Poin Kunci
Defisit APBN hingga Agustus 2025 mencapai Rp 321,6 triliun (~1,35% dari PDB) (Kemenkeu, 2025). Pemerintah di bawah Purbaya menegaskan eskalasi belanja untuk mendukung pertumbuhan.
Transformasi gaya: Sri Mulyani dikenal disiplin fiskal, konsolidatif, dan prediktif; sedangkan Purbaya lebih fokus pada stimulus ekonomi, ekspansi fiskal, dan percepatan belanja pemerintah (CNBC Indonesia, 2025).
-
Prediksi Defisit APBN 2026 meningkat hingga 2,68% dari PDB sesuai rencana anggaran yang telah disetujui (KEM-PPKF, 2025).
Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 4,75% sebagai upaya mendorong ekonomi dalam kerangka kebijakan moneter akomodatif (Bank Indonesia, Sept 2025).
Investor dan pasar keuangan menunjukkan reaksi dengan kekhawatiran inflasi, nilai tukar, dan ketahanan fiskal (Kontan, 2025).
Latar Belakang
Sejak 8 September 2025, Purbaya Yudhi Sadewa secara resmi menggantikan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan dalam reshuffle kabinet (Kompas, 2025). Pergantian ini bukan hanya soal figur, tetapi juga membuka kemungkinan adanya perubahan arah kebijakan ekonomi dengan implikasi jangka panjang---baik yang menguntungkan maupun yang berisiko bagi stabilitas dan pertumbuhan nasional.
Selama hampir satu dekade, Sri Mulyani dipuji atas disiplin fiskal, reformasi pajak, pengelolaan anggaran yang hati-hati, serta menjaga kredibilitas Indonesia di mata investor (World Bank, 2023; IMF, 2024). Sementara itu, Purbaya datang dengan mandat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, menawarkan stimulus, serta memperluas ruang fiskal agar Indonesia tidak tertinggal menghadapi tantangan global dan melemahnya konsumsi domestik (CNBC Indonesia, 2025).
Siapa Mereka dan Rekam Jejak Kebijakan
      Aspek                           Sri Mulyani Indrawati                                        Purbaya Yudhi Sadewa
Jabatan
Menteri Keuangan sejak 2016 hingga Sept 2025 (Kemenkeu, 2025)
Menteri Keuangan sejak 8 September 2025 (Kompas, 2025)
Gaya Umum
Disiplin fiskal, konservatif, prediktabilitas tinggi, menjaga defisit tetap terkendali, reformasi pajak, efisiensi belanja negara.
Lebih ekspansif, mempercepat belanja pemerintah, stimulus ekonomi, insentif investasi, lebih agresif merespons kebutuhan domestik (Kontan, 2025).
Fokus pada stabilitas, konsolidasi, pengendalian defisit, dan efisiensi belanja produktif. Contoh: RAPBN & KEM-PPKF 2026 tetap ekspansif tapi berhati-hati (KEM-PPKF, 2025).
Defisit APBN 2025 sebesar Rp 321,6 triliun (1,35% PDB). Mendorong percepatan belanja walau pendapatan negara masih lemah (Kemenkeu, 2025).
Moneter / Dukungan TambahanMenjaga stabilitas makro, inflasi, serta kepercayaan investor (IMF, 2024).Lebih aktif melalui stimulus, insentif investasi, serta pendekatan lebih responsif meski berisiko kurang terkoordinasi (Bisnis Indonesia, 2025).
Â
Dinamika Kebijakan: Apa yang Berubah?
1. Defisit Anggaran & Belanja Pemerintah
Purbaya mencatatkan defisit APBN hingga Agustus 2025 sebesar Rp 321,6 triliun (1,35% PDB) (Kemenkeu, 2025). Pendapatan negara baru mencapai 57,2% target, sedangkan belanja 55,6%---sehingga percepatan belanja menjadi agenda utama.
Proyeksi defisit 2026 sekitar 2,68% PDB, masih dalam batas aman meski lebih tinggi dibanding sebelumnya (KEM-PPKF, 2025).
Sri Mulyani, meski mendorong ekspansi fiskal dalam RAPBN 2026, tetap menekankan kehati-hatian dan menjaga keseimbangan pendapatan-belanja agar tidak bergantung pada utang (World Bank, 2023).
2. Stimulus dan Pro-Growth Policy
Purbaya mempercepat belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah, insentif investasi, dan konsumsi rumah tangga untuk menjaga pergerakan ekonomi (Kontan, 2025).
Sri Mulyani, lewat KEM-PPKF 2026, juga menempuh kebijakan countercyclical, namun lebih selektif dalam penetapan prioritas serta menjaga rasio fiskal tetap sehat (Kemenkeu, 2024).
3. Respons Pasar & Kepercayaan Investor
Pasar keuangan bereaksi cepat terhadap perubahan ini (CNBC Indonesia, 2025). Kekhawatiran muncul bahwa disiplin fiskal akan melonggar.
Rupiah menjadi lebih volatil (BI, Sept 2025), yield obligasi naik (Bloomberg, 2025), dan biaya pinjaman meningkat. Investor menuntut transparansi dan prediktabilitas kebijakan (IMF, 2024).
Analisis: Apakah Arah Baru Lebih Menjanjikan?
Potensi Positif
Pertumbuhan Ekonomi Bisa Lebih Tinggi -- Stimulus fiskal, percepatan belanja, dan insentif berpotensi mendorong UMKM, infrastruktur, dan konsumsi rumah tangga. Data Q2-2025 menunjukkan pertumbuhan 5,12% yoy, tertinggi sejak 2023 (BPS, 2025).
Respon Terhadap Kondisi Global -- Perlambatan perdagangan dunia dan ketidakpastian global memerlukan respons fiskal agresif (WTO, 2025). Gaya Purbaya lebih adaptif.
Pemerataan Daerah -- Transfer ke daerah dan proyek infrastruktur memperkuat daya beli lokal (Kemenkeu, 2025).
Daya Tarik Investasi -- Relaksasi regulasi dan insentif lebih luas dapat menarik investasi asing maupun domestik (BKPM, 2025).
Risiko yang Harus Diwaspadai
Defisit & Utang Melebar -- Beban bunga utang meningkat jika pendapatan negara tidak naik signifikan (Kemenkeu, 2025).
Inflasi & Nilai Tukar -- Stimulus besar tanpa pasokan memadai dapat memicu inflasi (BI, 2025).
Kepercayaan Pasar -- Investor mengutamakan prediktabilitas; perubahan tiba-tiba bisa memicu capital outflow (IMF, 2024).
Ketimpangan Sosial -- Jika stimulus hanya fokus pada proyek besar, masyarakat bawah bisa kurang merasakan manfaat (Kompas, 2025).
Proyeksi & Prediksi
 Skenario                     Kondisi                                                      Hasil yang Mungkin
Optimis     Belanja cepat, pajak meningkat, investor percaya
Pertumbuhan 5,5--6%, defisit 2--3%, inflasi stabil, rupiah terkendali (Kemenkeu, 2025)
ModeratStimulus ada, penerimaan pajak lemah, tekanan impor
Pertumbuhan 5--5,3%, defisit 2,5--3%, inflasi naik sedikit, rupiah melemah ringan (BPS, 2025)
PesimisStimulus gagal, pendapatan stagnan, investor ragu
Pertumbuhan <5%, defisit & utang berat, inflasi tinggi, rupiah melemah tajam (Bloomberg, 2025)
Â
Kesimpulan
Apakah arah baru ekonomi Indonesia di bawah Purbaya lebih menjanjikan dibanding era Sri Mulyani?
Jawabannya: Ya, berpotensi lebih menjanjikan---tetapi penuh syarat. Potensi ini nyata: percepatan belanja, stimulus, dan insentif investasi mampu mengangkat ekonomi jika dikelola dengan cermat, transparan, dan terkoordinasi.
Namun, keberhasilan sangat bergantung pada:
Mengelola defisit agar tidak jadi beban utang jangka panjang (Kemenkeu, 2025).
Menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar (BI, 2025).
Menyalurkan stimulus secara merata ke rakyat dan daerah (Kompas, 2025).
Menjamin kepercayaan investor melalui konsistensi kebijakan (IMF, 2024).
FAQ
1. Apa perbedaan utama strategi fiskal Sri Mulyani dan Purbaya?
Sri Mulyani menekankan disiplin fiskal, stabilitas, dan efisiensi; Purbaya lebih fokus pada pertumbuhan lewat stimulus, percepatan belanja, dan insentif investasi (CNBC Indonesia, 2025).Â
2. Apakah defisit APBN saat ini berbahaya?
Belum. Defisit 1,35% PDB masih aman (Kemenkeu, 2025). Tapi jika terus melebar tanpa pendapatan tambahan, risikonya besar di masa depan (IMF, 2024).Â
3. Bagaimana dampaknya terhadap inflasi dan nilai tukar?Â
Stimulus besar bisa memicu inflasi dan menekan rupiah jika tidak diimbangi pasokan barang/jasa dan kepercayaan investor (BI, 2025).Â
4. Apakah investor asing masih percaya pada Indonesia?
Masih percaya, tapi penuh kehati-hatian. Investor menunggu kepastian arah defisit, belanja, dan regulasi pajak (Bloomberg, 2025).
5. Apa dampak perubahan kebijakan bagi rakyat kecil?Â
Jika stimulus diarahkan ke UMKM, transfer daerah, dan program sosial, rakyat bawah akan merasakan manfaat nyata (Kemenkeu, 2025). Jika tidak, dampaknya bisa minim (Kompas, 2025).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI