Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Again | Atlantis Genesis at Indonesian

2 Februari 2018   05:39 Diperbarui: 2 Februari 2018   05:43 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
frame.simplesite.com

 

PROLOG

"Kamu telah terkutuk, dengan darah Adikmu yang Kamu bunuh menjerit dari tanah ini. Kamu harus mengusahakan tanah ini yang akan mempersulit Kamu dan menjadi seorang pengembara di bumi. Pergilah ke arah timur, dan bergabunglah dengan kehidupan yang telah ada di sana."

Suara Sang Pencipta menggelegar diiringi guntur musim semi bersahut-sahutan mendapati Cloth yang sedang meringkuk erat memeluk alat pertaniannya sambil menggigil ketakutan. Dengan bibir gemetaran, Cloth memberanikan diri bertanya;

"Jika Engkau memberi tempat di arah timur, apa mereka sedang menanti untuk membunuhku?"

Suaranya semakin lemah dan parau, sembari ia merambati jari-jemarinya ke dinding pintu gua untuk mencoba bangkit berdiri.

"Sekalipun tidak, maka aku akan menandaimu sebagai utusanku kepada mereka dan tidak akan membunuh kecuali keinginan pada keadaan itu sendiri, dan aku akan mengganjar tujuh kali lipat darimu."

Suara sang Pencipta mempertegas kewibawaannya dan kemudian menghilang bersama pusaran angin melesat ke atas bersamaan dengan sinar matahari kembali menusuk di sisa celah-celah awan mendung.

Pembunuhan pertama antar manusia akhirnya terjadi dalam sejarah, begitu cepat kutukan menjalar dari apa yang kembali menjadi tanda bahaya awal perabadan kehidupan manusia yang baru dimulai satu keturunan. Dampak yang diterima bukan saja manusia, tetapi sudah menyeluruh pada alam raya bumi yang akan menjadi masa depan manusia untuk berkembang bersama keabadian yang telah sirna. 

Semua bisa mendapat kelahiran dan kematian kapan saja. Alam mulai terbentuk rantai makanannya, semua mulai berada pada bentuk saling melindungi diri dari segala kemungkinan. Semua perasaan menjadi saling campur aduk. Padahal perabadan manusia baru dimulai, semua masa depan menjadi tanda tanya serta tanda seru yang akan saling berputar dari berbagai hasil dari perseteruan awal Bangsa Roh Proton dan Elektron yang akan berlanjut menjadi daya tarik-menarik pengaruh pada Bangsa Roh Neutron yang telah ditempatkan di bumi, untuk mengawali perabadan terkutuk mereka sebagai wujud nyata 'manusia'...

SE-BAB 1

Cloth kembali terduduk lemas bersandar pada batang pohon di belakangnya. Sejenak tercenung, apakah ia akan kembali ke rumah orang tuanya atau ia langsung pergi ke arah timur. Belum sempat pikirannnya menyusun alasan, dua sosok bayangan mendekat dan hadir pada pandangannya di antara rerumputan dan tanah yang terpancari sinar matahari. Cloth mendongak ke atas dan langsung terlonjak kaget mengetahui gerangan yang datang.

"Apa yang kamu perbuat hingga cuaca merubah suasanannya?"

Suara itu mencecar tajam dari seorang lelaki berperawakan kekar yang teryata adalah ayahnya. Ibunya pun mengekori dari belakang dengan wajah sedih memandang anaknya yang menjadi terdiam dan membisu.

" Maafkan Aku... Ayah... Ibu... Aku telah membunuh Hablur."

Wajahnya menunduk penuh penyesalan dan suaranya bergetar lemah.

"Arrghh.... kenapa kamu lakukan itu?!"

Suara sang Ayah semakin meninggi sementara tangannya tak sampai hati ingin memukul anaknya. Kedua tangan Hadire menjadi mengusap-usap dan menekan kasar kepalanya hingga rambutnya berantakan. Desire, sang ibu pun tidak bisa lagi menahan air matanya untuk mengucur deras dan memandang Hadire dan Cloth bergantian kemudian memeluk Hadire untuk berusaha menenangkannya sambil  terus menangis sesenggukan. Siang dan malam terus berganti, terlewatkan keluarga Taman Hidden ini tanpa kehadiran Hablur lagi di antara mereka. Hingga berselang Cloth menjadi seorang pemuda dewasa kekar seperti ayahnya dahulu.

"Pencipta itu telah menghukum Aku, dan Aku akan pergi ke arah timur sesuai petunjuknya."

Cloth kemudian memecah kesunyian setelah isak tangis mereda. Cloth memandangi Ayah dan Ibunya bergantian.

"Dan Aku akan meninggalkan kalian, entah bagaimana untuk kita bisa bertemu lagi..."

Perkataan Cloth terhenti ketika Ibunya melayangkan protesnya.

"Oh... tidak, sekarang setelah kamu membunuh adikmu dan kamu akan meninggalkan kami...?!"

Tangisan Desire kembali pecah, dan Hadire mendekatinya untuk berusaha menghibur.

"Janganlah kamu menambah beban Cloth, dia sudah dihukum... dan dia akan menjalankan hukumannya itu. Dan kita pun harus semakin berlapang dada menerima ini semua..."

Sembari menghela nafas, Hadire memegang kedua bahu Desire  dengan kedua tangannya yang kekar.

"Sang Pencipta telah memutuskannya, sekarang apa yang telah menjadi ketetapan-Nya itu sebagai jalan yang terbaik bagi kita semua. Karena kita pun sudah melanggar Dia, dan ini konsekuensinya untuk kita..."

Nada suara Hadire berusaha setegar mungkin dari perasaannya yang kian berkecamuk atas kelalaian mereka menjaga diri mereka dalam larangan sang Pencipta. Desire terbata-bata memandangi suaminya itu dan mengangguk perlahan kemudian beralih memandang sendu Cloth.

"Semoga Sang Pencipta menyertai dan mengampunimu... tabahkanlah hatimu dan jangan ulangi perbuatan itu lagi."

Desire mendekap punggung tangan Cloth dengan kedua telapak tangannya yang meremas-remas lembut. Sementara Hadire pergi ke kamarnya mengambil sesuatu. Sementara Desire kembali memberi pesan-pesanya kepada Cloth untuk lebih sabar.

"Cloth, bawalah ini... sebagai tanda dariku."

Hadire menyerahkan suatu benda yang sepertinya berbentuk kalung dengan liontin yang terbuat dari tulang berguratkan ukiran indah. Bentuknya menyerupai mekaran bunga dengan lekukan ceruk yang cukup lebar di bagian tengahnya.

"Bungakah ini ayah, aku belum pernah melihatnya...?"

Cloth terheran-heran melihat bentuk bunga yang lain dari biasanya di tanah Nias ini. Sejauh ia bepergian pun, Padang adalah tempat terjauhnya di mana ia akhirnya menghabisi nyawa adiknya sendiri.

"Ya, itu bunga Carcass namanya..."

Hadire mengiyakan sembari menghela nafas.

"Dulu, bunga itu yang paling kami sukai saat kami bertugas merawat suatu taman khusus dari Sang Pencipta yang bernama Taman Hidden..."

Hadire berhenti sejenak bercerita sembari meneguk air kelapa yang beberapa saat disuguhkan Desire sekembalinya ia dari dapur.

"Kami membawanya saat kami tidak lagi betugas di sana karena kelalaian kami..."

Hadire semakin resah untuk melanjutkan ceritanya, sementara Cloth menjadi semakin tertarik untuk mendengar cerita Hadire yang pernah ia dengar di masa kanak-kanak saat bersama Hablur mengantarkan makanan buatan Desire ke tanah pertanian yang sedang digarap oleh Hadire. Mereka kemudian beristirahat di dangau untuk  Hadire menikmati makan siang sembari saling bercerita dengan kedua anaknya.

"Bunga itu tidak jadi kami bawa ke sini untuk di tanam, di tengah perjalanan bunganya berubah..."

Desire malah yang kemudian melanjutkan cerita Hadire.

"Memang kenapa dengan bunga itu, apakah bunga itu layu?"

Cloth semakin penasaran sembari ia pun juga meneguk sejenak air kelapa muda yang segar di terik siang.

"Ya, awalnya kami pikir bunga itu layu karena mulai berubah wujud dan baunya..."

Desire membenarkan posisi duduknya, sementara Hadire mempersilahkan Desire untuk melanjutkan cerita sambil mengasah peralatan pertaniannya di bangku kayu kecil yang lebih rendah di seberang Desire dan Cloth yang duduk di bangku dipan yang lebih tinggi dan lebar. Sementara angin sejuk mencoba membelai lembut mereka dari siang terik di serambi belakang rumah mereka.

"Karena kami khawatir, kami segera tanam kembali bunga itu di tengah jalan. Setelah beberapa lama kami tanam bunga itu semakin membesar dan kelopaknya pun seolah-olah menjadi saling berganti, dari yang bagian luar menjadi bagian dalam bunga itu. Kemudian bunga itu menjadi berbau busuk seperti hewan yang disembelih."

Desire memperagakan besar bunga itu dengan rentangan tangannya. Cloth terbelalak matanya sembari menyahut,

 "Wah...besar sekali... kenapa tidak kemudian setelah sampai di Nias kalian kembali ke sana untuk menanam di Nias?"

Tanya Cloth penasaran.

"Tidak bisa Nak, tempatnya masih lebih jauh lagi dari Nias ke Padang. Lagipula, Sewaktu kami meninggalkan Taman Hidden, alam sedang marah dan mulai menggetarkan bumi setelah sang Pencipta menempatkan Cerub-Cerub dan pedang-pedang yang bernyala untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan. Coba kau lihat ke arah Padang, tampak bagimu deretan pegunungan yang berbaris memanjang ke arah timur itu bukan...?"

Hadire menunjukkan deretan pemandangan pegunungan Moura (Mountains Range) yang membentang di sela-sela pepohonan di kebun belakang rumah. Cloth memandanginya takjub di antara awan-awan putih berarak sejenak melewati pegunungan Moura (Mountains Range). Kelak tempat cerub-cerub pertama kali di tempatkan menutupi jalan pohon kehidupan itu di namakan "Kepalacurup" sebagai rentangan awal sampai tempat bernama "Curup".

"Karena itu pula-lah, Ayah membangun mezbah itu saat pertama kali bisa menghasilkan panenan di Nias ini ke arah Pegunungan itu."

 Hadire terpekur sejenak sambil bernostaligia.

"Dan jika memang bunga Carcass itu masih ada, mungkin kamu bisa mendapatinya saat kamu melakukan perjalanan ke arah timur nanti melalui Padang. Karena dari situ pula kami mengungsi ke Nias setelah kami di usir dari Taman Hidden."  

Hadire seolah menambahkan minat Cloth untuk dapat melakukan perjalanannya untuk memenuhi petunjuk sang Pencipta. Cloth pun memandang sejenak liontin yang sudah ia kalungkan dilehernya dengan akar rambat yang kuat sebagai tali gantungnya.

"Maka, Ayah pun mencoba mengukirnya sebagai kenangan kami sebelum kemari. Dan aku sudah membuatnya beberapa lagi. Setidaknya itu menjadi tanda bahwa kamu adalah keturunan dari pengurus Taman Hidden."

Hadire mencoba sedikit berbangga mengkisahkan inspirasi tanda kenangannya. Desire pun mencoba ikut tersenyum. Seakan Desire pun masih mengkhawatirkan apa yang akan terjadi lagi dengan Cloth di luar sana, sementara ia sudah kehilangan Hablur. Dan ia coba meyakinkan diri malam itu dengan berdoa meminta petunjuk Sang Pencipta, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Sebelum senja menggelayut, dari siang yang mulai beranjak ke sore hari, Cloth terlamun di serambi depan rumah. Ia memandangi kejauhan mezbah-mezbah persembahan yang pernah didirikannya bersama sang Ayah dan Hablur di antara tanah pertanian dan peternakan mereka. Mezbah yang pertama kali didirikan Hadire letaknya agak berjauhan dengan  mezbah Cloth dan Hablur yang saling berdekatan. Cloth pun tersentak kembali berbagai kenangan yang terus berputar di kepalanya, ia pun berlarian dengan nafas memburu menuju mezbah itu.

Dengan terpekur memandangi mezbah batu bersusun itu, sambil mengatur nafas sejenak ia kemudian maju mendekati dan menempelkan kedua telapak tangannya. Hingga ia akhirnya larut dalam ratapan dengan semakin menempelkan bagian depan tubuhnya, dan telapak tangannya berputar-putar merabai bebatuan yang mulai mendingin dari kehangatan sinar matahari. Namun perasaannya belum jua lega, dengan batin  masih berkecamuk ia tiba-tiba melepas ratap peluknya dari mezbah itu. Ia kemudian melangkah mundur perlahan-lahan sambil memandang kosong ketinggian mezbah batu itu, sampai akhirnya ia berhenti. Dari jarak itu seolah-olah tinggi mezbah itu menjadi sama dengan tinggi tubuhnya.

Seketika ia belari kembali mendekati mezbah batu itu, pikirannya kemudian bertaruh.

"Aku harus bisa melampauinya, sebagaimana Aku akan melewati masa lalu ini menuju keadaan baru yang lebih baik..."

Dengan jarak yang semakin dekat, maka melompatlah Cloth dengan semangat yang luar biasa membumbung di udara. Perasaannya pun begitu ikut melayang bersama desiran angin mengarus belaian lesakan lompatannya. Menakjubkan, sekonyong-konyong ia telah melewati di atas ketinggian mezbah batu yang tingginya hampir dua kali tinggi badannya. Begitu mendarat kembali ke tanah, ia langsung membalikkan tubuhnya dan merentangkan tangannya sembari menatap lekat-lekat mezbah itu dari bawah sampai atas.

"Ajaib..."

Pikir Cloth sembari tersenyum dan memejamkan mata, dan menyesapi udara sore yang beranjak dingin. Tampak di kejauhan, beberapa sosok mengamatinya dibalik rerimbunan pepohonan yang lebat di pinggiran hutan di sebelah barat mezbah-mezbah itu. Kelak mereka yang akan membudayakan lompatan Cloth yang begitu memikat pandangan.

"Wahai anakku Cloth..."

Tiba-tiba ia dikejutkan suara berwibawa menggaunginya. Seketika Cloth membuka matanya dengan suara itu kembali berkata,

"Sudahkah perasaanmu kini demikian lega...?".

Cloth pun berlutut sambil kedua telapak tangan dipertemukan dan dilipatnya jari-jemari, " Ya... Aku sudah lega..."

"Maka persiapkanlah dirimu untuk pergi ke arah timur esok hari. Aku akan memberikan tanda untuk menyertai perjalananmu."

Rupanya Sang Pencipta telah menunggu ketetapan Cloth.

"Sekarang, pulang dan beristirahatlah..."

Cloth pun segera bangkit,

"Baik, terima kasih... aku mohon petunjuk dan perlindungan-Mu"

Nias... malam ini terakhir berpapas. Tempat ia dibesarkan dalam kenaasan orang tuanya ke sini atas kelalaian mereka. Dan semoga menjadi tidak naas dirinya untuk berpisah dari keluarga menuju takdir baru menantinya di ufuk timur. 

Pagi di sambut oleh Matahari bersinar terang dengan langit begitu bersih memancang kebiruan angkasanya. Seolah ikut menyemangati Cloth untuk mencerahkan perjalanannya. Sementara Cloth masih sibuk memasuki barang keperluannya di perjalanan nanti ke tas kulit Harimaunya. Tas itu berbentuk buat memanjang dengan muara mulut tas yang dirajut dengan sulur-sulur dari pohon beringin yang telah dijalin kuat dan lentur melingkar untuk berfungsi sebagai pembuka dan penutup, sekaligus tali pemanggul.

"Ahhh...selesai sudah, Ayah...Ibu... Aku berangkat."

Cloth kemudian segera memanggul barang bawaannya sembari mendekati Hadire dan Desire yang telah menanti di muka pintu depan rumah mereka.  

Angin berdesir di antara pepohonan yang menampilkan gesekan-gesekan dedaunan dan ranting yang memimbulkan bunyi-bunyi merdu yang mengasyikan telinga Cloth  dalam langkahnya yang mulai letih. Terik siang yang semakin mengucurkan peluhnya pun membuat ia ingin melepas penat. Cloth  kemudian menuju ke arah pepohonan di pinggir tanah lapang yang luas oleh hamparan rerumputan, Cloth baru saja melewati daerah tempat di mana ia menunjukan tempat baru untuk Hablur mengembangkan peternakan dan pertanian mereka di Padang. Hablur, anak yang begitu lugu dan polos... ia hanya mengikuti saja ajakan kakaknya walau harus menempuh perjalanan jauh tanpa kecurigaan. Tapi nyatanya Hablur begitu terkesima dengan tanah Padang yang luas ini. Hewan-hewan ternaknya pasti akan sangat menyukai tempat ini dan membawanya dari Nias bersama Cloth. Namun sungguh sial, Cloth mengajak pindah kemari justru untuk membunuh Hablur. Cloth  pun sempat melewati tumpukan batu yang pernah menjadi saksi bisu persembahan terakhir Hablur bersamanya sudah berserakan.

Tempat Hablur dikubur untuk menyembunyikan pembunuhannya pun masih ada, gundukan tanah dengan batu penanda di atasnya yang tidak jauh dari letak bebatuan mezbah tempat persembahan. Cloth sempat merenung sejenak di sini, di mana ia langsung kabur meninggalkan jasad dan hewan-hewan ternak Hablur yang sekarang entah ke mana. Karena ia berlari tunggang-langgang untuk bersembunyi di pinggir hutan sebelah Utara menuju Nias, hingga Hadire dan Desire yang akan menjenguk mereka ke Padang menemukannya di situ. Saat itu ia sedang bertapa meminta petunjuk Sang Pencipta, karena dirinya menjadi tidak tenang dan dipenuhi perasaan bersalah. Sebelumnya Cloth teringat pernah mendapati belantara yang semerbak harum baunya . Cloth berpikir mungkin ia bisa menyamarkan bau mayat Hablur dengan wewangian itu. Namun ia tidak ingat persisnya di mana letaknya.

Sembari mencari ke sana ke mari, Cloth tidak menyadari cerub penjaga Sang Pencipta yang  bernama Sam di daerah itu mengetahui perbuatan Cloth... dan ia marah. Ia kemudian meminta izin pada Sang Pencipta untuk menghukumnya. Maka ia pun meledakkan gunung terbesar di kawasan tersebut untuk membuat Cloth bertobat dan mengusirnya. Ledakan gunung yang meletus begitu hebatnya memekak telinga membuat Cloth menjadi tuli penuh luka-luka. Kemudian Cloth mencari tempat untuknya bertapa dalam keadaan tuli, dan mendapatinya di sebuah gua dekat padang rerumputan. Hingga siang dan malam berpuasa untuk terus bertapa pada batu pipih terletak agak tinggi dari tanah gua yang cukup untuknya bertumpu. Setelah lama ia mendapat petunjuk untuk mengikuti arus angin ke arah barat dari tempat itu. Cloth pun meninggalkan padang pertapaanya dan kemudian menamai tempat itu "Padangsidempuan", tempat ia bertumpu meminta petunjuk.

Dalam perjalanan Cloth bertemu dengan kedua orang tuanya yang penasaran dengan ledakan gunung berapi itu dan segera bergegas mencari Cloth dan Hablur. Hadire dan Desire sempat marah besar, hingga akhirnya menemani Cloth ke arah barat mencari wewangian untuk mayat Hablur. Mereka mendapatinya di suatu lembah yang sejuk, penuh angin semerbak wangi di antara suasana yang masih hangat oleh lontaran abu gunung yang diletuskan oleh Sam. Berbalik kembali perjalanan keluarga Taman Hidden ini menuju ke timur tempat tubuh Hablur disemayamkan. Cloth kemudian menamai tempat ia menemukan wewangian untuk mayat Hablur itu "Barus" di mana ia mengikuti arus angin ke Barat. Kuburan kembali digali dan membenahi mayat Hablur untuk ditatanya bebatuan di bawah tanah tempat mayat dibaringkan. Kemudian mereka melumuri mayat Hablur yang sudah membusuk dengan wewangian yang sudah dilunakkan serta menaburi wewangian yang sudah dipadatkan di sekeliling mayat. Dengan diiringi doa, mereka menutup kembali makam tersebut dan tertanda.

SE-BAB 2

 

"Slurupp...sluruupp..."

Tiba-tiba Cloth terjaga oleh kebasahan lengkeh yang terasa diwajahnya. Seketika ia terlompat kaget bebarengan mahkluk yang membangunkannya itu pun ikut kaget dan melesat berlarian menjauh sembari berteriak gusar.

"Domba sialan..."

Cloth mengusap wajahnya dengan dedaunan besar disekitar untuk membersihkan jilatan. Namun, seketika ia terperanjat seakan teringatkan sesuatu. Ia memandang keheranan domba itu yang mendekati kawanannya di kejauhan.

"Apakah ini domba-domba Hablur...?"

Batinnya bertanya-tanya. Akan tetapi saat kembali membenahi makam Hablur bersama  Hadire dan Desir terakhir kali, ia tidak lagi melihat kawanan ternak yang mereka cari. Cloth pun penasaran dan berlarian mendekati kawanan domba itu. Namun ia lebih terperanjat lagi mendapati sesosok manusia seperti dirinya sedang meraut ranting pohon yang panjang dengan batu panjang dan tajam ujungnya menjadi lebih halus permukaan ranting pohon itu. Sosok manusia itu duduk di atas sebuah batu di bawah rimbun pohon yang cukup besar. Cloth mencoba mendekatinya perlahan, dan sepertinya ia sudah selesai mengerjakannya. Sosok manusia itu berdiri dan mengarahkan ranting pohon itu kemudian mengumpulkan dan menggiring domba itu sesuai haluan rantingnya.

Sepertinya ia masih belum menyadari keberadaan Cloth, malahan mereka berdua terperanjatan serempak begitu Cloth berteriak.

"Hablur... kamu hidup kembali?"

Sesaat ia melihat sosok Hablur pada manusia itu, dan wajahnya memang benar-benar hampir mirip sekali. Perawakan dan kisaran usianya pun hampir sama. Sementara Cloth masih dalam kebingungan, mencoba menatap lekat-lekat  sosok manusia itu untuk memastikan. Sosok manusia itu mencoba bangkit berdiri sambil meraih ranting pohonnya kembali kemudian diacungkan  kepada Cloth seraya mengambil jarak.

"Siapa kamu, mau apa di sini...!"

Sosok manusia itu diliputi rasa gusar karena ia bertemu orang asing yang belum pernah ditemuinya selama ini.

"Aku Cloth dari Nias, kamu Hablur bukan...?"

Cloth mempekenalkan diri seraya memastikan siapa sosok manusia yang ditemuinya ini.

"Aku bukan Hablur, namaku adalah Salido...aku dari Kuok di pinggiran sungai Kapas di sana."

Sosok manusia itu pun memperkenalkan dirinya seraya menunjuk ke arah timur dari padang gembala  tempat mereka bertemu.

"Sudah lama kamu sering menggembalakan mereka di sini?"

"Belum lama, sebab aku sedang dititipkan kepada adik lelaki ayah di dekat sini."

Saat Cloth ingin menanyakan Salido lebih lanjut, tiba-tiba ada suara lain yang berteriak di kejauhan memanggil-manggil nama Salido.

"Salido...Salido...di mana kamu?!!!"

"Aku di sini paman...ada apa?!!!"

Salido menyahut teriakan itu dan bergegas lari menghampiri sumber suara itu.

"Kamu sudah menggembalakan terlalu jauh, ayo pulang...!"

"Maaf paman, sebab padang gembala di sini cukup luas dan banyak makanan untuk peliharaan paman."

Salido pun segera kembali ke kawanan domba-domba dan menggiring sampai pada pamannya, Cloth pun mengikuti dan berjalan di sebelah Salido.

"Orang itu adik ayahmu yang memiliki domba-domba ini...?"

"Ya, dialah orangnya...mari aku perkenalkan."

Paman Salido pun akhirnya mendapati Salido bersama orang asing saat kembali ke arahnya sembari menggiring domba-dombanya. Ia coba mengamati sosok itu dan mencoba untuk mengenalinya. Namun, ia masih belum mendapat jawaban itu.

"Siapa itu Salido, teman kamu....?"

"Bukan paman, kami baru saja bertemu."

Cloth pun mencoba tersenyum ramah dan memperkenalkan dirinya.

"Hai paman, selamat bertemu. Namaku Cloth dari Nias."

Cloth mendekati paman Salido dan mengulurkan tangan ke arahnya.

"Ah...kamu kakak Hablur itu? Aku Inan, adik dari ayah Salido ini."

Paman Salido tampak terkejut dan tetap menyambut uluran tangan Cloth, di mana Cloth pun sedikit terperanjat.

"Jadi...Paman kenal dengan Hablur?"

"Aku tidak tahu..."

Sepertinya paman Salido pun bingung untuk menjawabnya. Namun, ia tetap mencoba menerangkan.

"Aku hanya mendapati suara yang berbisik padaku sewaktu sedang mencari bahan makanan di padang sebelah barat sana."

Paman Salido menunjuk ke arah persis di mana arah Cloth datang. Dan tempat itu adalah lokasi di mana Cloth membunuh Hablur.

"Suara itu berpesan padaku untuk membawa domba-domba ini pulang, dan ia akan mengajariku cara memelihara...sehingga aku tidak perlu lagi berburu."

Akhirnya terjawab juga dugaan Cloth, bahwa mereka memang benar-benar domba-domba Hablur yang hilang. Ia benar-benar bersyukur ada yang merawatnya, dan kini dipertemukan.

"Hendak ke mana kamu Nak?"

"Aku hendak ke arah timur paman, mencari jalan ke tanah Nod. Paman mengetahuinya?"

"Aku tidak tahu, yang ku tahu hanya tempat kelahiranku Kuok, dan suatu daerah bernama Taman Hidden."

Wajah paman Salido sedikit berkerut sambil menerawang pandangannya kembali pada Cloth.

"Ah, paman pernah ke Taman Hidden? Itu tempat Ayah dan Ibuku berasal..."

Cloth pun semakin penasaran dengan mereka berdua. Sementara Salido coba mengikuti pembicaraan mereka yang membuat Inan mengurungkan jawabannya.

"Berhubung hari mulai gelap, mungkin paman bisa ijinkan Cloth menginap sembari melanjutkan kisah kalian."

"Ah ya... mari Nak Cloth, beristirahatlah dulu dan menginap di rumah. Kita lanjutkan cerita di sana..."

Inan pun menerima usulan Salido untuk menawarkan Cloth tempat berisritirahat.

"Baik Paman Inan, terima kasih atas tawarannya... saya akan menginap di rumah paman."

Kelak tempat bertemunya Cloth dan Salido akan menjadi daerah bernama "Salido", dan tempat Cloth menginap menjadi daerah "Painan".

Mereka bertiga pun berjalan bersama beriringan mengawali kawanan domba-domba yang masih cukup jauh ke rumah Inan, Paman Salido. Mereka bertiga pun sampai di rumah Inan di mana hari sudah semakin gelap. Ternyata, tempat itu adalah sebuah gua yang cukup luas. Gua itu memiliki banyak celah-celah ruangan. Ruangan itu pun dibagi untuk pengelompokkan para manusia penghuni gua dan sekaligus untuk hewan ternak mereka. Domba-domba itu kemudian ditempatkan di ruang gua paling ujung dalam dekat dengan sungai bawah tanah yang mempunyai celah cukup lebar mengarah ke luar gua. Dan di  sebelah kandang itu rupanya ada hewan bertanduk lain yang lebih besar dan kekar.

" Apa nama gerangan makhluk ini?"

Cloth cukup takjub melihat hewan besar itu terlihat mengkilap di balik temaram api obor yang di tancap di beberapa sudut-sudut ruang gua. Kulit hewan itu lebih tipis bulu-bulunya dibandingkan bulu domba-domba yang lebat.

"Itu Kabau namanya... hewan peliharaan para penghuni gua ini. Hewan ini banyak ditemukan di sini, dan aku mengusulkan untuk mereka memelihara sama seperti aku memelihara domba-domba ini."

Inan pun mengajak Cloth kembali ke arah depan gua menuju ruang-ruang para penghuni. Kemudian mereka bertiga menuju ke ruangan di sebelah kanan di tengah-tengah gua itu. Di ruang itu mereka disambut oleh seorang wanita disertai beberapa anak-anak menyertainya.

"Ini istriku Minang... sekaligus wakil dari pimpinan para penghuni gua ini, dan ini anak-anakku."

"Halo paman... salam kenal...!!!"

Anak-anak Inan pun berhamburan mendekati Cloth setelah Minang menyalaminya.

"Wah...anak-anakmu bersemangat sekali. Mereka lucu-lucu..."

Cloth menjadi begitu terhibur keceriaan mereka. Karena ini pun pertama kalinya ia mendapati anak-anak setelah ia beranjak dewasa. Ia jadi sedikit teringat masa kecilnya...dan rupanya Minang adalah salah satu anak dari manusia-manusia pertama di bumi, selain Hadire dan Desire yang ditempatkan di Taman Hidden. Ayahnya meninggal sewaktu berburu Kabau pertama kalinya, hingga ia dan ibunya yang kemudian melanjutkan mencari bahan makanan hanya dengan meramu sembari mengurus adik-adiknya yang masih kecil. Hingga akhirnya, rombongan Inan datang dan adik-adik Minang semakin besar untuk semuanya pun menjadi berubah...

"Ketika gunung itu meletus, berbagai bencana mulai menimpa kami, salah satunya adalah serangan para kawanan Kuok..."

Inan mulai menceritakan asal-usulnya hingga ia sampai di tempat Minang. Cloth bersama keluarga Inan serta Salido duduk membentuk lingkaran, dengan di tengahnya hamparan sajian makanan dan minuman yang diolah Minang dan ibunya. Baluran warna-warna merah pada makanan itu sedikit membuat Cloth resah, warna itu mengingatkan darah adiknya yang berceceran setelah ia bunuh. Minang dan Ibunya menamakan olahan makanan ini "Sambalado". Nama itu baru ada saat Minang dan Ibunya menyajikan kepada keluarga dan para penghuni yang kelaparan dan merasakan lidah mereka seperti tersambar api saat memakannya. Diracik dari tanaman Lado yang Salido temukan di hutan karena takjub melihat keunikan bentuknya yang kecil panjang mengkilap dan berwarna-warni (merah, hijau, dan jingga).

"Dari tempat kami, tidak begitu banyak gua-gua seperti di sini... sehingga kami tidak cukup tempat perlindungan menghindari bencana itu dan banyak yang mati. Ayah Salido pun menjadi salah satu korban yang berusaha menyelamatkan keluarganya dan menitipkannya padaku yang saat itu belum berkeluarga.Aku pun membawa beberapa rombongan yang bisa aku selamatkan bersama Salido dan mengungsi hingga kemari."

Inan berhenti sejenak seraya meneguk susu Kabau hangat sambil mempersilahkan Cloth untuk menikmati hidangan.

"Kami menemukan mereka yang tergeletak pingsan di jalanan setapak ke padang gembala itu. Gua-gua di sini agak sulit ditemukan, karena banyak tertutupi oleh rimbunan sulur-sulur dan semak belukar. Ayah dan Ibuku pun harus membabatnya untuk menjadikan gua ini sampai seperti sekarang ini. Kami mencoba membawa dan merawat mereka ke gua. Namun sayang, beberapa dari mereka ada yang tidak terselamatkan."

Cloth memanggut-manggut mendengarkan penuturan Minang. Tapi ia masih penasaran...

"Ehem... maaf kalau aku lancang menanyakan. Bagaimana akhirnya kamu bisa berkeluarga dengan Inan?"

Wajah Minang dan Inan pun seketika merona tersipu, mereka saling bergantian melirik pandang dan belum bisa langsung menjawabnya. Sementara  Ibu Minang dan anak-anak mereka tersenyum jenaka melihat Salido mulai menggoda,

"Aku saja yang cerita, Aku bagian dari penyatuan mereka....hehehe..Aku sering memergoki mereka pernah berdua-duaan saat pergi ke sungai dekat kandang di goa belakang itu."

Salido memandang nakal Inan dan Minang sambil nyengir kuda. Minang pun berusaha menjawil Salido untuk mencubitnya. Anak-anak Inan dan Minang pun saling bersorak riang melihat pergulatan Salido menghindari serangan Minang.

"Aku pun mencoba selalu mengajak pergi Inan ke belakang saat Minang sedang di sana sendirian, dan kemudian meninggalkan mereka berdua...hihihi."

Minang pun semakin geregetan ingin memukuli Salido sambil tangannya mencoba menggapai tempat Salido duduk, Salido pun beranjak mengelak.

"Hahaha...sudah...sudah... janganlah kalian bertengkar di depan Nak Cloth."

Ibu Minang berusaha melerai mereka dibantu Inan yang menenangkan Minang.

"Salido ini memang nakal, aku pun sering dibisiki olehnya untuk menyatakan pendapat cocok tidaknya jika Inan dan Minang bersatu. Dan memang karena Salido sering menggoda mereka inilah, adik-adik Minang pun setuju untuk mendukung Salido. Dan rombongan Inan lainnya pun juga berujar, alangkah baiknya jika salah satu dari mereka ada yang mengikat tali persaudaraan sebagai suatu keluarga baru karena kami telah menyelamatkan mereka."

Ibu Minang pun sedikit terbatuk-terbatuk, karena sebenarnya ia pun ingin tertawa lepas mengingat kenangan itu. Namun ia pun hanya tersenyum sumringah agar Minang tidak  terlalu tersipu. Minang pun segera menyuguhkan susu Kabau pada Ibunya untuk mengurangi batuknya.

"Hahaha... hebat benar kamu Salido..."

Tawa Cloth pun lepas sambil  tangannya menepuk-nepuk  bahu Salido dengan gemas. Salido tersenyum bangga melihat suasana malam ini menjadi begitu ceria untuk kedatangan Cloth. Malam semakin larut dan mereka pun segera membereskan makan malam mereka untuk kemudian beristirahat. Mereka tidur berderet di sepanjang ujung ruang gua di ceruk yang cukup lebar di kanan-kirinya, terpisah dari ruang mereka makan dan memasak. Esoknya, Cloth lebih banyak lagi berkenalan dengan seluruh penghuni gua yang belum ia temui di malam itu. Ternyata mereka belum begitu mengenal cara bercocok tanam, sehingga Cloth mengenalkan mereka seperti Ayahnya mengajarinya. Kelak Cloth akan menjadi "Bapa Para Petani", sedangkan adiknya sudah lebih dulu mendapat julukan "Bapa Para Gembala". Hablur pun mengajari para penghuni gua Minang ini beternak walau tidak secara langsung, dan Inan sebagai perantara mendapati wejangannya. Hingga semuanya mahir, suara Hablur pun hilang. Keturunan Minang pun nantinya akan terus berkembang dan membudaya di situ.

Setelah beberapa lama tinggal bersama para penghuni gua Minang dan mengajari mereka bercocok tanam, Cloth pun pamit melanjutkan perjalanan. Ia mendapati kembali titah Sang Pencipta untuk mendapati burung Garuda yang akan muncul di Kuok. Cloth pun tiba di desa Kuok dengan perasaan tercekam, bau anyir darah begitu segar menusuk indera penciumannya. Cloth pun menjadi terjaga dari sesuatu yang tidak diinginkan, karena ia mulai mendengar keributan. Pohon-pohon di sekitarnya berderak-derak kencang untuk kemudian melesak burung-burung Kuok yang berbulu hitam mengkilap dengan paruh tajam berhamburan. Cloth pun bersiaga dengan tongkatnya untuk menghalau mereka.

Burung-burung Kuok inilah yang diceritakan  oleh Inan telah membantai para manusia di sekitar sungai Kapas ini karena mereka menjadi liar dan kehabisan makanan oleh gunung yang diletuskan Sang Cerub Penjaga, Sam. Mereka pun meninggalkan pemukiman mereka dan menamainya "Kuok" sesuai dengan teriakan burung-burung itu yang sangat keras.

"Kuok...kuok...kuok...!!!"

Burung-burung pemakan bangkai itu pun menukik melancar serangan menyerbu Cloth. Tongkat-tongkat segera dimainkan oleh kedua tangan Cloth menghalau sebisa mungkin sambil berlari kencang mencari tempat perlindungan. Ia berusaha untuk tidak membunuh ataupun melukai burung-burung itu. Nafasnya makin terengah-engah karena begitu banyaknya kawanan Kuok yang mengejarnya.

Semakin kewalahan Cloth meladeni amukan kawanan Kuok itu, disaat kepayahan karena belum menemukan tempat perlindungan...tiba-tiba ada sesuatu menyambari sekitarnya dikelilingi kawanan Kuok itu. Bayangan berwarna emas itu berkelebat-kelebat cepat menyerang kawanan Kuok yang menjadi semakin ribut. Kawanan Kuok itu pun menjadi terbang berpencar menjauhi bayangan emas itu dan serangan mereka pada Cloth pun menjadi terhenti. Cloth pun bersyukur akhirnya ia bisa selamat, akan tetapi bayangan emas itu juga menyambar dirinya.

"Sraartt...sreett...."

Walau berusaha menghalaunya dengan tongkat, Cloth tidak bisa menandingi kecepatan bayangan emas itu. Kening terasa perih sekali, dan darah pun semakin deras mengucur hingga akhirnya ia terjungkal lemas dan terguling-guling ke bantaran sungai Kapas.

"Srakk..krossakk...byuurrr..."

Kesadaran Cloth menghilang bersamaan air sungai Kapas menerima dirinya...

Perasaan hangat menjalar di antara dingin-dingin yang menggigilkan. Mata Cloth perlahan-lahan terbuka di antara kesadarannya mulai muncul, namun... nafasnya masih agak terasa sesak.

"Mmmphh...mmphh..."

Cloth meronta-ronta dari rasa tertindihnya, yang kemudian menjadi lega setelah kehangatan yang menindihnya itu berpindah.

"Ahhh..."

Batin Cloth lega, namun tubuhnya masih begitu terasa lemas.

"Engkau sudah sadar...?"

Cloth pun menengok ke arah sumber suara itu dan sangat terkejut dengan wujudnya yang sangat besar. Matanya terbelalak, dan ingin kabur rasanya menjauhinya. Ternyata bayangan emas itu berwujud burung perkasa yang lebih besar daripada burung-burung Kuok itu. Pandangannya pun terlihat lebih tajam dan berwibawa.

"Janganlah takut, Akulah penandamu..."

Cloth terheran-heran,

"Dari mana suara ini... sementara dia itu tidak berkoar-koar."

Batin Cloth langsung terjawabi,

"Aku bersuara melalui pikiranmu, kamu akan bisa berkomunikasi dengan selain manusia sepertimu... dan luka di keningmu itulah kamu tertandai untuk itu."

Cloth pun meraba-raba bagian keningnya yang masih terasa perih, dan memang... ia mendapati goresan luka menyilang. Ia juga seperti menjadi mendapat suatu perubahan drastis dengan memandangi sekelilinginya yang terasa lain dari biasanya.

"Siapa namamu, darimana asalmu...?"

Cloth pun menanyai asal-usul burung itu seraya mencoba bangkit dan duduk berhadap-hadapan dengan burung raksasa itu.

"Aku Garutmat, pemimpin dari burung -- burung di udara Taman Hidden tempat Ayah dan Ibumu pernah tinggal. Dan aku akan menandaimu sampai ke Nod..."

Mereka pun melakukan perjalanan bersama-sama melewati lembah, padang rumput, hutan belantara, hingga berbukit-bukit terlewati. Terjumpa pula Cloth pada bunga-bunga Carcass itu, mereka telah berkembang biak menjadi banyak. Namun aroma bunga Carcass sangat menyengat sekali, bau ini... seperti bau yang ia pernah cium saat membenahi jasad Hablur dengan wewangian dari Barus. Kening Cloth pun terkenyit sambil menutup hidungnya.

"Inilah tanda maut yang diterima untuk kelalaian anak manusia di Taman Hidden, karena itu keabadian yang indah berubah menjadi mekaran kebesaran maut."

Garutmat berujar seraya tersenyum bijak, sayap-sayapnya kemudian merengkuh hangat Cloth. Batinnya kembali berkecamuk, terkenang kembali... kelalaian dirinya menjaga hati pun juga terabaikan hingga ia membunuh Hablur. Maka, tempat ia singgah melihat bunga-bunga Carcass yang ditanam kedua orang tuanya itu di namakan "Bengkulu".

'Bengis Aku dahulu..."

Ucap Cloth lirih seraya meninggalkan tempat itu dengan langkai gontai dan Garutmat mencoba menghiburnya.

Akhirnya mereka sampai di dataran NOD (Ngaras of Death) yang dimaksud oleh Sang Pencipta. Tempat itu berada di lembah yang dalam di antara dua tebing yang curam. Dengan di apit dua pegunungan api yang mematikan, Pegunungan Moura (Mountains Range) di sebelah Barat dan Pegunungan Cracatoa di sebelah timur. Di situlah Cloth memulai hidup baru mengembangkan tanah itu menjadi pertanian yang berundak-undak mengikuti bentuk lereng lembah dengan menyemai punden-pundennya. Garutmat pun kembali ke Taman Hidden setelah mengantarkan Cloth.

Garutmat itu terbang menghilang di balik Pegunungan Moura (Mountains Range) dan menukik ke arah Gunung Tempo, tempat bersaksi untuk "waktu" di mana manusia "pilihan" memulai perabadannya dari Taman Hidden. Di mana ada suatu sungai yang mengalir dari Hidden untuk menyegarkan Taman itu, dan dari situ mengitari kanan-kiri Gunung Kaba... di mana Sang Pencipta mengucurkan sumber mata air kehidupan manusia pertama Taman Hidden. Jika dilihat dari atas, dataran tinggi Gunung Kaba berbentuk seperti kubus dengan kerucut kawahnya yang menjadi pusat energi Sang Pencipta hadir di Bumi menyambangi manusia pilihan di Taman Hidden, untuk Hadire dan Desire kemudian 'kabbalah'(menerima) ajaran jiwa spiritual Sang Pencipta.

Sungai itu pun terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama bernama sungai "A. Rawas ", yang akan mengalir menggelilingi  dan menuju seluruh  tanah "Pa lemba", tempat  "palimbangan" emas ada. Dan emas dari negeri itu bagus, di sana pun ada damar bedolah dan batuan permata yang indah menawan. Nama sungai yang kedua yaitu  persatuan "A.Lakitan" dan "A.Musi" yang sebelum dan sesudahnya persatuan mengelilingi seluruh Tanah Musi. Nama sungai yang ketiga ialah "A.Lematang", adalah yang mengalir di sebelah timur "Lahat"... tempat manusia jatuh ke dalam kelalaiannya menuju liang lahat. Keabadian menjadi sirna, darah dan daging menjadi kenyataan yang didapati sekarang kehidupan fisik manusia menutupi rohnya. Dan sungai yang terakhir yaitu "A.Enim", tempat manusia pertama Taman Hidden belajar memelihara alam (pertanian dan peternakan).

Saat sedang membuka lahan, Cloth bertemu sekelompok penghuni yang telah lebih dulu bermukim di Nod. Cloth pun bersama-sama dengan kelompok itu mengembangkan Nod. Mereka pun semakin mengembangkan Nod hingga ke daerah-daerah di sekitarnya. Kelompok-kelompok manusia lain di dekat situ pun ikut bergabung dan menjadikan pemukiman-pemukiman lain. Mereka akhir mulai jarang berburu dan meramu dengan akhirnya beternak dan bertani. Hingga akhirnya Cloth bertemu dengan tambatan hatinya, Jiva. Cloth kemudian bersatu dengan Jiva yang merupakan jelmaan salah satu ras bangsa Proton, malaikat yang di utus sang pencipta untuk mengurangi dampak buruk kejiwaan manusia dari kutukan pohon terlarang di Taman Hidden. Jiva lahir sebagai anak dari pemimpin kelompok yang membangun pemukiman baru di sebelah timur Nod yang ia namai "Kotajiva".

 

SE-BAB 3

Hal-hal yang ia dapatkan selama pergi dari Nias ke Nod ternyata benar-benar semakin menyalakan jiwa pengembaraannya. Tak lama setelah berhasil membangun Kotajiva, Cloth pun membawa Jiva berkelana menyebrangi pegunungan Cracatoa yang dijaga oleh sang Cerub Penjaga bernama Craca. Cloth kemudian benar-benar merasakan lagi perubahan dratisnya tertandai. Ia bisa berkomunikasi dengan Craca, di mana ia sebelumnya tidak bisa berkomunikasi dengan mahkluk-mahkluk lain selain manusia seperti dirinya. Bahkan dengan Sam pun tidak. Ia seakan-akan mengalami peningkatan "kesadaran  jiwa" setelah membunuh Hablur dan di amukan oleh letusan gunung yang dijaga Sam, hingga ia merasa menyesal dan bertobat. Cloth pun melanjutkan pengembaraannya, dan tempat ia berinteraksi dengan Sang Cerub Penjaga Cracatoa yang bernyala-nyala dinamainya "Citeureup".

Cloth dan Jiva pun sampai di suatu daratan yang cukup landai, mereka memutuskan untuk menetap di situ. Mereka membangun kembali sebuah lahan pertanian dan peternakan di situ. Selain itu Cloth mencoba mengembangkan perabadan manusia yang lain melalui pencerahan yang telah ia dapatkan dari "tanda" Sang Pencipta. Cloth pun bersetubuh dengan istrinya dan mengandunglah wanita itu. Jiva lalu melahirkan seorang anak yang kemudian dinamai "Sunada", yang berarti 'api kekal penuh keagungan'. Cloth berharap, Sunada bisa menjadi 'cahaya keabadian yang maha agung' agar bisa menebus kelalaian akan kekal yang hilang dari Taman Hidden. Kemudian kota baru yang telah ia dirikan di situ dinamakan "Sunada", di mana Cloth bersama para penghuninya merayakan dengan perayaan minum buah Kelapa yang merupakan hasil alam yang banyak terdapat di daerah situ.

Orang-orang yang pernah dijumpai Cloth selama pengembaraannya pun menjadi lebih pesat berkembang daripada kelompok-kelompok manusia lain. Dengan pengajaran Cloth, mereka pun akhirnya bisa berada pada "keistimewaan" energi yang pernah Hadire dan Desire dapatkan di Taman Hidden. Mereka bisa berinteraksi dengan alam, dengan Cloth memperingatkan untuk tidak disalah gunakan keistimewaan itu. Karena keistimewaan itu adalah untuk perabadan yang beradab sesuai dengan hakikat Sang Pencipta. Hingga tak terasa, bumi sedang dalam awal pesat perabadannya menjadi suatu kesenjangan antara para manusia yang sudah "tercerahkan" (modern) dan yang "belum tercerahkan"(primitif) oleh kebudayaan warisan Cloth.

Ketika kehidupan Kaum Neutron (manusia) itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, Mereka menarik anak-anak Sang Pencipta dari kalangan para bangsa Proton dan Elektron melihat kehidupan perkawinan Jiva. Bangsa Proton dan Elektron melihat bahwa ternyata anak-anak gadis kaum Neutron ini cantik-cantik dan cakap-cakap. Kedua bangsa itu pun saling berebut menarik perhatian siapa saja yang mereka sukai dari kaum Neutron untuk dijadikan istri atau suaminya. Namun Sang Pencipta mengingatkan bahwa Kaum Neutron telah menjadi daging dan sudah terkutuk keabadiannya. Namun, keterpikatan Bangsa Proton dan Elektron pada anak-anak manusia sudah kepalang tanggung. Mereka membangkang Sang Pencipta dengan melepaskan dunia suci mereka. Tidak hanya pada anak manusia saja, pada para anak hewan pun mereka begitu terpikat kejelitaan jasmaniahnya. Bumi kembali pada perubahan besarnya membangun perabadannya.

Sementara di Nias, Hadire kembali bersetubuh dengan Desire dan melahirkan lagi seorang anak laki-laki. Mereka menamainya "Asset", karena mereka telah mendapat ganti kembali Hablur atas karunia Sang Pencipta. Dengan ini, penghuni bumi semakin bertambah dan berkembangannya perabadan manusia. Dengan keturunan Taman Hidden sebagai pelopor, Asset dan keturunannya mengembangkan perabadan di sebelah Barat, sedangkan Cloth dan keturunannya di sebelah Timur.

Bumi pun menjadi awal perabadan yang luar biasa, persilangan para bangsa ras Proton, Elektron dan Neutron pun tidak terhindarkan. Pada waktu itulah berbagai genetik kehidupan menakjubkan di Bumi. Di mana para Cerub-cerub semakin berjaga mengendalikan cemeti pada sabuk apinya, untuk menjaga keseimbangan Bumi. Terutama Sam dan Craca, para Cerub penyangga pilar langit. Tempat patahan pilar-pilar 'Stauros' akan mengawali cambuk bencana menegakkan peringatannya.

"Ayo, kita pilih dari kaum Neutron untuk diri kita sendiri. Dari antara anak-anak bumi manusia itu, kita akan memperoleh anak-anak kita."

Gairah Bangsa Proton dan Elektron itu pun makin berlipat ganda. Dan bersama-sama, semuanya saling mempengaruhi dan menghampiri Kaum Neutron Dan para anak-anak manusia yang sudah pada "keistimewaan" pun bergayung sambut saling menggoda dan merayu dengan anak-anak malaikat itu. Mereka mulai saling bersetubuh, kemudian Bangsa Proton dan Elektron mengajari mantera dan tenung....lalu mereka para Neutron mengandung anak-anaknya. Orang-orang raksasa pun ada di bumi menjadi Kaum "Meganthropus", serta manusia-manusia setengah pribumi menjadi Kaum "Elf" (Earth of Half). Inilah orang --orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, mereka pun menjadi kenamaan. Dari ranah persilangan hewani pun menjadikan sosok-sosok termasyur para mermaid Duyung, Centaurs, Minotaurs, Unicron, Pegasus, dan berbagai wujud-wujud lainnya yang tidak kalah mengagumkan dan menyeramkan... itu mungkin yang akan  ada disebut sebagai..."Monster".

Keturunan-keturunan ini pun ternobatkan menjadi bangsa penyangga dunia nan eksotis, yaitu "Bangsa Atlantis". Mereka membangun gerbang-gerbang pintu masuk perabadan eksotis. Mendirikan kanal-kanal bermuara di ceruk perairan yang memiliki celah pintu masuk yang sempit sebagai jalan ke samudra luas. Melalui kelompok Asset di Barat, mereka mendirikan "Kumari Kandam" di ceruk Andaman. Di arah tempat matahari, Sang "Hyperion" terbenam. Kemudian melalui kelompok Cloth di Timur, mereka mendirikan "Svetadvipa" di Utara kota Sunada, yaitu di ceruk Souchin yang merupakan ceruk samudra yang lebih besar dari ceruk Andaman. Di arah tempat matahari, Sang "Hyperion" terbit. Mereka membangun ini dengan konsep kambrium  melingkar. Perabadan 'Purusha' Atlantis yang canggih, unik nan eksotis pun dimulai...

Frankincense (Purwokerto, 25 Januari 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun