G. Metode Penelitian Hukum Normatif
 1). Objek Penelitian :  Omnibus Law UU Cipta Kerja/ Tinjauan Hukum Omnibus Law UU Cipta Kerja
2). Pendekatan Penelitian : Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang berfokus pada norma hukum positif yang mengatur tentang Telaah Kritis Terhadap Aspek Ketenagakerjaan pada Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja.
3). Jenis dan Sumber Data Penelitiannya : Dalam penelitian hukum normatif, data yang digunakan berupa data sekunder, yang terdiri atas, Bahan Hukum Primer, terdiri atas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja; Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bahan Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terdiri dari dari buku-buku, jurnal, makalah, tulisan yang terkait.
4). Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data : Dengan menggunakan analisis kajian bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelsan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari kamus hukum, kamus besar Bahasa Indonesia, jurnal, surat kabar dan lain sebagainya.
H. Â Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembentukan Omnibus Law sendiri harus mengikuti mekanisme layaknya membentuk undang-undang seperti pada umumnya, yaitu meliputi tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan yang harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam hal ini tentu pemerintah alangkah lebih baiknya jika memfokuskan dulu melegalkan bentuk omnibus law dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hukum merupakan produk politik sebagai sumber kekuatan mengikatnya hukum. Namun, hukum tidak boleh dibentuk tanpa adanya suatu politik hukum yang berorientasi kebutuhan rakyat. maka pembentukan politik hukum yang menyerap aspirasi dan kebutuhan rakyat secara riil dibutuhkan dalam hal merumuskan tujuan pembentukan omnibus law melalui cara-cara yang telah disebutkan di segmen sebelumnya dalam melibatkan partisipasi masyarakat. Disamping menabrak sistem hukum, UU Ciptakerja seakan memberi kesan untuk dapat menghalalkan segala cara dalam menumbuhkan investasi di Indonesia dan menjadikan hukum sebagai alat dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga ditujukan untuk meningkatkan tingkat perekonomian. Namun, jangan sampai teknik simplifikasi malah bertentangan dengan prinsip ekonomi kerakyatan, dimana substansi hukum yang dibentuk malah cenderung berpihak pada kalangan investor. Tetapi harus dilakukan demi kepentingan rakyat, dengan cara tidak ada substansi yang bermasalah dengan rasa keadilan rakyat hanya demi mempermudah investor untuk masuk. Selain itu proporsionalitas jumlah undang-undang perlu diperhatikan agar menghindari peraturan yang tidak harmonis dan multitafsir.
Posisi Omnibus Law dalam Sistem Hukum Indonesia
Dalam hal ini, omnibus law yang dimaksud dalam sistem hukum Indonesia merupakan bentuk undang-undang yang mengatur berbagai macam objek dalam satu instrumen hukum. sehingga terdapat penyebaran wacana terkait omnibus law yang disamakan dengan UU Payung, yaitu UU yang menjadi induk dari UU lain yang masih satu sektor. Namun, apabila omnibus law dinarasikan sebagai UU Payung, maka omnibus law tidak diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karenanya omnibus law dalam konteks Indonesia dinarasikan sebagai undang-undang.
Konsep Negara Hukum dan Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Pada akhirnya pembentukan Omnibus Law sendiri harus mengikuti mekanisme layaknya membentuk undang-undang seperti pada umumnya, yaitu meliputi tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan yang harus sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam hal ini tentu pemerintah alangkah lebih baiknya jika memfokuskan dulu melegalkan bentuk omnibus law dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini didasari agar pemerintah tidak sewenang-wenang dalam menentukan langkah progresif di bidang hukum, mengingat segala bentuk tindakan pemerintah harus didasari oleh undang-undang, bukan hanya pidato semata.