menangis bukan hanya ekspresi emosional; ini adalah mekanisme biologis yang dirancang untuk membantu tubuh kita mengatasi stres. Saat seseorang menangis karena emosi yang kuat, tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol. Air mata emosional mengandung zat kimia yang membantu mengurangi rasa sakit emosional. Inilah mengapa banyak orang merasa lebih lega setelah menangis.

Profesor William Frey dari University of Minnesota menemukan bahwa air mata emosional berbeda secara kimiawi dari air mata refleks (seperti saat mata terkena debu). Air mata emosional mengandung hormon stres dan racun yang dikeluarkan dari tubuh, sehingga membantu menenangkan sistem saraf. Menangis, dalam konteks ini, bukanlah kelemahan melainkan bentuk penyembuhan diri yang alami.

Namun, pria yang menahan air mata mereka sama saja seperti seseorang yang mencoba menahan batuk saat sakit. Mungkin terlihat 'kuat' di luar, tapi di dalam, tubuhnya sedang berjuang melawan sesuatu yang seharusnya dikeluarkan.

Mengapa Menghapus Stigma Ini Penting?

Menghapus stigma bahwa laki-laki tidak boleh menangis bukan hanya tentang memberi kebebasan emosional kepada pria, tetapi juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara mental. Pria yang mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya cenderung memiliki hubungan yang lebih harmonis, baik dengan keluarga, pasangan, maupun lingkungan kerja.

Di Jepang, sebuah studi menunjukkan bahwa pria yang lebih ekspresif secara emosional memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit jantung. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya tekanan darah dan tingkat stres yang lebih stabil. Dengan kata lain, mengekspresikan emosi bukan hanya baik untuk kesehatan mental, tetapi juga kesehatan fisik.

Selain itu, menghapus stigma ini juga berdampak positif pada generasi berikutnya. Anak laki-laki yang melihat ayahnya tidak malu menunjukkan emosi akan tumbuh dengan pemahaman bahwa perasaan adalah bagian dari kemanusiaan, bukan sesuatu yang harus disembunyikan. Mereka akan belajar bahwa menjadi pria bukan berarti harus selalu kuat tanpa cela, tetapi mampu jujur terhadap diri sendiri.

Dari Ketabuan Menuju Normalisasi

Perubahan paradigma ini memang tidak mudah, tetapi bukan hal yang mustahil. Kita bisa mulai dari lingkungan terdekat keluarga. Orang tua harus berhenti menggunakan kalimat seperti "Jangan nangis, kamu kan cowok". Sebaliknya, mereka bisa berkata, "Tidak apa-apa merasa sedih. Ceritakan apa yang kamu rasakan." Memberikan ruang bagi anak laki-laki untuk mengekspresikan emosi sejak dini akan membangun dasar yang kuat untuk kecerdasan emosional mereka di masa depan.

Di ranah publik, figur-figur terkenal yang berani menunjukkan emosi mereka tanpa malu bisa menjadi agen perubahan. Contohnya, Lionel Messi yang menangis saat perpisahan dengan Barcelona, atau aktor Keanu Reeves yang dikenal tidak ragu berbicara tentang kesedihannya di media. Mereka membuktikan bahwa seorang pria bisa sukses, dihormati, dan tetap manusiawi dengan segala emosinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun