Dalam pusaran politik hari ini, perombakan kabinet alias reshuffle yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto bukan soal sekadar mengganti menteri yang tak maksimal atau kurang populer. Ini adalah panggung bagi strategi yang sangat politis, sebuah permainan kekuasaan yang punya banyak lapisan. Kita perlu menelisik kategori-kategori politik apa yang sedang dimainkan, siapa yang diuntungkan, siapa yang mengalami marginalisasi, juga dampak terhadap legitimasi Prabowo sendiri.
1. Konteks Reshuffle: Evaluasi & Crisis Management
Reshuffle ketiga Kabinet Merah Putih, sebagaimana terjadi pada 8 dan 17 September 2025, muncul bukan dalam keadaan normal. Beberapa menteri yang dicopot berada dalam pusat kontroversi, kinerja yang dipertanyakan, bahkan masalah hukum atau integritas.Â
Penggunaan istilah "evaluasi" oleh pihak istana menunjukkan bahwa presiden dan timnya menyadari bahwa tekanan publik cukup besar, bahwa kabinet harus dipertanggungjawabkan tidak hanya secara administratif, tetapi juga secara moral dan performatif.Â
Tetapi, dalam analisis ala Rocky Gerung, "evaluasi" sering kali menjadi kata sandi untuk manuver politik: kapan posisi tertentu terlalu rentan, kapan harus diganti agar tidak menjadi duri dalam daging pemerintahan, atau agar kekuatan politik internal tetap terkonsolidasi.
2. Kategori Politik dalam Reshuffle
Bila kita tekan lebih dalam, ada beberapa kategori politik yang bermain:
a. Politik koalisi dan alokasi kursi
Prabowo datang dengan koalisi besar dalam Kabinet Merah Putih, yang terdiri dari banyak partai. Dalam koalisi seperti ini, perombakan menteri bukan hanya soal kompetensi, tetapi juga kewajiban politik: memenuhi tuntutan partai pendukung, mengakomodasi kelompok elite. Setiap perubahan menciptakan peluang bagi partai atau figur yang sebelumnya mungkin kurang mendapat kursi strategis.
b. Politik kompetisi internal & patronase
Ada bahwa menteri yang diganti mungkin bukan hanya karena kinerja buruk, tetapi juga karena kalah dalam kompetisi pengaruh di internal kabinet atau partai. Reshuffle bisa menjadi cara Prabowo menata ulang patronase---memberi reward kepada yang loyak, mengganti yang dianggap kurang sejalan dengan visi atau tekanan.