Terkadang, untuk merengkuh kesuksesan, kita harus berani mengambil resiko. Demikian pula halnya dengan klub sepakbola. Leverkusen, sebagai salah satu tim yang kerap memunculkan bakat-bakat hebat, baik pemain, maupun pelatih, juga tampaknya gemar 'berjudi' dengan resiko besar.
Perlu dicatat, mendatangkan Xabi Alonso adalah sebuah pertaruhan. Didatangkan pada Oktober 2022, Xabi belum banyak mengecap pengalaman dunia kepelatihan. Hanya ada pengalaman menangani tim junior Real Madrid, dalam CV pelatih berusia 43 tahun itu.
Namun, 'perjudian' pada akhirnya dimenangkan oleh pihak yang berani ambil resiko, tapi pandai berspekulasi. Langkah inilah yang diambil Leverkusen.Â
Satu setengah musim berada di bawah kendali Xabi, Die Werkself sudah berhasil 'buka puasa' setelah menanti gelar pertamanya sejak DFB-Pokal 1992/1993.
Seakan familiar dengan konsep 'high risk high return', Simon Rolfes, direktur olahraga, sekaligus otak di balik perputaran aktivitas belanja pemain dan pelatih Leverkusen, kembali melakukan 'perjudian'. Dari sekian nama kandidat, pilihan suksesor Xabi jatuh pada nama yang familiar. Apalagi buat fans-fans Premier League dan Eredivisie.
Erik Ten Hag, mendapat mandat untuk menangani Leverkusen, menggantikan peran Xabi. Ya, sosok yang satu ini memang cukup kontroversial, mengingat rekam jejaknya di Manchester United dicap sebagai sejarah terburuk klub.
Namun, pengalaman Ten Hag melatih tim junior Bayern, plus kemampuan Bahasa Jermannya yang disebut sangat baik, membuat Leverkusen ambil resiko. Bagi Rolfes, kisah Ten Hag di United adalah masa lalu. Ia tetap memandang Ten Hag sebagai pelatih berbakat, sembari berharap Ten Hag akan mengeluarkan versi Ajaxnya.
Gambaran Racikan Ten Hag
Melihat Erik Ten Hag menduduki kursi kepelatihan lagi, tentu tampak menyenangkan. Apalagi, banyak orang memahami bahwa Ten Hag adalah pribadi yang terobsesi dengan sepakbola.Â
Tetapi, keraguan, sekali lagi mencuat. Seperti apa ide yang ia bawa ke Leverkusen, kalau di Manchester United saja, Ten Hag ancur-ancuran?
Ya, setiap pelatih baru pasti punya masa transisi. Ten Hag juga akan merasakannya. Apalagi, preferensi sistem yang ia pakai, terbilang berbeda dengan Xabi.Â