Boawae, Nagekeo (2025) -- Sejak tahun 2024, sebuah inisiatif sederhana di SMPSK Kotagoa Boawae tumbuh menjadi gerakan literasi yang kini mulai memberi dampak nyata. Melalui pembentukan Kelompok Membaca dan Menulis, sekolah ini berhasil menghidupkan tradisi membaca kritis dan menulis kreatif di kalangan siswa. Satu tahun berjalan, kelompok tersebut sudah melahirkan karya kolektif berupa kumpulan tulisan yang kini siap diterbitkan sebagai buku antologi pertama mereka.
Awal Mula Gerakan Literasi
Kegiatan ini bermula dari keprihatinan para guru terhadap rendahnya minat baca dan menulis di kalangan remaja. "Kami sering melihat anak-anak lebih akrab dengan gawai daripada buku. Dari situlah lahir ide untuk membuat kelompok kecil yang fokus pada membaca dan menulis, bukan sekadar sebagai tugas sekolah, tetapi sebagai kegiatan yang menyenangkan," ungkap Fian N, salah satu guru pendamping.
Pada awalnya, hanya segelintir siswa yang tertarik bergabung. Namun seiring waktu, semakin banyak yang ikut karena melihat teman-temannya bisa menulis cerita, puisi, bahkan esai tentang pengalaman pribadi. Setiap pertemuan, mereka tidak hanya membaca bersama, tetapi juga berdiskusi, lalu menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Pada pertemuan yang lain, selain membaca karya yang ditulis, mereka juga membagikan kembali cerita dari buku yang dibacanya.
Suasana Pertemuan yang Menginspirasi
Pertemuan kelompok biasanya diadakan seminggu sekali, di ruang kelas sederhana atau di bawah rindangnya pohon di halaman tengah sekolah. Di sana, siswa membaca buku pilihan mereka, kemudian mendiskusikan isi bacaan dengan penuh semangat. Ada tawa dan junga tangis dari anak-anak karena menemukan cerita yang begitu menginspirasi bagi mereka.
"Kalau membaca bersama, kami jadi lebih paham isi buku. Kadang ada yang saya tidak mengerti, tapi teman lain bisa menjelaskan. Itu yang membuat membaca jadi lebih seru," kata Puan Wina, siswi kelas IX yang kini aktif menulis cerita.
Setelah sesi membaca, kegiatan dilanjutkan dengan menulis bebas. Tidak ada batasan tema, siswa boleh menulis apa saja: pengalaman sehari-hari, cerita rakyat, atau sekadar curahan hati. Dari sinilah lahir berbagai karya kreatif yang kemudian dikumpulkan menjadi satu.
Dari Coretan ke Antologi