Secara sederhana bubble dapat diartikan sebagai sebuah keadaan dimana harga aset properti melonjak sangat tajam yang membuatnya tak sustainable.
Biasanya setelah bubble terjadi akan selalu diikuti oleh burst, analoginya bubble itu bisa disamakan dengan balon yang terus ditiup suatu ketika balon tersebut pasti akan pecah.
Nah, ketika "pecah" itu terjadi, bubble properti akan berakhir dan membuat harga properti yang tadinya melambung tiba-tiba anjlok tajam
Sepanjang sejarah perekonomian dunia bubble dan burst sektor properti yang kemudian memicu krisis keuangan dunia sudah berkali-kali terjadi.
Mungkin kita masih ingat dengan krisis keuangan tahun 2008 lalu, yang dipicu oleh Sub Prime Mortgage di Amerika Serikat.
Itu salah akibat bubble properti terjadi di negera Paman Sam, yang kemudian burst dan menyeret lembaga-lembaga keuangannya seperti Lehman Brothers harus hancur karena menanggung beban utang hingga US$ 600 milyar.
Lantas apa sebenarnya yang terjadi dengan Evergrande dan bubble properti di China yang kini terancam meledak ini?
Menurut Analis Bursa Efek Indonesia, Poltak Hotradero kondisi bubble properti di China lantaran secara struktural terjadi kesalahan dalam sistem pemerintahan di Negeri Tirai Bambu ini.
Perusahaan properti di China dijadikan sapi perah oleh pemerintah daerah di seluruh wilayah China. Itu bisa terjadi lantaran secara struktur pendapatan negara di China itu unik.
Pemerintah daerahnya diperintahkan untuk mendapatkan pendapatan tambahan di luar anggaran perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Karena pemda di China tak diperbolehkan mengeluar surat utang seperti di Indonesia, mereka diarahkan untuk memaksimalkan pemanfaatan perizinan konsesi lahan di daerahnya masing-masing.