Sri Mulyani, meski mendorong ekspansi fiskal dalam RAPBN 2026, tetap menekankan kehati-hatian dan menjaga keseimbangan pendapatan-belanja agar tidak bergantung pada utang (World Bank, 2023).
2. Stimulus dan Pro-Growth Policy
Purbaya mempercepat belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah, insentif investasi, dan konsumsi rumah tangga untuk menjaga pergerakan ekonomi (Kontan, 2025).
Sri Mulyani, lewat KEM-PPKF 2026, juga menempuh kebijakan countercyclical, namun lebih selektif dalam penetapan prioritas serta menjaga rasio fiskal tetap sehat (Kemenkeu, 2024).
3. Respons Pasar & Kepercayaan Investor
Pasar keuangan bereaksi cepat terhadap perubahan ini (CNBC Indonesia, 2025). Kekhawatiran muncul bahwa disiplin fiskal akan melonggar.
Rupiah menjadi lebih volatil (BI, Sept 2025), yield obligasi naik (Bloomberg, 2025), dan biaya pinjaman meningkat. Investor menuntut transparansi dan prediktabilitas kebijakan (IMF, 2024).
Analisis: Apakah Arah Baru Lebih Menjanjikan?
Potensi Positif
Pertumbuhan Ekonomi Bisa Lebih Tinggi -- Stimulus fiskal, percepatan belanja, dan insentif berpotensi mendorong UMKM, infrastruktur, dan konsumsi rumah tangga. Data Q2-2025 menunjukkan pertumbuhan 5,12% yoy, tertinggi sejak 2023 (BPS, 2025).
Respon Terhadap Kondisi Global -- Perlambatan perdagangan dunia dan ketidakpastian global memerlukan respons fiskal agresif (WTO, 2025). Gaya Purbaya lebih adaptif.
Pemerataan Daerah -- Transfer ke daerah dan proyek infrastruktur memperkuat daya beli lokal (Kemenkeu, 2025).
Daya Tarik Investasi -- Relaksasi regulasi dan insentif lebih luas dapat menarik investasi asing maupun domestik (BKPM, 2025).