Dalam buku ini narasi intinya menyebutkan bahwa PKI memiliki skenario untuk meng-komunis-kan Indonesia sudah sejak lama, yang kemudian dikaitkan juga dengan peristiwa PKI Madiun tahun 1948.
Selain itu, pemerintah Orba melalui Sekretariat Negara dan  Sejarah Nasional Indonesia menerbitkan Buku Putih  terkait peristiwa ini yang disunting oleh orang yang sama, Nugroho Notosusanto yang kemudian sempat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat Soeharto memerintah.
Buku putih ini lah yang menjadi acuan dari kurikulum pendidikan sejarah di seluruh sekolah di Indonesia hingga rezim Orba tumbang.
Oleh karena itu dalam versi Orba penamaan peristiwa G30S Â harus disertai PKI dibelakangnya menjadi G30S/PKI.
Saking masifnya doktrin tersebut rezim Orba membuat film yang wajib ditonton seluruh masyarakat Indonesia yang digarap oleh Sutradara Arifin C. Noer bertajuk "Pengkhianatan G30S/PKI".
Pada masa itu setiap tanggal 30 September stasiun televisi wajib menyiarkan film yang acuannya bedasarkan buku yang dibuat oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh tersebut.
Padahal para pelaku peristiwa itu menyebutkan dalam pengumuman resminya sebagai Gerakan 30 September atau G30S tanpa embel-embel PKI dibelakangnya.
Sementara Soekarno, saat itu menyebut peristiwa berdarah ini, dengan sebutan Gerakan Satu Oktober atau Gestok.
Ia berpendapat, karena peristiwa penculikan dan pembunuhan para Jendral itu dilakukan lewat tengah malam 30 September, artinya sudah memasuki tanggal 1 Oktober dini hari.
Jadi pada intinya penamaan G30S/PKI ini merupakan bagian dari propaganda Rezim Orba untuk menegaskan bahwa satu-satunya dalang pembunuhan para Jendral dan rangkaian peristiwa berdarah itu semata-mata karena ulah PKI.
Istilah inilah yang mengendap begitu dalam dipikiran seluruh masyarakat Indonesia. Penamaan seperti.itu seolah menutup munculnya sudut pandang lain dari peristiwa ini.