Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penyanderaan Paimin Menggelegak dalam Kutukan Alas Wingit

17 Januari 2023   08:43 Diperbarui: 17 Januari 2023   09:17 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hutan angker (pic: pinterest.com)

Aku minta waktu ke pimpinan penjahat untuk berbicara berempat dengan Sutakim, Sartinem dan kakaknya. Lokasi kami pilih agak jauh dari para penjahat.

"Sartinem, benar kamu melakukan hal terkutuk dengan Sutakim? Kamu harus jujur, mumpung ada kakakmu Warijo," tanyaku membuka pembicaraan. 

Sartinem menggelengkan kepala, kemudian menceritakan kronologis ceritanya, sama persis seperti cerita Sutakim. Saat mereka lewat di jalan sepi langsung disergap, kunci motor dirampas, setelah itu dipaksa mendorong motor dalam keadaan mesin mati sepanjang satu kilometer sambil dibentak, diteriaki, disundut rokok dan ancaman dikepruk helm jika lambat.

Dari cerita Sartinem, aku dapat mengambil kesimpulan bahwa semua hanya cerita tipu-tipu pemeras gembel. Tak ada pilihan selain segera mengambil tindakan cepat pergi dari tempat terkutuk itu dengan memberi tebusan uang yang mereka minta, yang katanya untuk biaya selamatan desa karena terjadi tindak perzinahan di hutan itu. Meskipun hal itu hanya klaim sepihak dari para pemeras, namun percuma saja mengajak bicara pemeras secara rasionil karena tujuan mereka hanya duit.

Warijo setuju dengan taktikku tetapi dia tidak membawa uang, waduuuuh gawat! Tebusan yang diminta 2 juta, sementara aku hanya ada uang hanya 100 ribu. Namun mental tomboyku tetap nomor satu, kalau penjahat tidak terima, maka jalan terakhir adalah gelut! Aku yakin dengan kenekatanku sebab aku yakin ada Gusti Allah yang tidak pernah tidur dan melindungiku.

Kusiapkan lembaran uang lusuh ditanganku, tapi tiba-tiba aku masih mikir betapa keenakannya para pemeras memperoleh uang dengan cara seperti itu. Secepat kilat lembaran 20 ribuan segera kusimpan di saku kembali. Dan "Hahaha.....," aku ngakak, tertawa lebar dalam hati, bahagia membayangkan kegoblokan para pemeras, tapi tertawaku hanya dalam hati saja sebab nanti ketahuan malah gawat. Segera aku melangkah tenang ke arah gerompolan pemeras sambil menggenggam lipatan kertas-kertas uang yang kumal itu.

*****

     Kulirik jam tanganku, tepat 22.50 mengadakan negosiasi dengan penjahat. Benar seperti dugaanku, ketika aku mengajak adu argumen bahwa Sutakim dan Sartinem tidak berzina. Mereka tetap ngeyel, mencak-mencak mau memperpanjang masalah. "Buang waktu!," teriakku dalam hati. Aku tidak mau berlama-lama disitu, aku bentak dan tegaskan bahwa aku mau menyelesaikan masalah dengan membayar uang seperti permintaan mereka, tapi  syaratnya video rekaman tentang Sutakim harus dihapus. Sebab meskipun itu bukan video perzinahan seperti yang mereka klaim,tapi bisa saja jadi bahan pemerasan lagi.

Setelah mendengar aku bersedia membayar uang selamatan desa, yang sebetulnya pada versiku adalah uang sandera, pimpinan pemeras secepat kilat menyuruh anak buahnya perekam video mendatangiku.

Dalam samar-samar sinar rembulan aku melihat seorang pemuda bertubuh pendek bertopi rapat mendekatiku. Kemudian secara tiba-tiba dan malu-malu, dia menyebut dirinya sebagai mantan murid pencak silatku, Paimin. Aku terperangah, kaget, "Sontoloyo!,". Tidak menyangka Paimin menjadi bagian dari pemeras, sementara disisi lain aku memahami kesulitannya berada dalam tekanan teman-temannya yang penjahat.

Usai rekaman video dihapus, dengan suara keras aku bilang "ini duitnya!!!". Sebagai mantan murid silat, tampak Paimin tidak enak hati bila menghitung uang yang kuselipkan ditangannya. Segera dia memasukkan gumpalan uang dalam saku celananya. "Hahaha......," sekali lagi aku ketawa ngakak meskipun hanya dalam hati saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun