Mohon tunggu...
Fardan Mubtasir
Fardan Mubtasir Mohon Tunggu... Human, Culture, and Society

Seseorang yang sedang belajar menjadi manusia dan belajar berbagi coretan-coretan sederhana yang bisa berdampak positif terhadap sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Revolusi Digital di jalan Raya: Seberapa Efektif E-TLE dalam Membangun Budaya Tertib Berlalu Lintas?

26 Februari 2025   22:47 Diperbarui: 26 Februari 2025   22:47 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia modern, membawa dampak yang luas dalam berbagai aspek, termasuk dalam sistem transportasi. Perkembangan teknologi yang pesat menuntut regulasi yang ketat agar dampaknya dapat dimanfaatkan secara maksimal, sekaligus meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Di Indonesia, peningkatan penggunaan transportasi setiap tahunnya berkontribusi pada kepadatan lalu lintas, yang juga berdampak pada meningkatnya pelanggaran aturan berkendara.

Seiring dengan mobilitas masyarakat yang semakin tinggi, penggunaan kendaraan bermotor juga meningkat drastis, menyebabkan berbagai pelanggaran lalu lintas yang berujung pada kecelakaan. Data menunjukkan bahwa mayoritas kecelakaan terjadi akibat kelalaian pengguna jalan yang tidak menaati peraturan. Untuk itu, pemanfaatan teknologi dalam menekan angka pelanggaran dan meningkatkan kepatuhan terhadap hukum menjadi hal yang krusial.

Pelanggaran lalu lintas merupakan fenomena umum yang sering ditemui, terutama di kota-kota besar. Bertambahnya jumlah kendaraan tidak diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai, sehingga meningkatkan potensi pelanggaran. Dengan kondisi ini, pihak kepolisian dihadapkan pada tantangan untuk menerapkan sistem penegakan hukum yang lebih efektif guna memberikan efek jera kepada para pelanggar.

Salah satu cara yang telah diterapkan adalah sistem tilang konvensional yang dilakukan secara manual oleh petugas kepolisian di lapangan. Namun, sistem ini sering kali rentan terhadap praktik kecurangan, baik dari oknum petugas maupun pengendara yang mencoba menghindari sanksi dengan memberikan suap. Hal ini membuat penegakan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena pelanggaran yang dilakukan sering kali hanya berakhir pada pencatatan tanpa adanya tindak lanjut yang lebih tegas.

Untuk mengatasi kelemahan ini, kepolisian memperkenalkan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE), sebuah inovasi yang memanfaatkan teknologi untuk menindak pelanggar lalu lintas secara lebih transparan dan efektif. Sistem ini bekerja dengan menangkap bukti pelanggaran menggunakan kamera pemantau yang dipasang di berbagai titik strategis. Data yang terekam kemudian diolah untuk mengidentifikasi kendaraan dan pemiliknya, yang selanjutnya akan menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Keberadaan sistem E-TLE membawa banyak manfaat bagi masyarakat dan otoritas penegak hukum. Pertama, sistem ini mendorong tertib administrasi kendaraan bermotor, mengingat hanya kendaraan yang memiliki identitas yang jelas yang dapat ditindak. Kedua, E-TLE mengurangi interaksi langsung antara pengendara dan petugas, sehingga menutup celah terjadinya pungutan liar dan suap. Selain itu, sistem ini juga memudahkan pengendara dalam membayar denda tilang secara elektronik melalui bank, sehingga prosesnya menjadi lebih transparan dan akuntabel.

Meskipun penerapan E-TLE telah berjalan di berbagai kota besar, tantangan dalam implementasinya masih ada. Salah satu kendala utama adalah kurangnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap sistem ini. Masyarakat yang kurang melek teknologi sering kali mengalami kesulitan dalam mengikuti prosedur yang ditetapkan. Oleh karena itu, peran humas kepolisian menjadi sangat penting dalam mensosialisasikan sistem ini agar dapat dipahami dan diterapkan secara luas.

Agar sistem E-TLE berjalan efektif, terdapat beberapa faktor kunci yang harus diperhatikan. Pertama, basis data kendaraan dan identitas pemiliknya harus akurat agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian sanksi. Kedua, sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh agar semua pengguna jalan memahami konsekuensi dari setiap pelanggaran yang mereka lakukan. Ketiga, evaluasi secara berkala perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem ini benar-benar mampu meningkatkan kepatuhan berlalu lintas dan mengurangi angka kecelakaan.

Selain itu, perlu adanya regulasi yang seragam dan berlaku secara nasional agar sistem ini dapat diterapkan dengan standar yang sama di seluruh wilayah Indonesia. Aturan mengenai kelengkapan berkendara, seperti penggunaan helm berstandar SNI, kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), serta kewajiban memakai sabuk pengaman bagi pengendara mobil, harus terus ditegakkan dengan ketat.

Penting juga untuk mempertimbangkan perkembangan sistem ini ke depannya dengan mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk analisis data yang lebih cerdas dan real-time. Misalnya, sistem dapat secara otomatis mengidentifikasi pola pelanggaran berdasarkan waktu dan lokasi, sehingga pihak berwenang dapat melakukan tindakan pencegahan dengan lebih strategis. Selain itu, data yang dikumpulkan juga dapat digunakan untuk merancang kebijakan transportasi yang lebih efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun