Mohon tunggu...
Fatin Hasna Rafifa
Fatin Hasna Rafifa Mohon Tunggu... Mahasiswa

hobi membaca, menonton drama, dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami dan Mempraktikkan Akhlak terhadap Allah dalam Kehidupan Spiritual

27 April 2024   15:24 Diperbarui: 27 April 2024   15:24 2926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ikhlas
Dalam KBBI dijelaskan, Ikhlas berarti hati yang jujur, tulus, dan rela. Pengertin lain, ikhlas berarti bersih atau suci. Tindakan yang difokuskan hanya kepada Sang Pencipta, disertai dengan kejujuran dalam keyakinan merupakan pengertian ikhlas secara istilah. (Shofaussamaati, 2013: 334)
Menurut Al-Marg, ikhlas merupakan amal hati yang posisinya paling tinggi. Dengan ikhlas, amal seorang hamba yang diterima oleh Sang Pencipta akan menjadi sempurna. Ikhlas berarti memasrahkan hati kepada Sang Pencipta, itu berarti seorang hamba tidak akan memanjatkan doa atau mengharap apapun kepada selain Sang Pencipta. (Qodariyah, 2017:152)

Keikhlasan seseorang bervariasi menurut seberapa dekat mereka dengan Sang Pencipta. Pertama, yaitu ikhlas yang dipunyai kelompok orang terpuji (al-Abrar). Mereka benar-benar terbebas dari sifat riya dalam tindakan mereka karena keikhlasannya. Namun, mereka tetap mengharapkan pamrih atas tindakannya, yaitu berharap diberikan pahala oleh Sang Pencipta dan terhindar dari siksa neraka. Ikhlas yang dimiliki kelompok orang terpuji adalah implementasi dari firman Allah yang artinya "Hanya kepada-Mu lah kami menyembah" (Q.S. Al-Fatihah: 5). Kedua, yaitu ikhlas paling murni yang dipunyai kelompok orang yang selalu berusaha dekat dengan Sang Pencipta (al- Muqarrabin). Ikhlas yang dimiliki oleh al-Muqarrabin jauh berbeda dengan al-Abrar. Al-Muqarrabin melakukan pekerjaan mereka tanpa mengharap imbalan, mereka melakukannya hanya untuk Allah, bukan untuk diri mereka sendiri. Di sini, ikhlas yang dimksud adalah ikhlas yang membuat al-Muqarrabin ada di jalan Allah, menurut al-Nafazi. Ini juga merupakan implementasi dari firman Allah "Dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan". (Ismail, 1997: 1-2). Ikhlas biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki iman akan Sang Pencipta dan percaya atas kebesaran-Nya. Dalam Al-Qur'an dijelaskan, seseorang yang ikhlas akan mendapat ganjaran dari Sang Pencipta atas tindakan mereka. (Hasbi, 2020: 26)

Orang mukmin senantiasa melakukan perintah Sang Pencipta dengan ikhlas, menjalani hidup dan beribadah dengan ikhlas. Mereka tidak melakukan ini karena takut akan api neraka atau mengharapkan surga Allah, tetapi karena ridanya kepada Allah. Semua perbuatan yang akan dilakukan didahului dengan niat ikhlas, tidak mengharapkan materi, tidak mengharapkan kedudukan, tidak mengharapkan pujian dari orang lain, dan tidak peduli omongan orang lain saat melakukan hal yang baik. (Abdurrahman, 2016: 76). Di kalangan mahasiswa, contoh penerapan akhlak kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari adalah ikhlas dalam menuntut ilmu semata-mata hanya mengharap rida-Nya. Berdasarkan hasil kuesioner, semua mahasiswa sudah menerapkan perilaku ikhlas dalam melakukan sesuatu semata-mata hanya karena mengharapkan rida-Nya.

Bersyukur kepada Allah Swt.
Syukur adalah berterima kasih dan bersyukur kepada Sang Pencipta, merasa tenang, bahagia, dan mengakui nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta. Bentuk syukur dapat diwujudkan melalui lisan, hati maupun perbuatan. Syukur adalah memberikan pujian kepada yang memberi nikmat atas kebaikan-Nya. Bentuk Syukur seseorang terdiri dari tiga hal, dan jika ketiga hal tersebut tidak terpenuhi maka tidak disebut bersyukur. Tiga hal tersebut, di antaranya:
1) Membenarkan nikmat dengan hati
2) Mengucapkan dengan perkataan
3) Menjadikan syukur sebagai bentuk ketaatan kepada Sang Pencipta (Hasbi,2020:34)
Tiga bentuk syukur yang dijabarkan sebelumnya adalah hati, perkataan, dan perbuatan. Jika seseorang ingin menunjukkan rasa syukurnya kepada Sang Pencipta atas apa yang dia miliki, pertama yang mestinya dilakukan yaitu membenarkan atas segala yang dimiliki merupakan hasil karunia Sang Pencipta. Ikhtiar yang dilakukan hanya karena Sang Pencipta. Tanpa pertolongan Sang Pencipta, usaha yang dilakukan tidak mungkin mendapatkan hasil sesuai harapan. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya. Setelah mengakui karunia Allah, yang selanjutnya dilakukan adalah mengucapkan lafadz seperti hamdallah sebagai bentuk pujian terhadap Sang Pencipta. Yang terakhir dilakukan adalah pembuktian dengan tindakan, seperti pemanfaatan harta benda yang sudah diberikan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. (Hasbi, 2020: 35). Keuntungan yang didapat ketika seseorang bersyukur kepada Sang Pencipta, yaitu:
1) Akan mendapat banyak tambahan nikmat dari Allah Swt.
2) Diselamatkan dari pedihnya siksa neraka
3) Akan mendapat banyak pahala

Contoh penerapan perilaku bersyukur kepada Allah dikalangan mahasiswa, antara lain bersyukur dapat meneruskan studi ke perguruan tinggi, tidak iri dengan apa yang dimiliki rekan kuliah, bersyukur atas pencapaian saat ini, dan masih banyak lagi. Berdasarkan hasil kuesioner mayoritas dari mahasiswa sudah merealisasikan akhlak kepada Sang Pencipta yang keempat, yaitu bersyukur kepada Sang Pencipta atas pemberian-Nya.

Bertaubat kepada Allah Swt.
Secara etimologi, taubat memiliki arti kembali. Sedangkan secara terminologi, taubat berarti pulang atau kembali kepada Sang Pencipta yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Menyerahkan nafsi sepenuhnya kepada Sang Pencipta dengan sungguhsungguh dan rasa penyesalan yang dalam. (Rusidy, 2019: 89)
Memohon supaya taubat seorang hamba diterima oleh Sang Pencipta. Seluruh anggota tubuh menjadi taat pada hukum Sang Pencipta dan berkomitmen tidak akan melakukan apa-apa lagi setelah kita menyesal atas dosa yang sudah diperbuat. Itu yang disebut dengan taubat, tidak hanya melafadzkan istighfar di mulut, tetapi batin juga harus menyesali dan merasa berdosa. Tak mudah bagi Sang Pencipta untuk mengampuni hamba-Nya kecuali mereka melakukan persyaratan yang sudah ditentukan oleh Sang Pencipta. (Al-Ghazali, 1975: 851)

Karena lalai dan lupa adalah tabiat manusia, kita tidak akan pernah luput darinya. Maka sebab itu, ketika manusia ada dalam kelupaan dan melakukan suatu kebatilan, etika manusia kepada Sang Pencipta adalah segera bertaubat dan memohon ampun kepadaNya. (Maksum, 2012; 86)

Untuk orang awam yang ingin bertaubat, hendaknya melafadzkan istighfar sejumlah tujuh puluh kali setiap hari. Sebaliknya, bagi orang mukmin, taubat dilakukan dengan latihan dan perjuangan untuk membuka sekat yang menghalangi mereka dengan Sang Pencipta. (Hasbi, 2020: 41)

Melihat dari kuesioner, mayoritas dari mereka sudah menerapkan perilaku taubat kepada Allah ketika mereka melakukan suatu perbuatan dosa baik dosa kecil maupun besar. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa mereka jarang bertaubat kepada Allah. Alangkah baiknya jika kita menyegerakan bertaubat kepada Allah dan tidak menundanya. Dalam bertaubat kita harus mengakui kesalahan yang telah kita perbuat dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah akan memaafkan dosa hamba-Nya dan akan diterima taubat hamba-Nya.

Berdzikir kepada Allah Swt.
Dzikir berarti ingat, mengamati, mengenang, mengambil pembelajaran, dan mengenal. Menurut Ensiklopedia, dzikir berarti mengingat Sang Pencipta dengan menjiwai keberadaan, kesucian, keterujian, dan kebesaran-Nya. (Husin, 2019: 6)
Dzikir dalam islam dapat dilakukan dengan tiga cara, diantaranya:
Dzikir Zhahir (dzikir yang nampak), mencakup:
Memuji Allah dengan mengucapkan lafadz seperti tasbih (subhanallah), tauhid (laa ilaaha ilallah), takbir (Allahu akhbar)
Berdoa seperti mengucapkan "Ya Allah yang Maha Hidup lagi Maha Menjaga, hanya dengan rahmad-Mu lah hamba mohon pertolongan-Mu."
Ar-Ri'ayah (penjagaan terhadap sesuatu) contohnya dengan mengucap "Sang Pencipta pasti bersama hamba-Nya."
 Dziktr Khofi, dzikir yang tersembunyi atau tidak terlihat, yaitu dzikir dalam hati.
Dzikir Haqiqi, yaitu dzikir yang dilakukan oleh seorang hamba untuk mengingat Allah Swt. dengan segenap jiwa raga yang dilakukan dimanapun dan kapanpun. (Thohuri, 1986: 20)
Perintah untuk berdzikir diberikan kepada setiap muslim dengan beberapa tujuan, diantanya:
Taat kepada-Nya, dapat diartikan bahwa dzikir merupakan sarana untuk menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Sang Pencipta.
 Dzikir menjadi sarana terkabulkannya doa.
Selalu mengingat atau memikirkan Allah pada saat menyendiri dan berharap Allah akan menurunkan pertolongan-Nya.
Selalu mengingat bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan kehidupan di akhirat kekal selamanya.
Selalu mengingat Allah di dunia, maka Allah juga mengingatnya di akhirat.
Menyembah Allah dengan ikhlas hanya mengharap rida-Nya, maka Allah akan meninggikan derajatnya.
Rajin dalam menjalankan ibadah atau perintah Allah sehingga Allah memberi perhatian yang istimewa.
Memanfaatkan karunia Allah dijalan yang benar, maka Allah akan menurunkan pertolongan-Nya saat kita sedang dihadapkan dengan musibah.
Berjihad (berjuang) dijalan-Nya, maka petunjuk Allah akan selalu menyertai dalam setiap hembusan nafas. (Shaleh, 2008: 462)
Dzikir merupakan sarana utama dan yang paling mudah untuk berkomunikasi dengan Allah Swt., dzikir harus direalisasikan dalam keseharian sehingga kita dapat merasakan spiritualitas yang segar dalam sebagian besar waktu yang kita miliki. Dalam bukunya Majmulatul Rasail, Hasan Imam Albana menyebutkan beberapa adab dzikir, yaitu:
Khusyuk (mengerahkan pikiran dan hati hanya kepada Allah)
Merendahkan suara, berdzikir dengan suara yang pelan
Seirama dengan jamaah (baik nada maupun volume)
Bersih pakaian dan tempat dari najis
Menjauhi kesalahan dan bersungguh-sungguh atau tidak main-main (Husin,2019:8)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dzikir sebagai sarana utama untuk bisa berkomunikasi dengan Allah. Dzikir dapat dilakukan dimanapun (kecuali di tempat yang najis) dan kapanpun, utamanya setelah salat lima waktu. Berdasarkan hasil kuesioner, sebagian besar dari mereka sudah merealisasikan akhlak kepada Allah yang keenam, yaitu berdzikir.

Berdoa kepada Allah Swt.
Menurut Ibn Katsir, "Beribadah kepada Sang Pencipta" artinya memanjatkan doa kepada Sang Pencipta dan yakin Sang Pencipta itu Esa. Namun, Sang Pencipta memberi ancaman kepada siapa saja yang sombong setelah berdoa kepada Sang Pencipta. Bagi mereka yang membaca Al-Qur'an berulang kali dan memahami maknanya, mereka akan merasa rendah diri, patuh dan mencurahkan segala yang dibutuhkan kepada Sang Pencipta. Dapat disimpulkan bahwa berdoa merupakan suatu perbuatan yang agung. Karena dengan berdoa, berarti seorang hamba benar-benar lemah dan membutuhkan Allah. Dan Ia bersimpuh di hadapan Allah. (Bin Ahmad Hammam, 2010: 75-76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun