Mohon tunggu...
Firlen Kusuma
Firlen Kusuma Mohon Tunggu... Konsultan - Hello!

Anything on my thoughts!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tolak Ukur Kehidupan Berdasarkan Media Sosial, Pantas Kah?

28 Februari 2020   07:30 Diperbarui: 28 Februari 2020   16:52 1749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Google Gambar // Reflection

Perkembangan dari satu zaman ke zaman yang lain merupakan sebuah hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia, perkembangan dari zaman ke zaman di tandai dengan adanya perubahan teknologi dan juga perubahan tingkah laku manusia di karenakan teknologi tersebut.

Tahu tidak ? munculnya sebuah teknologi pertama kali pertama kali di mulai dengan di temukannya seuah mesin cetak oleh Johannes Gutenberg, disinilah menjadi titik cerah mulainya perkembangan tenologi hingga mencapai saat ini. 

Seiring berkembanya sebuah teknologi muncullah banyak istilah menegnai media baru, berdasarkan Wikipedia Media baru (bahasa Inggris: new media) merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan.

---
Teknologi, menurut M Maryono mengatakan "pengembangan dan penerapan berbagai peralatan atau sistem untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari- hari".

"Media Sosial  merupakan sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual" menurut MCGraw Hill Dictionary.
Media sosial yang berkembang di masa sekarang sendiri seperti Instagram, Facebook, Twitter, Gmail, Snapchat dan lainnya
---

Kekuatan Media Sosial!

Media sosial merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari manusia, sebuah riset dalam buku Understanding Media & Culture mengatakan banyak remaja dengan kisaran umur 8 - 18 tahun banyak menghabiskan waktunya sekitar 7.5 - 8 jam per hari untuk menggunakan media sosial. Wow ... sebuah riset yang cukup mencengangkan.

Fungsi dari Media sosial kini dapat menjadi  wadah untuk mengekspresikan perasaan, menceritakan keseharian, membagikan informasi, menginflunce, mengembangkan bakar, sebagai lapangan untuk mencari pengalaman dan uang, positif banget kan?

Namun jangan salah, media sosial tidak jarang juga digunakan secara negatif oleh banyak orang seperti men-judge, mengkritik, bahan gossip, menjelek-jelekan nama orang lain, penipuan, dan masih banyak lagi.

Dan yang lebih parahnya lagi, terkadang banyak orang tidak bijak dalam menggunakan medoa sosial dan menjadikan media sosial sebagai tolak ukur kehidupan diri sendiri atau orang lain, yang meliputi keberhasilan, kecantikkan, kepandaian, bakat seseorang, status sosial seseorang atau diri kita.

Berdasarkan apa ? Likes, followers, komentar, konten di dalam media sosial.

Masa sih ? Yuk dilihat! 

Sumber : Instagram
Sumber : Instagram
Lihat Contoh gambar di atas, siapa yang tidak kenal dengan pemilik akun Instagram tersebut? Chris Hemsworth atau mungkin kalian tahunya Thor dalam flim The Avenger. Tanpa kita sadari ketika kita melihat tokoh tersebut pikiran yang muncul dalam diri kita "Wah .. Chris Hemsworth si tampan, sukses, mapan, terkenal di Instagram, followersnya banya cowok idaman banget deh!", atau mungkin pikiran yang muncul "Pengen deh jadi Chris Hemsworth aja, sepertinya hidupnya damai ?" .


Mari lihat tokoh masyrakat satu ini  :

Sumber : Instagram 
Sumber : Instagram 


Pemikiran pertama yang akan muncul adalah "Siapa ini ? saya tidak tahu dia, mungkin dia bukan siapa-siapa, tidak terkenal juga di wilayah saya karena followersnya sedikit, lebih famous saya sepertinya.". Atau kalian mungkin berpikir "Wah... orang jelek nih pasti, tidak memakai foto profile!".

Asumsi dari pemikiran melalui dua contoh di atas akan muncul saja di pikiran kita hanya karena melihat seseorang yang mungkin memiliki likes, followers, atau komentar yang banyak atau sedikit di dalam media sosialnya.
Asumsi ini akhirnya berubah menjadi sebuah mindset atau pola pikir seseorang untuk menjadikan media sebagai tolak ukur utama sebuah kehidupan.

Masih belum percaya? Coba lihat lagi contoh berikut!

Sumber : Instagram @jktfoodban dan @foooddd.ily
Sumber : Instagram @jktfoodban dan @foooddd.ily
Gambar di atas merupakan gambar dari dua akun food blogger, lihat jumlah likes yang di terima oleh jktfoodbang VS foooddd.ily.

Sama mengupload foto makanan dengan kualitas kamera yang bagus, namun pertanyaanya 

"Mengapa jumlah likes di salah satu akun lebih banyak jika di bandingkan dengan akun lainnya padahal mengupload sebuah konten yang sama?"

Dari sisi pemilik akun foooddd.ily bisa saja menimbulkan pertanyaan dan tolak ukur kembali "Apakah gambarnya kurang menarik? Apakah saya tidak berbakat? Apakah saya tidak terkenal?". Yang akhirnya karena melihat media sosial tersebut kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain.

---
Lalu ? Apa kaitan semuanya ?

Dari kedua contoh di atas dan sudah di singgung, mulai dari jumlah followers, likes, komentar yang sedikit akhirnya berdampak pada  :
-Ketidakpuasan terhadap hidup kita
-Selalu melihat cela kosong dalam diri orang lain atau kita
-Selalu berusaha untuk menjadi orang lain sesuai dengan apa yang media sosial mau
-Selalu membandingkan kehidupan yang kita milik
-Tidak melihat potensi asli dalam diri kita

Pada akhirnya media sosial yang awalnya memiliki fungsi sebagai perantara berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, kini berubah menjadi tolak ukur untuk diri kita atau untuk mengukur kehidupan seseorang, hal yang tragis. 

Media sosial sangat tidak boleh di gunakan untuk mengukur kehidupan kita ataupun orang lain, yang dapat menilai diri kita atau melihat tolak ukur dalam diri kita atau orang lain ada pemiliki kepribadian diri tersebut tidak bisa di lihat dari media sosial yang ia miliki, 

karena hanya diri kitalah yang memahami diri dan kepribadian kita atau mungkin sesuatu yang terpendam dalam diri kita. 

Ilustrasinya, tidak bisa terus menerus kita mengikuti arus seperti sungai yang hanya mengikuti kemana arus ingin pergi.

---

Apakah kalian sudah menjadi diri kalian sendiri? dan tidak menjadikan media sebagai tolak ukur tentang kehidupan kalian dan orang lain?

---

Regards, Firlen Kusuma

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun