Mohon tunggu...
fatrisia
fatrisia Mohon Tunggu... menulis bebas

suka nulis fiksi~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Yang Tidak Terucap di Rumah Susun

1 Juni 2025   15:04 Diperbarui: 1 Juni 2025   15:12 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini yang kelima kali seseorang menaruh makanan di gagang pintu nomor 604 yang artinya santapan gratis bagi J. Ia sebenarnya punya nama lengkap, tetapi tidak suka berkenalan. Ada yang lebih penting dari itu, siapa yang suka sekali mengirim makanan untuknya?

Saat pertama kali mendapati benda itu tergantung di sana, dia was-was dan bingung. Selapar apa pun dirinya, dia tidak akan sudi melahap makanan yang entah siapa pengirimnya. Mungkin saja makanan itu sudah bergumul dengan racun, meski sebenarnya yang lebih menakutkan adalah makanan itu sebagai perantara guna-guna.

Siapa juga perempuan yang tidak akan merasa seperti itu? Terlebih J berparas indah dan tinggal di lingkungan yang campur aduk. Sekalipun J merasa dirinya tidak pernah menggoda atau bahkan memancing birahi orang lain dengan sengaja, tetap saja banyak sekali yang menaruh hati padanya. Terbukti dari banyaknya siul dan kalimat 'tembak' dari para pria. Ini semua jelas karena wajahnya yang menawan serta tubuhnya yang kurus semampai dengan kulit putih seperti standar kecantikan ideal.

J tentu menolak segala bentuk rayu, dia sendiri lebih suka hidup tertutup. Pakaiannya tidak pernah memamerkan lekuk tubuh dan dia rasa semuanya baik-baik saja. Namun, malam itu terasa malam yang terkutuk. Pria yang dijuluki preman berhasil menghadangnya selepas pulang kerja lantas melakukan hal yang menjijikkan.

Katanya preman itu tidak suka dengan penolakan J. Dia memaki dan mengatai J sebagai wanita bayaran yang berpura-pura hidup sebagai gadis lugu.

J merintih menangis dan melawan, tetapi tubuhnya yang kurus kalah oleh tubuh preman itu yang lebih besar darinya. Dia sampai mandi berkali-kali untuk menghilangkan najis, tapi dia sendiri merasa malu atas tubuhnya yang rasanya berlumuran cela.

J mengalami masa sulit. Setiap melihat preman itu dia akan langsung putar balik atau bahkan lari. Rasanya campur aduk dan tentunya memuakkan. Lalu dia jadi sering bolos kerja dan berujung pemecatan. Hasilnya dia mengurung diri di kamarnya dan hanya keluar untuk makan. Itu pun dia menghindari preman tersebut. Meskipun sudah seminggu ini preman tersebut tidak menampakkan diri. Tetap saja ada ketakutan besar yang membayang.

Sampai akhirnya dia dikirimi makanan misterius. Si pengirim yang seolah-olah tahu bahwa makanannya pernah berakhir di tempat sampah, berikutnya memberi makanan dengan menyelipkan sebuah kertas. Bukan tulis tangan sehingga sulit diidentifikasi milik siapa. Namun, kata-katanya terdengar tulus. Terbukti dari tulisannya di kertas bahwa makanan itu sebuah kepedulian dari perempuan lain.

Mengetahui itu dari perempuan, J lekas memakannya. Tentu saja aman dan bikin kenyang. Bahkan J jadi ketagihan. Bumbu pada daging bebek itu sungguh nikmat dan dia suka sekali. Ia mengenali di mana si pemberi membeli makanan. Tentu di gerobak makanan bagian bawah rumah susun ini.

Gerobak favorit yang sudah lama enggan ia kunjungi. Pemiliknya adalah wanita tua yang suka sekali mengomel. Bicaranya tidak pernah berhenti. Dari tempatnya itu pula sebuah rumor bisa berkembang di rumah susun. Dikonsumsi pintu ke pintu hingga melahirkan banyak sekali pendapat dan penghakiman.

J muak sekali. Bukan karena apa, tetapi tidak ada gunanya menceritakan keburukan satu sama lain sementara celana dalam yang merupakan aib bahkan dipamerkan di atas tali jemuran di tiap lantai. Pemandangan sehari-hari. Mereka sudah saling tahu kebusukan masing-masing, tetapi masih saja suka membentuk persepsi bahwa mereka setidaknya lebih baik dari penghuni kamar nomor inilah nomor itulah. Padahal semuanya sama. Sama-sama manusia yang tidak hanya punya satu warna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun