Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Membandingkan Anak, Membuat Mereka Jadi Pribadi yang Suka Berontak

7 Oktober 2024   14:33 Diperbarui: 7 Oktober 2024   14:54 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ke Dekatan Anak dengan Orang Tua. Pixabay.com/IqbalStock 

Tindakan orang tua dalam membesarkan anak adalah cerminan dari nilai-nilai dan harapan yang mereka miliki. Namun, tidak semua tindakan yang dimaksudkan untuk kebaikan membawa hasil yang positif. Salah satu kesalahan umum yang kerap dilakukan adalah membandingkan anak dengan orang lain. Apakah itu saudara kandung, teman sekelas, atau anak tetangga, membandingkan anak sering kali dianggap sebagai cara untuk memotivasi mereka. Namun, tahukah kamu bahwa kebiasaan ini justru bisa membentuk pribadi anak yang suka berontak dan tidak percaya diri?

Efek Psikologis Membandingkan Anak

Pada dasarnya, setiap anak unik dan memiliki karakter serta kelebihan yang berbeda. Namun, ketika anak sering dibandingkan, terutama dengan orang yang dianggap "lebih baik", ia mulai meragukan kemampuan dirinya. Perasaan ini memicu rendah diri dan kekecewaan yang mendalam. Bukannya merasa termotivasi, anak malah mulai merasa seolah-olah apa pun yang dilakukannya tidak akan pernah cukup baik. Misalnya, ketika seorang anak selalu dibandingkan dengan saudaranya yang lebih pintar, ia akan merasa bahwa segala usahanya sia-sia.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang menunjukkan bahwa perbandingan sosial yang terus-menerus bisa menyebabkan anak mengalami stres dan kecemasan. Anak-anak yang merasa di bawah tekanan karena selalu dibandingkan sering kali mengalami masalah dengan harga diri mereka. Kondisi ini memunculkan pola pikir bahwa mereka tidak layak dihargai kecuali bisa "sebagus" atau "lebih baik" dari orang lain. Sebagai akibatnya, mereka mengembangkan sikap defensif, yang sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan terhadap otoritas orang tua atau aturan yang ada di rumah.

Membangun Rasa Tidak Percaya Diri

Membandingkan anak secara konstan juga menciptakan rasa tidak percaya diri yang mendalam. Anak-anak yang terus-menerus dikritik dan dibandingkan mungkin mulai mempertanyakan nilai diri mereka sendiri. Setiap kegagalan kecil bisa mereka anggap sebagai bukti bahwa mereka memang tidak cukup baik. Ini bisa memicu siklus perasaan negatif yang merusak mental mereka.

Sebagai contoh, bayangkan seorang anak yang dibandingkan dengan teman sekelasnya dalam hal nilai akademik. Setiap kali ia menerima nilai yang lebih rendah, meski sudah berusaha keras, ia akan merasa tidak berharga. Pada titik ini, anak tidak lagi berusaha karena ia merasa tidak ada gunanya. Ketika situasi ini berulang, ia akan semakin menarik diri dan mungkin menunjukkan perilaku berontak sebagai cara untuk mengungkapkan kekecewaannya.

Mengapa Anak Jadi Suka Berontak?

Sikap berontak yang muncul pada anak yang sering dibandingkan bukanlah tanpa alasan. Ini adalah cara anak untuk melindungi dirinya dari rasa sakit dan tekanan emosional yang dirasakannya. Mereka tidak tahu bagaimana cara mengekspresikan perasaan terluka atau frustasi dengan baik, sehingga perlawanan menjadi cara yang paling mudah diakses.

Anak yang merasa tidak dihargai akan merasa perlu "membuktikan" dirinya, baik dengan cara positif maupun negatif. Perilaku berontak, seperti menentang aturan atau bersikap keras kepala, sering kali adalah bentuk pemberontakan terhadap ketidakadilan yang mereka rasakan. Hal ini bukan sekadar reaksi emosional sesaat, tetapi bisa menjadi respons yang terus berlanjut jika tidak ada perubahan dari pihak orang tua.

Perlu diingat bahwa anak-anak adalah individu yang sedang berkembang. Mereka belajar tentang dunia dan posisi mereka di dalamnya. Ketika mereka merasa bahwa posisi mereka selalu "di bawah" atau "tidak cukup baik" dibandingkan dengan orang lain, mereka akan berusaha mencari cara untuk merasa lebih baik tentang diri mereka. Sayangnya, jika mereka tidak mendapat dukungan emosional yang memadai dari orang tua, mereka mungkin merasa bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan perhatian adalah dengan menunjukkan perilaku yang negatif.

Dampak Jangka Panjang Membandingkan Anak

Dampak dari membandingkan anak tidak hanya terlihat dalam jangka pendek. Jika kebiasaan ini dibiarkan terus berlangsung, anak bisa membawa rasa tidak percaya diri ini hingga dewasa. Mereka mungkin menjadi individu yang sangat sensitif terhadap kritik, bahkan kritik yang sebenarnya konstruktif. Mereka juga cenderung memiliki hubungan yang tidak sehat dengan orang lain karena selalu merasa tidak cukup baik atau kurang dihargai.

Lebih parah lagi, anak yang sering dibandingkan bisa tumbuh menjadi orang yang memiliki ketidakpercayaan terhadap orang lain, termasuk otoritas. Mereka mungkin merasa bahwa dunia selalu menilai mereka berdasarkan standar orang lain, dan ini memicu sikap pemberontakan yang sulit diatasi. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa memengaruhi hubungan profesional mereka di masa depan, di mana mereka selalu merasa perlu membuktikan diri atau bahkan menjadi terlalu kompetitif dengan cara yang tidak sehat.

Cara Mengatasi Sikap Membandingkan Anak

Untuk menghindari dampak buruk dari membandingkan anak, orang tua harus sadar bahwa setiap anak memiliki perjalanan dan proses belajarnya sendiri. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa kamu lakukan untuk mencegah sikap membandingkan yang merusak:

  1. Apresiasi Usaha, Bukan Hasil Akhir

    Fokuslah pada usaha yang dilakukan anak, bukan hanya pada hasil yang mereka capai. Misalnya, jika anak mendapatkan nilai ujian yang lebih rendah, berikan pujian atas upayanya dalam belajar, bukan langsung mengkritiknya karena hasil yang tidak memuaskan.

  2. Berikan Dukungan Emosional
    Anak membutuhkan rasa aman dan dukungan dari orang tua mereka. Tunjukkan bahwa kamu menghargai mereka apa adanya, bukan hanya karena pencapaian yang mereka raih. Dengan begitu, anak merasa didukung dan dihargai tanpa harus merasa bersaing dengan orang lain.

  3. Hindari Membuat Komentar Perbandingan
    Ketika berbicara dengan anak, hindari kalimat yang berbunyi seperti "Kenapa kamu tidak bisa seperti kakakmu?" atau "Lihat, temanmu bisa, kenapa kamu tidak?" Komentar seperti ini mungkin terlihat tidak berbahaya, tetapi dampaknya sangat besar terhadap perasaan anak.

  4. Fokus pada Kelebihan Anak
    Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Fokuslah pada potensi yang mereka miliki, dan bantu mereka mengembangkan kelebihan tersebut. Ini akan membantu anak merasa lebih percaya diri dan tidak merasa harus bersaing dengan orang lain.

  5. Jadilah Role Model yang Baik
    Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Jika kamu menunjukkan sikap yang adil dan menghargai usaha, anak akan meniru perilaku tersebut. Jadilah contoh yang baik dengan tidak membandingkan mereka dengan orang lain, dan ajarkan bahwa setiap orang memiliki keunikannya sendiri.

Kesimpulan

Membandingkan anak dengan orang lain adalah tindakan yang tampaknya sepele, tetapi dampaknya sangat besar bagi perkembangan psikologis mereka. Alih-alih memotivasi, tindakan ini bisa membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang suka berontak dan memiliki rasa tidak percaya diri. Untuk itu, orang tua harus berfokus pada mendukung perkembangan individu anak, menghargai usaha mereka, dan memberikan apresiasi yang tulus. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan tidak merasa harus bersaing atau memberontak untuk mendapatkan penghargaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun