3. Kenaikan Tajam Biasanya Diikuti Koreksi Harga
Dalam dunia komoditas, tidak ada kenaikan yang abadi. Setiap lonjakan tajam biasanya diikuti koreksi harga, penurunan sementara yang menyeimbangkan harga di pasar.
Koreksi ini bisa dipicu oleh penguatan dolar AS, kebijakan suku bunga global, atau aksi ambil untung (profit taking) oleh investor besar. Karena itu, membeli emas di saat harga sedang di puncak justru penuh risiko.
Alih-alih tergesa membeli, jauh lebih bijak menunggu harga terkoreksi dan stabil. Kesabaran sering kali justru menjadi keuntungan tersendiri.
4. Tetapkan Batas Aman dan Gunakan Uang Dingin
Menurut penulis pribadi, harga aman yang masih layak dibeli adalah ketika selisihnya tidak lebih dari Rp300.000 per gram dari harga resmi Antam. Jika lebih dari itu, sebaiknya pikirkan ulang dan amati dulu pergerakan pasar.
Dan yang paling penting, pastikan menggunakan uang dingin. Yaitu dana yang tidak akan dipakai untuk kebutuhan mendesak atau dalam waktu dekat. Jangan sampai karena takut kehilangan momentum, seluruh rekening atau tabungan justru dikosongkan demi membeli emas.
Sebab, ketika ada kebutuhan penting seperti biaya kesehatan, sekolah anak, atau perbaikan rumah, maka kita akan terpaksa menjual emas tersebut. Dimana dalam jangka pendek, harga buy-back relatif lebih rendah daripada harga saat kita beli. Yang terjadi bukannya untung, tapi malah rugi.Â
Investasi emas memang perlu. Tapi membeli karena FOMO dan tanpa ilmu, justru bisa menimbulkan kerugian .
5. Belajar Menabung Dulu, Bukan Sekedar Ikut-ikutan
Jika niat berinvestasi sudah ada tapi harga di pasar masih tinggi, menabung dulu bisa menjadi langkah paling bijak. Misalnya, jika harga emas naik Rp100.000 pekan ini, maka sisihkan jumlah yang sama di rekening tabungan khusus. Begitu harga terkoreksi atau mulai stabil, dana pun sudah siap dan keputusan membeli bisa diambil dengan tenang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!