Ini yang kelima kali seseorang menaruh makanan di gagang pintu nomor 604 yang artinya santapan gratis bagi J. Ia sebenarnya punya nama lengkap, tetapi tidak suka berkenalan. Ada yang lebih penting dari itu, siapa yang suka sekali mengirim makanan untuknya?
Saat pertama kali mendapati benda itu tergantung di sana, dia was-was dan bingung. Selapar apa pun dirinya, dia tidak akan sudi melahap makanan yang entah siapa pengirimnya. Mungkin saja makanan itu sudah bergumul dengan racun, meski sebenarnya yang lebih menakutkan adalah makanan itu sebagai perantara guna-guna.
Siapa juga perempuan yang tidak akan merasa seperti itu? Terlebih J berparas indah dan tinggal di lingkungan yang campur aduk. Sekalipun J merasa dirinya tidak pernah menggoda atau bahkan memancing birahi orang lain dengan sengaja, tetap saja banyak sekali yang menaruh hati padanya. Terbukti dari banyaknya siul dan kalimat 'tembak' dari para pria. Ini semua jelas karena wajahnya yang menawan serta tubuhnya yang kurus semampai dengan kulit putih seperti standar kecantikan ideal.
J tentu menolak segala bentuk rayu, dia sendiri lebih suka hidup tertutup. Pakaiannya tidak pernah memamerkan lekuk tubuh dan dia rasa semuanya baik-baik saja. Namun, malam itu terasa malam yang terkutuk. Pria yang dijuluki preman berhasil menghadangnya selepas pulang kerja lantas melakukan hal yang menjijikkan.
Katanya preman itu tidak suka dengan penolakan J. Dia memaki dan mengatai J sebagai wanita bayaran yang berpura-pura hidup sebagai gadis lugu.
J merintih menangis dan melawan, tetapi tubuhnya yang kurus kalah oleh tubuh preman itu yang lebih besar darinya. Dia sampai mandi berkali-kali untuk menghilangkan najis, tapi dia sendiri merasa malu atas tubuhnya yang rasanya berlumuran cela.
J mengalami masa sulit. Setiap melihat preman itu dia akan langsung putar balik atau bahkan lari. Rasanya campur aduk dan tentunya memuakkan. Lalu dia jadi sering bolos kerja dan berujung pemecatan. Hasilnya dia mengurung diri di kamarnya dan hanya keluar untuk makan. Itu pun dia menghindari preman tersebut. Meskipun sudah seminggu ini preman tersebut tidak menampakkan diri. Tetap saja ada ketakutan besar yang membayang.
Sampai akhirnya dia dikirimi makanan misterius. Si pengirim yang seolah-olah tahu bahwa makanannya pernah berakhir di tempat sampah, berikutnya memberi makanan dengan menyelipkan sebuah kertas. Bukan tulis tangan sehingga sulit diidentifikasi milik siapa. Namun, kata-katanya terdengar tulus. Terbukti dari tulisannya di kertas bahwa makanan itu sebuah kepedulian dari perempuan lain.
Mengetahui itu dari perempuan, J lekas memakannya. Tentu saja aman dan bikin kenyang. Bahkan J jadi ketagihan. Bumbu pada daging bebek itu sungguh nikmat dan dia suka sekali. Ia mengenali di mana si pemberi membeli makanan. Tentu di gerobak makanan bagian bawah rumah susun ini.
Gerobak favorit yang sudah lama enggan ia kunjungi. Pemiliknya adalah wanita tua yang suka sekali mengomel. Bicaranya tidak pernah berhenti. Dari tempatnya itu pula sebuah rumor bisa berkembang di rumah susun. Dikonsumsi pintu ke pintu hingga melahirkan banyak sekali pendapat dan penghakiman.
J muak sekali. Bukan karena apa, tetapi tidak ada gunanya menceritakan keburukan satu sama lain sementara celana dalam yang merupakan aib bahkan dipamerkan di atas tali jemuran di tiap lantai. Pemandangan sehari-hari. Mereka sudah saling tahu kebusukan masing-masing, tetapi masih saja suka membentuk persepsi bahwa mereka setidaknya lebih baik dari penghuni kamar nomor inilah nomor itulah. Padahal semuanya sama. Sama-sama manusia yang tidak hanya punya satu warna.
Apa pun itu, J merasa beryukur dikirimi makanan. Ia menikmati makanan kelima sambil menebak-nebak. Siapakah di rumah susun ini yang begitu peduli padanya yang sejak sebulan lalu berhenti dari pekerjaan sebagai c0stumer service?
Tentu bukan si tetangga sebelah kanan karena perempuan muda itu tidak suka bersosialiasi. Merasa derajatnya lebih tinggi hanya karena bisa ber-ootd penuh merek dari atas kepala hingga ujung kaki. Tidak sadar diri bahwa tetangga lantai atas bawah sibuk membicarakannya yang nyaman dihidupi oleh sugar daddy.
Juga bukan tetangga sebelah kiri yang punya seribu tagihan pinjaman online, terbukti dari betapa stresnya dia setiap hari dengan muka kusut dan hobi berbasa-basi tentang hidup yang memuakkan. Perempuan yang menghabiskan hidupnya bekerja untuk gali lubang tutup lubang dan tetap saja kesulitan makan setiap hari.
Jadi ... siapakah si pemberi ini? J bukan orang yang pintar bersosialisasi karena ia terbiasa kabur jika disiuli para mulut kurang ajar. Tidak banyak yang mengenalnya, ia yakin itu. Apalagi perempuan di sini saling merasa paling suci hidupnya dari yang lain, yang suka sekali bersaing. Sulit mencari seseorang yang tulus bersimpati padanya.
Suatu pagi, J sudah berencana untuk memergoki si pengirim tersebut. Dia bersembunyi di sudut tangga sebelah ingin melihat siapa yang repot memberinya makan siang.
Tak lama dia pun melihat seorang wanita tampak celingukan sana-sini sembari memegang sebuah kresek. Gerak-geriknya agak mencurigakan. Tampak wanita itu menggantungkan kresek tersebut persis di gagang pintu milik J kemudian pergi terburu-buru.
Mata awas J meredup. Seperti ada sesuatu yang menyengat dirinya begitu melihat wajah dibalik topi itu. Dari semua orang yang sudah dia curigai, orang tersebut tidak ada dalam list. Si wanita tua cerewet pemilik gerobak makanan. Dia bukan wanita biasa yang suka bertindak tanpa alasan. Bahkan satu dunia rumah susun ini tahu tingkah lakunya.
J merasa ini janggal. Ia pun kembali ke kamar dengan perasaan was-was. Jemarinya yang bertengger di atas kedua bibir tampak gemetar. Ada sesuatu yang salah ... sesuatu yang aneh. Wanita tua itu pasti tahu sesuatu!
Apakah dia tahu tentang malam itu? J mendadak takut sekali sebab tidak ada satu rahasia pun yang aman dari mulut wanita itu. Jika dia mengetahui sesuatu tentang J, maka habislah hidupnya! Semua mata akan menatapnya penuh tudingan.
Ketakutan yang bersemayam di kamarnya kini kambuh lagi, kali ini dengan bentuk yang berkali-kali besar.
Ia tidak akan tahu bagaimana hidupnya setelah ini. Ketakutan itu membuatnya benar-benar tidak bisa tenang. Bahkan segelas air dan obat antidepresan tidak berperan banyak. Dia menggigil.
Kresek makanan itu kini terasa seperti ancaman. Seolah ada wajah wanita tua itu tergambar di sana dan mulutnya komat-kamit membeberkan sesuatu lalu tertawa nyaring bagai nenek sihir yang terperangkap dalam cerita orang suci.
J mulai was-was. Ia pikir hidupnya sudah aman. Haruskah ia pindah? Namun, ke mana selembar rupiah berwarna hijau dapat membawanya? Bahkan makanan yang akan jadi tai saja hanya bisa mengenyangkannya kurang lebih dua puluh empat jam. Kota ini terlalu sadis untuk ditinggali.
Sejak hari itu J tidak pernah memakanan makanan yang diberikan diam-diam oleh si wanita tua. Untungnya ia masih punya stok mi instan sehingga dia masih bisa bertahan hidup setidaknya selama sebulan ke depan.
Suatu hari ia ingin makan dengan uang terakhir, hendak membeli makanan di luar. Dia memakai hodie dan masker agar tidak dikenali orang-orang. Sayangnya baru saja tiba di lantai satu rumah susun, wanita tua itu mencegatnya. J sudah ketakutan begitu si wanita tua itu menatap matanya langsung.
Pasti dia akan dipermalukan dan dituduh. Mumpung sore ini banyak sekali orang di sini. Namun, tangan wanita tua itu malah mengajaknya ke dekat gerobaknya lalu menyuguhkannya satu porsi bebek goreng tanpa banyak bicara. J takut-takut makan, matanya sesekali mengikuti wanita tua tersebut. Mencoba membaca apa yang akan terjadi.
Gerobak ini tak lama menjadi sepi pengunjung, pembeli sudah pergi. Mungkin akan ramai lagi saat makan malam. Namun, bukan itu masalahnya. Wanita tua itu sudah duduk di depan J. Mulutnya diam, tetapi sesaat kemudian bicara.
"Kamu pasti udah tahu kalau saya yang kasih makanan itu, kan?"
J menggeleng cepat. Mata bulatnya entah bagaimana menangkap sinyal bahaya.
"Terserah, mau nyangkal juga bukan urusan saya. Lagian itu cuma niat baik. Kamu sudah sebulan ini ga pernah masuk kerja. Dipecat, ya? Ah bukan urusan saya juga. Satu pertanyaan aja, preman itu kamu apain?" Wanita tua itu sibuk berceloteh, meski di akhir nada suaranya merendah seperti bisikan.
Sudah J duga wanita tua itu tahu sesuatu! Â Namun, dia buru-buru menggeleng.
"Saya cuma korban!" serunya menegaskan. Pelan, tetapi mengandung amarah berlapis. Matanya menyorot tajam.
Wanita tua itu tertawa. Ia lalu mendekat ke arah telinga J. "Ceritakan, saya mau mastiin sesuatu."
J berkeringat dingin. Dia ketakutan. Dia bukan pembunuh! Malam itu benar-benar mimpi buruk! Dia melihat si preman itu sedang minum miras lalu sebuah ide muncul dalam benaknya. Diam-diam dia menuangkan racun yang rencananya akan dia minum ke dalam mulut botol miras. Ia yakin tidak ada yang melihatnya. Saat itu sepi. Lagipula orang-orang mungkin akan sepakat bahwa penyebabnya mati karena terlalu over minum. Itu bisa dipercaya sebab lelaki itu gemar sempoyongan sepanjangan hari.
Namun, aneh. Sejak insiden itu tidak ada kabar kematian yang heboh. Mungkinkah ada yang menyelamatkan si preman tersebut malam itu? J tidak tahu dan karena itu dia makin ketakutan. Bagaimana jika preman itu muncul lagi dan menuduhnya telah meracuni dirinya?
J gelisah apalagi ada sepasang mata wanita tua ini sebagai saksinya. Ia takut sekali dilaporkan ke polisi. Ia tidak ingin bertemu dengan para lelaki. Ia tidak sudi dicap tidak bermoral.
J khawatir kalau ditanya-tanya karena mereka tidak akan paham rasanya. Preman brengsek itu telah menodainya di jalan yang sempit. Ia teramat takut orang-orang tahu itu. Â Bahwa ia akhirnya melakukan perlawanan kecil demi keadilan. Hidupnya telah direnggut, bukankah adil jika dia sendiri mengantarkan preman itu ke gerbang neraka? Ia tidak bersalah, tetapi tetap akan menjadi seseorang yang dipandang rendah karena begitulah posisi perempuan tanpa selaput darah yang utuh.
Melihat ketakutan di wajah J, wanita tua itu lekas memegang kedua tangannya yang gemetar.
"Makasih," katanya. J terhenyak. Wanita tua itu kembali bicara. "Saya juga korban, tapi kamu lebih berani. Saya sudah membereskan sisanya."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI