Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemecatan Pegawai KPK, Pelanggaran HAM yang Tertukar

22 Juni 2021   21:33 Diperbarui: 22 Juni 2021   21:55 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komisi Pemberantasan Korupsi (pic: republika.co.id)

Bahkan tentang isu radikalisme di lembaga antirasuah dibantah oleh Darraz, mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute sebagaimana dikutip dari kompas.com (21/6/2021), yang menyebut belum pernah ada indikator yang dapat membuktikan hal itu, sebab tidak ada staf KPK yang intoleran, anti-kebinekaan, antikonstitusi, fanatik, apalagi anti-Pancasila, UUD 1945, NKRI.

 

Novel Baswedan juga membantah isu radikalisme yang sering disebut dengan istilah Taliban itu, sebab, tak mungkin jika upaya pemberantasan korupsi dilakukan oleh orang-orang yang berpaham radikal dan tidak nasionalis, justru pihak-pihak yang terusik dengan upaya pemberantasan korupsi berupaya menyingkirkannya dengan membangun isu radikalisme di KPK, hingga pada 2016, ia pernah diminta untuk keluar dari KPK.

Beban materiil dan waktu

Setelah bekerja sekian waktu membanting tulang menguber-uber koruptor, tiba-tiba langkah pegawai KPK terhenti sejenak untuk mengikuti tes TWK, yang kemudian secara tak dinyana dan tak diduga akan menjadi langkah terakhir 75 pegawai KPK, sebab berujung pemecatan karena dicap merah dan tak bisa dibina lagi, waktu telah banyak terbuang dengan percuma, segala dedikasi dan jerih payah sekian waktu hilang dalam sekejap.

Itulah kenapa Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menyebut penetapan status tidak bisa dibina terhadap 51 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sangat kejam, sebagaimana dikutip dari kompas.com (21/6/2021).

Setelah resmi diberhentikan, para pegawai KPK pecatan harus mencari pekerjaan baru lagi, yang tentunya menyita waktu dan tenaga, sementara anak dan istri harus tetap diberi nafkah.  Anak istri yang tak tahu apa-apa ikut terkena imbasnya, kehilangan sumber pendapatan keluarga.

Pemecatan 75 pegawai KPK melanggar HAM

Pembuktian pengamalan dan kesetiaan pada Pancasila sebetulnya tidak bisa hanya berpatokan pada beberapa lembar kertas tes yang berisi pertanyaan lisan ataupun tulisan, akan lebih mumpuni dan bernilai tinggi ketika sudah diejawantahkan dalam kehidupan, seperti yang telah ditunjukkan para pegawai KPK selama puluhan tahun mengabdi dengan menangkap para tikus-tikus koruptor yang menggerogoti lumbung negara, inilah perwujudan kesetiaan pada  yang sesungguhnya. 

Sebab bila hanya sekedar bukti hitam di atas putih, hal itu bisa saja direkayasa demi sebuah kepentingan. Jika hal itu yang terjadi, maka akibatnya saat betul-betul terjun ke lapangan, bukti kesetiaannya pada pancasila yang tadinya luar biasa dalam tes, ternyata amburadul, hingga kebablasan mengkorupsi duit negara.

Diperlukan pembuktian nyata tentang kesetiaan terhadap pancasila, bukan hanya sekedar lolos tes, hanya sayangnya mereka yang telah berhasil membuktikan keberaniannya menyelidiki pelanggaran pancasila di lapangan berupa perbuatan korupsi malah terjerat dalam kegagalan tes yang hanya berupa teori semata.

Mengapa 75 pegawai KPK harus dipecat padahal putusan MK telah menyatakan bahwa pegawai KPK tidak boleh dirugikan dengan adanya tes TWK?, Bukankah tes TWK hanyalah sebuah simbolitas peralihan pegawai KPK menjadi ASN, kalau hanya sebuah simbolitas mengapa harus ada pemecatan, bukankah hal ini merugikan sebab bertentangan dengan keputusan MK?, Apakah MK hanya dianggap macan ompong dari setiap keputusan-keputusan yang dibuatnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun