Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tips Mencegah Perilaku Bully Sejak Dini

23 Juli 2022   23:20 Diperbarui: 23 Juli 2022   23:53 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak dibuli (pic: tribunnewswiki.com)

Memperkenalkan anak pada peraturan dan hukum, bukan berarti anak diperlakukam keras, kasar, atau dihukum setiap hari, apalagi bila hukumannya sangat menyiksa dan  melanggar hak-haknya.

Memperkenalkan aturan hukum pada anak haruslah secara bijak dan penuh kelembutan, dengan prinsip bahwa bila anak tetap dalam koridor maka akan diberi reward, serta pemberian sanksi bila melanggar. 

Reward bukan berarti hanya dalam bentuk materi saja, namun juga verbal, seperti pujian. Sudah selayaknya memperkenalkan hukum adalah berdasar hati nurani, sebab hal tersebut merupakan pengenalan hukum secara efektif dan berhasil guna. Ketika anak melanggar peraturan, maka dia akan merasa tidak enak, sebab hati nuraninya terus membisikkan pelanggaran tersebut.

Jika anak tak pernah diperkenalkan dengan norma hukum beserta sanksinya, maka dia akan buta tentang hal itu. Akibatnya ketika dia melakukan sesuatu yang melanggar norma seperti membuli, dia merasa hal itu sebagai sesuatu yang biasa saja,. 

Apalagi bila dia melihat contoh para koruptor dan pelanggar hak asasi manusia di pemberitaan televisi hukumannya diperingan atau justru lepas dari jeratan hukum, akan membuat pola pikir anak menganggap pelanggaran hukum adalah hal yang bisa ditolerir dan ditawar.

Segala tingkah polah pembuli tidaklah berdiri sendiri, melainkan merupakan cerminan perilaku orangtua mereka, tetangga mereka, dan orang-orang di sekelilingnya, yang acuh tak acuh dengan kondisi di sekitarnya, 

Saat ini sepertinya sikap acuh tak acuh sudah membudaya, akibatnya tidak ada lagi perasaan menganggap anak orang lain seperti anaknya sendiri, hilangnya perasaan welas asih, belas kasih, tak ada lagi sikap menjaga dan melindungi anak orang lain seperti anak sendiri, yang terjadi justru maraknya pelecehan anak yang kadang dilakukan oleh tetangga, ataupun orang-orang terdekat anak. 

Minimnya contoh positif dari orang-orang dewasa di sekitar anak, ditambah tampilan-tampilan berita para pelanggar norma yang tampil tanpa beban di layar kaca, turut andil dalam memperparah merosotnya moral generasi muda kita.

Peristiwa tawuran yang dilakukan orang-orang dewasa, atau juga serangan mematikan para geng motor, turut serta mewarnai alam bawah sadar para bocah yang masih bingung mencari identitas diri. Belum lagi ditambah serbuan maraknya budaya asing yang merangsek melalui layar gawai dan gadget generasi muda kita.

Beragam serbuan bertubi, tanpa adanya perlindungan norma dari orang tua dan lingkungan sekitanya, sudah pasti makin membuat moral para bocah amburadul, hinga melakukan pembulian.

Mungkinkah kita akan membebankan semua kesalahan di atas adalah akibat adanya pembelajaran online selama pandemi? Sebab disaat itulah generasi muda kita diintensifkan dengan gawai, yang tentunya jadi mudah mengakses negatifnya budaya asing dari berbagai negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun