Mohon tunggu...
Fery Setiawan drg MSi
Fery Setiawan drg MSi Mohon Tunggu... Fakultas Kedokteran Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kota Kediri Jawa Timur Indonesia

saya adalah seorang dokter gigi magister sains dengan keilmuan di bidang Forensik dan Odontologi Forensik. saat ini saya sebagai dosen di Institut Ilmu Kesehatan, Bhakti Wiyata di Fakultas Kedokteran Gigi di bidang Odontologi Forensik dan Forensik.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Sembarangan Gigit, Bisa Jadi Bukti di Persidangan

29 Juni 2025   15:09 Diperbarui: 29 Juni 2025   15:09 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gigitan = Bukti di Persidangan (Sumber: Dokumen Pribadi)

"Dok, saya cuma gigit dikit. Masa sih bisa jadi bukti pidana?"

Kira-kira itulah ekspresi terkejut seseorang saat tahu bahwa gigitan yang ia tinggalkan di tubuh seseorang ternyata bisa diseret ke meja hijau. Ya, dalam dunia odontologi forensik, bite mark atau jejak gigitan adalah salah satu bentuk bukti biologis yang bisa digunakan untuk identifikasi pelaku tindak kejahatan, bahkan korban.

Gigitan Tak Pernah Bohong

Tidak semua gigitan itu romantis. Di dunia nyata, gigitan bisa menjadi barang bukti. Dalam kasus penganiayaan, kekerasan seksual, bahkan pembunuhan, sering ditemukan jejak gigitan pada kulit korban. Dan tahu tidak, pola gigitan tiap orang itu unik, seperti sidik jari.

Bentuk lengkung rahang, ukuran gigi, jarak antar gigi, dan posisi tambalan atau gigi yang hilang---semuanya menciptakan "sidik gigi" yang khas. Jadi kalau kamu menggigit seseorang saat marah... jangan kaget kalau gigi kamu jadi saksi ahli tak bersuara.

Gigi: Detektif Dalam Mulut

Dalam sejarah forensik, banyak kasus besar terungkap dari jejak gigitan. Salah satu yang terkenal adalah kasus Ted Bundy, si pembunuh berantai, yang akhirnya dijatuhi hukuman mati karena bukti gigitan di tubuh korban cocok dengan susunan giginya.

Indonesia pun pernah punya kasus serupa. Dalam beberapa penyelidikan KDRT, bekas gigitan menjadi titik awal pengungkapan pelaku karena tidak ada saksi mata lain.

Gigi, DNA, dan Sidik Rahang

Selain bentuk fisik, gigitan juga bisa mengandung DNA pelaku---melalui sisa air liur yang tertinggal. Artinya, satu gigitan bisa menjadi dua bukti: pola gigitan dan jejak genetik.

Kalau biasanya orang khawatir sidik jarinya tertinggal, di dunia forensik gigitan pun tidak bisa dihapus begitu saja. Ia akan tertinggal di foto visum, dokumentasi polisi, dan akhirnya mungkin tampil di layar proyektor ruang sidang.

Gigitan Mantan Nggak Bisa Jadi Bukti?

Nah, ini pertanyaan receh yang sering saya dengar: "Kalau digigit mantan pas rebutan donat, bisa dibawa ke ranah hukum nggak, Prof?"

Jawabannya: tergantung. Kalau konteksnya masih dalam batas wajar, mungkin hanya masuk kategori nostalgia. Tapi kalau sampai menimbulkan luka serius atau masuk unsur kekerasan, maka bisa saja ditindak lebih jauh.

Jadi ya, bahkan cinta pun kalau terlalu menggigit, bisa berubah jadi bukti pidana.

Gigitan di Mata Hukum

Dalam KUHP, gigitan bisa termasuk bentuk kekerasan fisik. Di mata hukum, luka yang timbul dari gigitan bisa diklasifikasikan sebagai penganiayaan ringan atau berat, tergantung dampaknya pada korban.

Di sinilah peran dokter gigi forensik masuk. Kami melakukan analisis visual dan metrik terhadap pola gigitan, membandingkannya dengan model rahang tersangka. Biasanya pakai teknik photographic superimposition atau computer-assisted comparison.

Jangan Anggap Enteng "Bekas Cinta"

Beberapa pasangan mungkin menganggap gigitan kecil sebagai bentuk ekspresi sayang. Tapi dalam dunia hukum, semua luka fisik adalah potensi bukti. Tidak semua korban berani bersuara sejak awal. Kadang, gigitan yang difoto dan didokumentasi bisa menjadi satu-satunya bukti keberadaan pelaku. Jadi, yuk mulai dari sekarang: cintailah dengan lembut. Jangan sampai gigitan jadi viral di ruang sidang.

Dunia Pendidikan Juga Mulai Belajar

Saat ini, beberapa fakultas kedokteran gigi di Indonesia sudah memasukkan analisis bite mark dalam modul odontologi forensik. Mahasiswa diajarkan cara mengukur lengkung gigitan, mengenali luka vital, dan membedakan gigitan manusia vs hewan (ya, beda lho bentuknya!).

Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga penting. Bahwa jejak gigitan bukan sekadar luka, melainkan jejak identitas yang bisa menentukan nasib hukum seseorang.

Penutup: Gigi Bukan Mainan, Tapi Rekam Jejak

Gigi menyimpan banyak hal: cerita masa kecil, bekas makanan, tambalan kenangan, dan... potensi untuk menjadi bukti hukum. Maka jangan main-main dengan gigi sendiri---apalagi gigi orang lain.

Karena di balik senyum ada rekam jejak. Di balik gigitan ada konsekuensi hukum.
Dan di balik ruang praktik dokter gigi, ada satu dunia yang bisa bicara meski pelakunya diam
.

Tentang Penulis:
Fery Setiawan, drg., M.Si adalah dosen di Departemen Odontologi Forensik, Fakultas Kedokteran Gigi, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata. Ia telah menulis 68 jurnal ilmiah, memiliki skor SINTA 709, serta telah menerbitkan 7 buku dan 2 buku yang sedang in-print. Aktif menulis artikel populer bertema forensik, kemanusiaan, dan edukasi kesehatan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun