Mohon tunggu...
Farly Mochamad
Farly Mochamad Mohon Tunggu... Sebagai lulusan baru teknologi informasi, saya adalah alumni Kebangsaan Lemhannas 2023 dan peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah Indonesia-Malaysia bersama KRI Dewaruci 2024

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Henricus Christianus Verbraak: Imam di Tengah Badai Perang

11 Oktober 2025   14:35 Diperbarui: 11 Oktober 2025   14:35 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pastor Henricus Christianus Verbraak S.J., rohaniwan (pastur militer) dari Koninklijk Nederlands-Indisch Leger, 1885. Sumber: KITLV.

Perjalanan panjang Henricus Christianus Verbraak menuju Nusantara dimulai sekitar tahun 1872, saat ia meninggalkan tanah kelahirannya dan menempuh pelayaran berbulan-bulan menuju dunia yang sama sekali berbeda. Kapalnya akhirnya berlabuh di Padang, Sumatra Barat, sebuah kota pelabuhan penting yang pada masa itu menjadi pintu masuk utama bagi para misionaris, pejabat kolonial, dan pedagang dari berbagai bangsa. Di sana, Verbraak untuk pertama kalinya bersentuhan langsung dengan kehidupan di Hindia Belanda, yang sangat berbeda dari Eropa: iklim tropis yang lembab, keberagaman etnis dan budaya, serta jurang sosial antara penguasa kolonial dan penduduk pribumi.

Selama masa awal pelayanannya di Padang, Verbraak mulai memahami betapa kompleksnya kehidupan di tanah jajahan. Ia tidak hanya melihat kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga menyaksikan keteguhan iman dan semangat hidup masyarakat lokal, yang tetap bertahan di tengah tekanan kolonial. Pengalaman itu membentuk cara pandangnya: bahwa pelayanan rohani tidak bisa hanya berhenti pada ritual gereja, melainkan harus menyentuh sisi kemanusiaan yang paling dalam.

Namun, panggilan tugas yang sesungguhnya menanti di wilayah yang jauh lebih keras --- Aceh. Pada masa itu, kawasan paling utara Sumatra tersebut baru saja menjadi medan pertempuran besar dalam sejarah kolonial Belanda. Perang Aceh, yang pecah sejak tahun 1873, merupakan salah satu konflik terpanjang dan paling berdarah dalam sejarah Indonesia. Ratusan ribu orang menjadi korban, baik dari pihak Aceh maupun Belanda, sementara penderitaan rakyat sipil semakin dalam akibat kekacauan dan wabah penyakit.

Di tengah situasi genting itulah, Henricus Verbraak dikirim. Ia datang bukan sebagai tentara, melainkan sebagai imam dan pelayan kemanusiaan, mendampingi pasukan yang bertugas dan melayani siapa pun yang membutuhkan --- tanpa membedakan asal, suku, atau keyakinan. Keberangkatannya ke Aceh menjadi titik balik dalam hidupnya, sebuah keputusan yang akan menguji tidak hanya kekuatan imannya, tetapi juga makna sejati dari kemanusiaan di tengah medan perang.

Di Tengah Kobaran Perang Aceh

Pastor H.C. Verbraak dalam perjalanan dinas di bivak (kemah militer) di Tjotmantjang, Aceh, antara tahun 1896 dan 1898. Foto: KITLV . 
Pastor H.C. Verbraak dalam perjalanan dinas di bivak (kemah militer) di Tjotmantjang, Aceh, antara tahun 1896 dan 1898. Foto: KITLV . 

Ketika Henricus Christianus Verbraak tiba di Aceh pada tahun 1884, ia segera dihadapkan pada kenyataan pahit yang jauh dari gambaran damai kehidupan religius. Wilayah itu penuh benteng pertahanan, dijaga ketat oleh pasukan bersenjata, dan selalu diselimuti bau mesiu yang menusuk. Suasana tegang dan rasa takut menjadi bagian dari keseharian. Verbraak tidak datang sebagai pejuang atau penakluk, melainkan sebagai imam misionaris, tetapi takdir menempatkannya di tengah salah satu medan perang paling brutal dalam sejarah Nusantara.

Sebagai pastor militer, tugasnya bukan hanya melayani misa atau memimpin doa, melainkan juga menemani para prajurit di saat-saat paling genting. Ia menolong yang terluka, memberi penghiburan bagi yang sekarat, dan memimpin upacara pemakaman bagi mereka yang gugur. Kehadirannya membawa secercah ketenangan di tengah kobaran kekerasan. Dalam catatan sejarah militer Belanda, Verbraak dikenal sebagai sosok yang tidak pernah menolak untuk turun langsung ke medan perang, meskipun ia tidak membawa senjata --- hanya salib dan keyakinan bahwa kasih harus tetap hidup bahkan di tengah kehancuran.

Namun, pelayanannya tidak berhenti di barak-barak militer. Verbraak juga menaruh perhatian besar pada kehidupan rohani masyarakat lokal yang porak-poranda akibat perang. Dengan tekad sederhana, ia membangun gubuk kecil dari kayu yang berfungsi ganda sebagai tempat tinggal dan tempat ibadah. Dari tempat itulah, ia mulai menulis surat-surat panjang kepada pemerintah kolonial, memohon izin dan bantuan untuk mendirikan sebuah kapel yang layak --- bukan demi kemegahan, melainkan agar iman tetap punya rumah di tanah yang terus diguncang konflik.

Doanya terkabul. Pada tahun 1877, pemerintah kolonial memberikan sebidang tanah di Pante Pirak, Banda Aceh, yang merupakan hasil rampasan dari pihak Kesultanan Aceh. Di atas tanah itu, Verbraak mendirikan kapel kayu sederhana, lengkap dengan pastoran kecil tempat ia melayani umat. Namun, ujian datang silih berganti: banjir besar dari Krueng Aceh berulang kali merusak bangunan itu. Setiap kali roboh, ia membangunnya kembali --- seolah ingin menegaskan bahwa iman sejati tidak mudah patah oleh badai.

Akhirnya, pada 5 Februari 1884, Verbraak memulai pembangunan gereja baru yang lebih kokoh dari batu dan bata. Dengan semangat pantang menyerah dan keyakinan mendalam, berdirilah Gereja Hati Kudus Yesus Banda Aceh --- sebuah simbol harapan di tengah kehancuran, dan bukti nyata dari cinta seorang imam yang tak gentar menghadapi perang. Hingga kini, gereja itu masih berdiri tegak, menjadi salah satu gereja tertua di Aceh, serta saksi bisu dari kisah keberanian dan ketulusan seorang rohaniwan yang memilih bertahan demi kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun