Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno menggencarkan pengakuan dari dunia luar di mana pengakuan dari negara lain merupakan syarat awal sebuah wilayah dapat dikatakan sebagai negara walaupun saat itu Indonesia masih mendapatkan ancaman dari militer Belanda (Agresi Militer). Di posisi pertama, Mesir mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto pada 1946 dan disepakati secara de jure pada  saat Konsul Jenderal Mesir datang ke Yogyakarta untuk menyampaikan pesan dari Liga Arab yang menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan. Di tahun yang sama pula, Indonesia turut membantu mengirimkan bantuan sebesar 500.000 ton beras pada India yang sedang mengalami krisis, dan dengan diplomasi ini India akhirnya juga turut menyatakan pengakuan mereka ke Indonesia. Selanjutnya tahun 1945-1949, ada aksi Black Armada yang dilakukan Australia yakni pemboikotan segala kapal Belanda di Australia yang berlabuh ke Indonesia dan ini menjadi langkah yang ditempuh Australia sebagai bentuk pengakuan kedaulatan Indonesia. Ada pula Suriah, yang menyatakan kemerdekaan Indonesia melalui forum PBB dan meminta untuk dibahas di SK PBB 1947 yang secara tidak langsung juga berkontribusi pada penghentian agresi militer Belanda di Indonesia. Misi diplomatik berlanjut di tahun 1947, Menlu Indonesia berunding dengan PM Lebanon dengan hasil Lebanon mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan masih banyak lagi negara yang saat itu menyatakan kedaulatan Indonesia, seperti Arab Saudi pada 1947 melalui kujungan kenegaraan, Yaman pada 1947 melalui Liga Arab, Palestina pada 1944, Vatikan pada 1947 melalui kedutaan besar Vatikan di Jakarta, juga Belanda pada 1949 melalui Konferensi Meja Bundar.
Selain memperjuangkan dukungan kedaulatan dari negara lain, Soekarno juga gencar berpartisipasi dalam forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, menginisiasi adanya Konferensi Asia Afrika 1955, dan Gerakan Non Blok. Hal ini dilakukan oleh Soekarno untuk mempertahankan posisi Indonesia yang saat itu masih rentan dengan kolonialisme. Indonesia yang memiliki nasib pernah dijajah oleh bangsa lain, melahirkan diplomasi anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Diplomasi ini menjadi penting pada masa itu untuk melahirkan Indonesia yang benar-benar terlepas dari penjajahan Belanda walaupun sebelumnya telah dilepas oleh Inggris. Seperti terjadinya Perundingan Linggarjati 1946 dengan Belanda menyetujui Sumatera, Jawa, Madura sebagai bagian dari Indonesia; Perundingan Renville 1947 dengan wilayah Indonesia terdiri dari Jogja, Banten, Sumatera Barat; Perundingan Roem Royen dengan pengembalian para tawanan dan pemindahan ibukota di Jogja; serta Konferensi Meja Bundar 1949 dengan Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia secara penuh kecuali Irian Barat yang akan diselesaikan satu tahun setelahnya. Selain berdiplomasi dengan Belanda mengenai penyerahan menjadi negara merdeka, Indonesia juga berdiplomasi melalui PBB yang berfokus pada perdamaian dan perjuangan melawan kolonialisme, membentuk NEFO bagi negara berkembang yang baru merdeka untuk melawan dominasi negara maju (OLDEFO), dan penolakan negara boneka Malaysia.Â
Diplomasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Soekarno merupakan langkah awal bagi kemajuan Indonesia di kancah global. Soekarno dengan teliti dan sistematis menggunakan pendekatan yang didasarkan pada persahabatan, memperkuat hubungan dengan negara lain, dan memberikan citra positif pada setiap kunjungan yang dihadirinya. Meskipun pada masa Soekarno terjadi pertempuran hebat G-30S PKI dibawah dukungannya, Soekarno tetap patut dijadikan contoh bagi keberlangsungan pemerintahan Indonesia, berantusias untuk menciptakan masyarakat yang mampu bersaing dengan negara lain dan mempertahankan kedudukan Indonesia di depan masyarakat global.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI