Sisa-sisa polarisasi seperti saat ini memang sepertinya sengaja dipelihara untuk kepentingan politik sebagian pihak.
Jika dicermati polanya ya begitu-begitu saja serupa dengan saat pilpres berlangsung. Menggunakan politik identitas sebagai amunisinya.
Dalam bidang ekonomi yang dipermasalahkan pun bolak -balik masalah utang negara dan TKA asal China, duh enggak ada topik lain.apa?
Mungkin yang bertambah hanya masalah penanganan Covid-19, karena memang saat Pilpres 2019 isu ini belum ada.
Lantas individu-individunya pun ya itu-itu juga, kita tahu lah siapa-siapa saja mereka ini, Â kelompok gagal move-on.Â
Tak ada yang salah sebenarnya dengan memilih menjadi oposisi, tapi mbok yah kritik yang dilakukan harus dalam koridor konstruktif atas dasar kemasalahatan.
Bukan atas dasar kebencian dan dendam kesumat beribu karat yang ujungnya menjadi "Salawi". Di mata mereke semua kebijakan Pemerintah Jokowi tak pernah ada yang benar, Â selalu salah.Â
Ayolah Jadi lah pendukung dan oposisi yang rasional. Ketika kebijakan pemerintah dianggap tak berpihak pada rakyat, kritik, ingat kan mereka dan beri saran-saran konstruktif. Jika yang terjadi sebaliknya layangkanlah apresiasi dan dukungan.
Contoh terbaru adalah masalah Vaksinasi Covid-19 lah, ketika langkah pemerintah membuat sebagian pelaksanaan vaksinasi Covid-19 harus berbayar dikritik beramai-ramai.
Lantas kebijakan itu dianulir oleh pemerintah  dengan mengratiskan vaksinasi bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, langkah yang bagus dan sangat berpihak pada rakyat.
Namun apa yang terjadi boro-boro diapresiasi malah dicari lagi celah lain untuk tetap dalam mode "menyalahkan".